Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Impor demi Kontinuitas

Keinginan Konsumen Mengharuskan Impor Pangan

Sabtu, 29 Agustus 2009 | 05:17 WIB

Jakarta, Kompas - Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan Minuman Indonesia Thomas Darmawan mengatakan, kalangan industri memiliki ketergantungan yang besar terhadap bahan baku impor karena pertimbangan kontinuitas pasokan dan biaya transportasi.

Penjelasan Thomas yang dihubungi di Jakarta, pekan ini, berkaitan dengan ketergantungan Indonesia pada impor pangan. Setiap tahun, Indonesia mengeluarkan devisa hingga Rp 50 triliun untuk mengimpor sejumlah komoditas pangan. Nilai ini mencapai 5 persen dari APBN.

Thomas mengatakan, selama ini petani Indonesia dihadapkan pada perubahan iklim yang ekstrem, yaitu kemarau dan hujan. Petani dibiarkan menjadi petani alami tanpa pembinaan untuk bisa mengolah hasil panen menjadi berdaya tahan tinggi.

Sementara itu, industri membutuhkan kontinuitas pasokan. Industri susu butuh pasokan susu untuk jangka waktu enam bulan. Petani Indonesia tidak mempunyai kemampuan dalam sistem pengolahan sehingga hasil produksi tidak bisa disimpan tahan lama. Adapun petani luar negeri berupaya meningkatkan hasil produksi mereka supaya memiliki nilai tambah tinggi dan hasil produksinya bisa disimpan lebih tahan lama.

Thomas melihat negara kepulauan seperti Indonesia juga menyebabkan transportasi mahal. Dari data Asia Fondation bulan Maret 2008, biaya transportasi di Indonesia mencapai 34 sen dollar AS per kilometer. Dibandingkan Thailand, Vietnam, Malaysia, dan China, rata-rata biaya transportasinya hanya 22 sen dollar AS per kilometer.

”Solusinya, kita perlu subsidi transportasi produk pertanian. Lalu, Bulog dikembalikan ke fungsinya mengatur tata niaga hasil pertanian. Namun, sekali lagi, industri mempersyaratkan kepastian pasokan untuk menjaga produksinya,” kata Thomas.

Selama kepastian pasokan tidak bisa dilakukan dan biaya transportasi hasil pertanian tetap tinggi, industri tetap akan memiliki ketergantungan impor, khususnya bahan baku.

Subsitusi pangan

Terkait importasi bahan pangan, Deputi Bidang Koordinasi Pertanian dan Kelautan Menteri Koordinator Perekonomian Bayu Krisnamurthi mengatakan, persoalan produksi gandum selalu ada dua, yaitu rendahnya produktivitas dan keterbatasan lahan yang sesuai mengingat gandum merupakan tanaman subtropis.

Yang bisa dilakukan adalah menyubstitusi pangan berbasis gandum dengan pangan berbasis lokal, seperti singkong. Meski tidak bisa 100 persen.

Terkait komoditas kedelai, yang mendorong terjadinya impor kedelai juga karena permintaan konsumen. Konsumen tempe dan tahu menginginkan kualitas bagus serta bahan bakunya dari kedelai impor yang ukurannya besar dan seragam.

”Peningkatan produksi kedelai terus dilakukan. Diharapkan 2-3 tahun lagi impor kedelai tinggal 20-30 persen,” katanya.

Sementara itu, terkait daging sapi dan susu, ada kendala besar dalam populasi. Perlu upaya peningkatan populasi, termasuk memberikan subsidi bunga kredit untuk usaha pembibitan sapi senilai Rp 145 miliar. (OSA/MAS)

http://koran.kompas.com/read/xml/2009/08/29/05175620/impor.demi.kontinuitas
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts