Kamis, 4 Februari 2010, 08:03 WIB
Walaupun tidak memiliki hubungan dagang, harga pangan negara lain sering mempengaruhi.
VIVAnews - Indonesia perlu mendorong agar ketahanan pangan dapat ditempuh melalui kemampuan tidak bergantung pada pihak-pihak internasional, termasuk dalam hal gejolak harga komoditas pertanian.
Pasalnya, selama ini kerap kali terjadi kenaikan harga komoditas pangan lebih dikarenakan faktor ikut-ikutan, walaupun Indonesia sebenarnya tidak memiliki kegiatan ekspor-impor dengan negara-negara tertentu.
"Sekarang bukan lagi masalah ekspor-impor," kata Wakil Menteri Pertanian Bayu Krisnamurthi dalam diskusi Blak-Blakan Soal Ketahanan Pangan di Indonesia di Wisma Antara, Jalan Medan Merdeka Selatan, Jakarta, Rabu malam, 3 Februari 2010.
Menurut bayu, ketidaktergantungan pada pihak luar tersebut dimaksudkan agar harga-harga komoditas pertanian sudah seharusnya tidak terpengaruh dengan hal-hal yang terjadi di luar negeri.
Sebagai contoh, kebiasaan penduduk Filipina yang menumpuk stok pangan pada saat menjelang Pemilihan Umum seringkali membuat harga beras nasional ikut melonjak. Padahal kondisi tersebut terjadi karena aksi perdagangan di pasar komoditas yang tidak memiliki hubungan perdagangan Indonesia, dalam hal impor beras dari Filipina.
Contoh lain adalah bencana alam berupa banjir di India yang menyebabkan produksi gula negara tersebut menurun menyebabkan harga gula di pasar domestik ikut mengalami tekanan. Padahal, Indonesia dan India selama ini tidak pernah memiliki hubungan ekspor-impor produk gula.
"Sekarang informasi mengenai harga internasional dapat diperoleh seketika dan para produsen lokal umumnya langsung menyesuaikan diri dengan kondisi tersebut," katanya.
Bayu mengatakan, upaya pencapaian ketahanan pangan mau tidak mau harus dilakukan melalui tiga hal yaitu kecukupan pasokan komoditas dengan harga terjangkau dan stabil, memberikan pendapatan yang cukup kepada petani, dan komoditas pangan harus siap menghadapi persaingan global dan ketidakpastian iklim.
"Masalah ketahanan lebih dari sekadar swasembada, tidak impor, maupun pengadaan subsidi," katanya.
Indonesia, ujar Bayu, sebetulnya memiliki kecukupan asupan pangan melebihi standar yang ada. Untuk kecukupan energi, Indonesia mampu mencapai 48 persen lebih tinggi dari standar yang direkomendasikan, yaitu mencapai sekitar 3.000 kilokalori (Kkal) per kapita dari standar sekitar 2.000 Kkal per kapita
Pada bagian lain, kecukupan protein masyarakat Indonesia juga sudah melebih standar yang direkomendasikan hingga 42 persen.
Dalam hal pasokan pangan, Indonesia mampu memenuhi kebutuhan konsumsi kalori masyarakatnya dari pasokan dalam negeri hingga 93 persen sedangkan protein mencapai 87 persen.
hadi.suprapto@vivanews.com
http://bisnis.vivanews.com/news/read/126699-indonesia_ingin_tak_bergantung_negara_lain
Post a Comment