Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Jangan Penjarakan Penulis E-Mail

Sungguh sewenang-wenang tindakan penegak hukum di Tangerang, Banten. Mereka mengadili seorang ibu rumah tangga, Prita Mulyasari, hanya karena menulis keluhan lewat e-mail. Tak hanya ditahan karena dijerat kasus pidana pencemaran nama baik, tapi ia juga digugat secara perdata.
Ibu yang malang itu dituduh mencemarkan nama baik Rumah Sakit Omni International Alam Sutera, Tangerang. Hakim Pengadilan Negeri Tangerang telah memenangkan gugatan RS Omni dan memerintahkan Prita membayar kerugian material dan imaterial. Belakangan, ia juga diproses secara pidana dan dijerat dengan Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Dengan alasan inilah Prita ditahan sejak pertengahan Mei lalu.
Tindakan polisi dan jaksa yang menangani kasus pidana Prita amat berlebihan. Begitu pula hakim yang memutuskan gugatan perdata dari pihak rumah sakit. Soalnya, tergugat sekaligus tersangka ini sekadar mencurahkan keluhan mengenai layanan RS Omni, hal yang sebenarnya justru menjadi hak konsumen.
Dalam keluhan yang ditulis lewat e-mail, Prita merasa dipaksa menjalani rawat inap saat memeriksakan kesehatannya pada awal Agustus 2008 di RS Omni. Kala itu dokter jaga mendiagnosis Prita terkena demam berdarah karena kadar trombositnya hanya 27 ribu. Ia juga mengaku sudah meminta hasil laboratorium, tapi ditolak rumah sakit.
Keesokan harinya, dokter rawat inap mendapati kadar trombosit Prita mencapai 181 ribu alias normal. Lima hari kemudian Prita memaksa minta pulang.
Berjudul "Penipuan yang Dilakukan oleh RS Omni International Alam Sutera", surat elektronik itu dikirim ke sebuah mailing-list (milis). Dalam milis yang sama, sebenarnya Rumah Sakit Omni sudah memberikan klarifikasi. Mungkin karena merasa belum puas, pihak Omni membawa masalah itu ke proses hukum.
Sepanjang yang tercatat, inilah untuk kedua kalinya sebuah tulisan di Internet menyeret penulisnya ke meja hijau. Kasus pertama dialami Nurliswandi Piliang, seorang jurnalis, yang dituduh mencemarkan nama baik seorang anggota parlemen. Seperti Prita, ia dijerat dengan pasal pencemaran nama baik dalam Undang-Undang Informasi dan Transaksi Elektronik.
Sejak diundangkan pada tahun lalu, undang-undang itu telah mendapat kecaman dan kritik tajam dari berbagai kalangan. Beberapa aturan, termasuk pasal 27 tentang pencemaran nama baik, berpotensi mengancam kebebasan berpendapat. Pasal ini dapat dikategorikan sebagai pasal karet, yang penerapannya bisa digunakan melindungi kekuasaan politik atau pemilik modal kuat.
Penegak hukum seharusnya lebih berhati-hati dalam menerapkan pasal kontroversial itu. Pihak rumah sakit jelas memiliki hak mengadu. Tapi bukankah mereka telah menggunakan haknya untuk menjelaskan hal itu di media yang sama? Bukankah pembaca milis tersebut telah mendapat informasi yang seimbang, baik dari Prita maupun pihak rumah sakit?
Sebagai konsumen, Prita jelas dalam posisi yang lemah. Inilah yang seharusnya dilindungi. Itu sebabnya, akan lebih adil jika kasus ini ditangani dengan Undang-Undang Perlindungan Konsumen. Aneh jika di negara demokratis ini orang yang sekadar menyuarakan keluhan dijebloskan ke penjara. Sebab, konstitusi jelas menjamin orang menyampaikan pendapat, baik lisan maupun tulisan.
Sumber: www.tempointeraktif.com, Sabtu, 30 Mei 2009
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts