Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Konsumerisme Vs Konsumtivisme: Martabat Perempuan sebagai Konsumen

17 Maret 2003

Retno Widiastuti

DALAM beberapa hari terakhir ini sejumlah media massa menurunkan artikelnya mengenai konsumerisme. Dalam bahasa yang lebih mudah dipahami, konsumerisme menurut tulisan tersebut adalah gaya hidup berkonsumsi yang berlebihan. Hal yang sama juga muncul dalam demonstrasi pada Hari Perempuan Sedunia, di mana terdapat spanduk-spanduk yang bertuliskan bahwa konsumerisme adalah sesuatu yang harus ditolak dan dijauhi.

Berdasarkan berbagai hal di atas, penulis ingin menjelaskan kembali atau paling tidak meluruskan makna konsumerisme tanpa mengecilkan maksud dari penulis-penulis yang terdahulu ataupun menegasikan makna demonstrasi yang dilakukan kaum perempuan. Maksud lain dari tulisan ini adalah menelaah sikap perempuan dalam memandang gaya hidup di tengah pasar global dan sekaligus mengimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari.

Konsumtivisme

Dalam kamus bahasa Inggris-Indonesia kontemporer (Peter Salim, 1996), arti konsumerisme (consumerism) adalah cara melindungi publik dengan memberitahukan kepada mereka tentang barang-barang yang berkualitas buruk, tidak aman dipakai dan sebagainya. Selain itu, arti kata ini adalah pemakaian barang dan jasa. Sedangkan arti kata konsumtif (consumtive) adalah boros.

Dalam khazanah gerakan sosial, aktivis gerakan konsumen dunia, Anwar Fasal, mengemukakan bahwa arti kata konsumerisme adalah gerakan konsumen (consumer movement), yaitu gerakan perlindungan konsumen yang mempertanyakan kembali dampak-dampak aktivitas pasar bagi konsumen (akhir), yaitu konsumen yang langsung mengonsumsi barang/jasa dan tidak memperjualbelikannya kembali. Dalam arti yang lebih luas gerakan konsumen sekarang ini adalah untuk memperjuangkan kedudukan yang seimbang antara konsumen, pelaku usaha, dan negara.

Gerakan ini tidak hanya mencakup isu kehidupan sehari-hari (harga naik atau kualitas buruk), tetapi juga hak asasi sebagai konsumen dan dampak pembangunan itu sendiri bagi konsumen. Dan orang yang bekerja atau aktif memperjuangkan gerakan konsumen disebut consumerists.

Adapun makna kata konsumtif adalah sebuah perilaku yang boros, yang mengonsumsi barang atau jasa secara berlebihan. Dalam arti yang lebih luas konsumtif adalah perilaku berkonsumsi yang boros dan berlebihan, yang lebih mendahulukan keinginan daripada kebutuhan, serta tidak ada skala prioritas. Juga dapat diartikan sebagai gaya hidup yang bermewah-mewah.

Dari kedua arti kata-kata tersebut jelas bahwa konsumerisme justru yang harus digalakkan dan konsumtivisme yang harus dijauhi.

Sebagai konsumen

Hak-hak konsumen masih tidak dihargai, sementara keadaan kesejahteraan jauh untuk dapat dipenuhi, bahkan cenderung menurun. Oleh karena itu, gerakan konsumen untuk dapat memperoleh kebutuhan mendasar harus digalakkan. Jika kita menganalisis peta kekuatan gerakan sosial, konsumen adalah kekuatan yang besar. Namun, sayangnya meskipun jumlahnya besar dan kuat, tetapi tidak terorganisir.

Dari peta kekuatan ini, perempuan adalah kelompok konsumen yang terbesar. Perempuanlah yang paling menderita dari keadaan yang serba menyengsarakan konsumen. Tidak dapat dimungkiri, sebagian perempuan adalah pengelola keuangan keluarga.

Dialah yang mengatur alokasi keuangan sehari-hari, sementara keuangan sangat terbatas dan harga-harga membubung tinggi. Tidak ada akses perempuan untuk mendapatkan makanan yang bergizi dan aman, rumah yang layak, pendidikan yang memadai, kesehatan, dan lain-lain. Dengan demikian, semakin jauhlah konsumen perempuan dalam memenuhi kebutuhan dasarnya sebagai hak asasi.

Di lain sisi, konsumen-konsumen yang mampu secara ekonomi, tidak ada solidaritas terhadap konsumen yang tidak mampu dan cenderung untuk berkonsumsi secara konsumtif.

Perilaku konsumtif ini antara lain juga dipicu oleh iklan. Iklan dalam banyak hal telah menjadikan kaum perempuan dan juga laki-laki untuk mengonsumsi barang dan jasa yang ditawarkan.

Iklan juga mengajak agar mengonsumsi barang atau jasa hanya berdasarkan keinginan dan bukan kebutuhan serta harga yang tidak rasional. Budaya kebendaan dan tidak adanya rasa solidaritas konsumen inilah yang harus dihindari.

Dalam skala yang lebih luas atau percaturan global, gerakan konsumen perempuan memiliki peran sangat strategis. Perempuanlah yang berperan besar dalam menentukan barang atau jasa mana yang dikonsumsi dengan alasan-alasan yang sangat masuk akal. Perempuanlah yang dapat mempengaruhi pasar, yang dapat memutuskan apakah akan membeli atau tidak barang dan jasa yang bersangkutan.

Ketika negara sudah tutup mata dan telinga tentang langkanya kebutuhan mendasar bagi rakyatnya, maka perempuanlah yang turun ke jalan untuk menyuarakan lebih keras penderitaan tersebut.

Satu hal yang sangat bermakna dari demonstrasi yang telah dilakukan pada peringatan Hari Perempuan Sedunia adalah, adanya solidaritas perempuan untuk bersama melangkah maju dalam upaya gerakan konsumen atau konsumerisme di Indonesia.

Retno Widiastuti, anggota Pengurus Harian YLKI.

http://www2.kompas.com/kompas-cetak/0303/17/swara/179355.htm
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts