Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Kalla: Menkeu Tak Lapor Suntikkan Dana Rp 6,7 T ke Bank Century

[ Sabtu, 29 Agustus 2009 ]

Suntik Rp 6,7 T ke Bank Century

JAKARTA - Polemik soal penyelamatan Bank Century oleh Lembaga Penjaminan Simpanan (LPS) semakin panas. Kali ini, Wakil Presiden Jusuf Kalla menyebutkan bahwa kebijakan pemerintah menyuntikkan dana ke Bank Century merupakan keputusan langsung Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati.

Menkeu tidak pernah memberikan laporan kepada wakil presiden yang sedang menjadi pejabat presiden karena Presiden SBY sedang pergi ke luar negeri. ''Ketika itu, presiden sedang di luar negeri dan saya ada di Jakarta. Saya tidak mendalami hal itu. Penyelesaiannya saya tidak tahu. Waktu penyelesaian, saya juga tidak dilapori,'' ujar Kalla di Kantor Wakil Presiden kemarin (28/8).

Penegasan Kalla itu menjawab pertanyaan wartawan tentang pihak yang bertanggung jawab atas pembengkakan dana penyehatan Bank Century dari awalnya Rp 200 miliar menjadi Rp 6,7 triliun. Suntikan likuiditas bagi bank tersebut berpotensi merugikan negara hingga Rp 5 triliun.

Dia menegaskan bahwa keputusan pemerintah memberikan blanket guarantee kepada Bank Century tidak sesuai usulnya kepada presiden. Menghadapi ancaman krisis, Kalla menekankan, pemerintah seharusnya bertindak tegas dengan menghukum bankir nakal, bukan menggelontorkan dana penyehatan.

Namun, karena keputusan sudah diambil pemerintah dan DPR sudah meminta BPK untuk memeriksa pencairan dana tersebut, Kalla menyatakan presiden melalui menteri keuangan akan menjelaskan alasannya kepada DPR. Dia yakin menteri keuangan memiliki alasan yang cukup untuk mengambil kebijakan tersebut.

Karena itu, pemerintah mempersilakan Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) mengaudit kucuran dana tersebut. ''Ini bukan persoalan saya setuju atau tidak setuju. Menkeu tentu punya alasan yang cukup karena waktu itu sedang krisis. Sekarang DPR meminta BPK memeriksa. Supaya fair, biarlah BPK periksa. Kita tunggu saja hasilnya,'' tegasnya.

Meski negara berpotensi dirugikan, Kalla masih bersyukur pemerintah tidak menerapkan kebijakan penjaminan penuh (blanket guarantee) yang diusulkan Menkeu dan disetujui Gubernur Bank Indonesia Boediono.

''Coba bayangkan kalau blanket guarantee dilaksanakan, satu bank kecil saja Rp 7 triliun. Kalau seluruh bank nakal diberi uang, (keuangan negara) bisa jebol ratusan triliun. Jadi BLBI jilid kedua. Habislah kita. Untungnya tidak jadi, cuma satu yang diberi,'' ungkapnya.

Di bagian lain, pembengkakan suntikan modal oleh LPS tersebut diindikasikan sebagai penyalahgunaan. Auditor Utama Keuangan Negara II BPK Syafri Adnan Baharuddin menyatakan, sebelum diminta DPR mengaudit investigatif penanganan Bank Century, pihaknya sudah melakukan audit pendahuluan.

Saat ditanya apakah sudah ada indikasi awal penyalahgunaan atau penyimpangan, dia menjawab tegas. ''Iya, jelas ada,'' ujarnya di Jakarta kemarin (28/8).

Menurut Syafri, pemeriksaan pendahuluan BPK dilakukan terhadap Bank Indonesia (BI) dan neraca LPS, termasuk penggelembungan suntikan dana. Dari situ, lanjut dia, indikasi penyimpangan mulai tampak. ''Kami sudah mengomunikasikan hal itu dengan BI dan LPS. Itulah yang akan kami tanyakan lebih lanjut,'' katanya.

Sebagaimana diwartakan kemarin, penanganan Bank Century membuat gerah DPR karena pemerintah melalui LPS menyuntikkan dana (bailout) hingga Rp 6,7 triliun tanpa berkonsultasi dengan DPR. Padahal, dalam kesepakatan sebelumnya, DPR hanya memberi wewenang kepada pemerintah untuk menyuntik Bank Century dengan dana Rp 1,3 triliun-Rp 1,6 triliun.

Berbagai spekulasi pun menyeruak. Di antaranya menyebutkan bahwa suntikan modal ke Bank Century itu lebih dilandasi upaya menyelamatkan dana para deposan besar seperti Grup Sampoerna dan jaringan bisnis keluarga Panigoro.

