Sabtu, 4 Juli 2009 | 02:58 WIB
Karawang, Kompas - Debit air irigasi induk yang mengaliri sejumlah persawahan di Jawa Barat berkurang, terutama beberapa hari terakhir. Di Kabupaten Purwakarta, sejumlah petani bahkan rebutan air untuk menyelamatkan padi mereka.
Epon (47), petani di Kelurahan Tegalmunjul, Kecamatan Purwakarta, Jumat (3/7), menceritakan, akibat air irigasi tak cukup, sejumlah petani rebutan air. Mereka kadang-kadang meronda dan berjaga di pintu pembagi untuk memastikan air sampai ke petak sawah masing-masing.
”Air yang tak sampai ke persawahan menyebabkan tanaman padi terhambat pertumbuhannya. Proses pengisian bulir di petak-petak yang kering jadi tidak maksimal,” papar Epon.
Masalah serupa dikemukakan petani di Cirebon, Jawa Barat. Di kabupaten ini sejumlah areal persawahan juga mulai kekurangan air selama tiga hari belakangan ini.
Berdasarkan pantauan Kompas, di saluran induk GS VIII di Desa Kedongdong, Kecamatan Susukan, Kabupaten Cirebon, sepekan lalu, alat pengukur ketinggian air masih menunjukkan angka 48 sentimeter. Kemarin air menunjuk angka 25 sentimeter. ”Airnya sudah banyak menyusut dan kini tinggal lumpur di tepian saluran,” kata Heri, petugas pengoperasi pintu air GS VIII.
Meski demikian, sejumlah petani yang telah memanen padinya mengaku hasil panen gadu tahun ini lebih baik dibandingkan dengan tahun lalu. Dinas Pertanian Kabupaten Purwakarta pun mencatat, hingga akhir Mei 2009 realisasi tanam padi mencapai 9.117 ha atau 65,7 persen dari target tanam periode April-September 2009 sebesar 13.896 ha. Dengan capaian itu dan adanya percepatan tanam, target tanam 38.161 ha sepanjang tahun ini diprediksi tercapai.
Lebih awal
Dari Demak, Jawa Tengah, dilaporkan, petani di sejumlah desa di Kecamatan Wedung dan Kecamatan Gajah, Kabupaten Demak, memilih melakukan panen lebih awal guna mengantisipasi musim kemarau.
Menurut tokoh petani di Demak, HM Djaseri, saat ini tidak kurang dari 5.000 ha lahan pertanian terancam kekeringan.
Meski demikian, lanjutnya, panen dini itu tidak terlalu merugikan petani sebab harga gabah cukup tinggi saat ini, yaitu Rp 2.300 per kilogram. ”Bahkan bisa mencapai Rp 2.400 per kilogram,” kata Djaseri.
Di Kalimantan Tengah, musim kemarau juga menyebabkan air di sebagian besar sungai menyurut. Kapal dagang pengangkut bahan pokok memang masih bisa beroperasi, tetapi tongkang batu bara hanya bisa bergerak saat permukaan air sungai naik.
Dua pekan belakangan ini pengangkutan batu bara melalui Sungai Barito, misalnya, lumpuh akibat air sungai yang berhulu di Kabupaten Murung Raya dan bermuara di Laut Jawa tersebut hanya setinggi 1-2 meter. (NIT/MKN/WHO/CAS)
http://cetak.kompas.com/read/xml/2009/07/04/02585659/petani.rebutan.air
Post a Comment