Syafri memastikan, audit investigatif BPK tidak hanya akan diarahkan pada ke mana mengalirnya dana suntikan modal Rp 6,7 triliun tersebut. ''Kita tidak ujuk-ujuk (langsung) mempersoalkan yang Rp 6,7 triliun, tapi mulai mengapa (Bank) Century kolaps, mengapa tidak ada warning dari BI, termasuk mengapa angka (suntikan modal) berubah (membengkak),'' katanya.

Menurut dia, bukti atas indikasi penyalahgunaan suntikan modal LPS memang belum ditemukan secara audit. Karena itulah, pihaknya akan mendalami melalui audit investigatif secara menyeluruh. ''Yang jelas, tidak ada kata mundur terhadap audit Century. Catat itu,'' tegasnya.

Saat ditanya apakah indikasi penyalahgunaan suntikan modal tersebut bakal menyeret nama Menteri Keuangan Sri Mulyani, Kepala Eksekutif LPS Firdaus Djaelani, dan Deputi Gubernur Senior BI Darmin Nasution (mantan Komisioner LPS), Syafri enggan menjawab. ''Kita tidak boleh menyalahkan siapa-siapa dulu. Yang jelas, dari hasil pemeriksaan awal atas LPS, ada sisi lain yang harus diungkap. Itu yang akan kami dalami,'' ujarnya.

Dia yakin Departemen Keuangan maupun BI akan bersedia kooperatif untuk membuka semua informasi terkait kronologi penanganan Bank Century. ''Kami ingin mencari pemecahannya. Kalau misalnya ada yang salah, itu siapa dan bagaimana tindakan kesalahannya,'' katanya.

Sebelumnya, anggota Komisi XI DPR Dradjad Wibowo menegaskan, penyelamatan Bank Century berpotensi merugikan negara Rp 4,5 triliun-Rp 5 triliun pada 2011, saat LPS harus melepas kepemilikannya. Dia juga mempertanyakan penyelamatan yang diawali dengan pernyataan Bank Century sebagai bank gagal yang berpotensi sistemik.

Sejak itu, LPS empat kali menyuntikkan dana ke Bank Century. Pertama pada 23 November 2008 senilai Rp 2,776 triliun (modal untuk mengembalikan rasio kecukupan modal/CAR Bank Century dari negatif 3,53 persen menjadi 8 persen). Yang kedua pada 5 Desember 2008 senilai Rp 2,201 triliun.

Ketiga pada 3 Februari 2009 sebesar Rp 1,155 triliun untuk menutup kekurangan CAR berdasar hasil perhitungan BI. Keempat pada 21 Juli 2009 senilai Rp 630 miliar. Dengan demikian, total suntikan dana yang dikucurkan LPS mencapai Rp 6,762 triliun.

Dengan total dana yang sudah dikucurkan itu, potensi kerugian mencapai Rp 4,72 triliun hingga Rp 5,22 triliun. Nilai kerugian tersebut timbul karena harga jual saham Bank Century saat didivestasi pada November 2011 diperkirakan Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun.

''Dengan ekuitas yang sekarang Rp 500 miliar, saat dijual tiga tahun lagi, diperkirakan hanya menjadi Rp 1,5 triliun-Rp 2 triliun,'' ungkap anggota Fraksi Amanat Nasional tersebut.

Dradjad mempertanyakan dasar pencairan dana hingga empat kali itu. Setiap kucuran modal biasanya disebabkan munculnya kewajiban baru bagi Bank Century dan harus ditanggung LPS. LPS dicurigai meloloskan kucuran dana USD 18 juta dari Bank Century kepada pihak tertentu yang memiliki hubungan utang-piutang dengan pemegang saham lama, tapi masih dalam proses pengadilan.

Dia menuturkan, audit investigatif BPK juga bisa menggambarkan bagaimana penanganan Bank Century ke depan, terutama pengembalian dana nasabah yang sampai saat ini masih belum jelas. ''Khususnya nasabah-nasabah kecil yang sering menjadi korban. Sebab, selama ini kan yang banyak dikembalikan baru uang milik orang kaya. Yang kecil-kecil itu bagaimana?'' ujarnya.

Dihubungi terpisah, anggota III BPK Baharuddin Aritonang menyatakan, agar penyelesaian kasus Bank Century lebih cepat, DPR bisa langsung mengirimkan surat resmi untuk meminta agar BPK mengaudit investigatif. ''Kami siap segera memproses,'' tegasnya.

Sebelumnya, Ketua Komisi XI DPR Ahmad Hafiz Zawawi menyatakan segera bertemu BPK pekan depan. (noe/owi/iro)

http://www.jawapos.co.id/
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts