Rabu, 14/10/2009 09:32 WIB
Vera Farah Bararah - detikHealth
Jakarta, Penyakit anemia tidak memandang umur bisa menyerang siapa saja mulai dari bayi hingga lansia. Selama ini banyak orang menganggap bahwa anak yang mengalami anemia karena ibunya tidak memberikan makanan yang bergizi, padahal para bapak juga turut mempengaruhi perkembangan anak.
Anemia merupakan salah satu penyakit yang sering dianggap enteng oleh kalangan masyarakat, sehingga tidak jarang banyak anak-anak yang menderita penyakit ini. Padahal jika tidak ditangani dengan benar, dalam jangka panjang penyakit ini bisa mengakibatkan penyakit jantung.
Penyakit anemia biasanya terjadi karena jumlah sel darah merah atau kadar hemoglobinnya berada di bawah normal, padahal sel darah merah ini berfungsi untuk membawa makanan dan oksigen ke seluruh tubuh. Jika terjadi anemia, maka distribusinya akan menjadi terhambat dan mempengaruhi kesehatan seseorang.
Banyak faktor yang mempengaruhi seorang anak terkena anemia yaitu kurangnya asupan zat besi, ada gangguan pada pencernaan, menderita penyakit tertentu seperti cacingan atau penyakit genetik, pendarahan dan pola makan yang tidak baik. Akibatnya anak akan merasa 5L yaitu lemah, letih, lesu, lelah dan lunglai.
"Sebaiknya untuk menjaga kesehatan anak adalah tanggung jawab kedua orangtua, bukan hanya tanggung jawab ibunya saja," ujar Dr. Adi Sasongko MA, saat seminar mengenai hasil survei anemia di Pulau Pramuka, Jakarta, Selasa (13/10/2009).
Jadi jangan cuma ibu yang disalahkan, peran bapak juga ikut menentukan kesehatan anak. Faktor yang dipengaruhi oleh kaum laki-laki adalah banyaknya bapak yang masih suka merokok, sehingga mengurangi pendapatan keluarga. Karena yang seharusnya uang tersebut bisa digunakan untuk membeli makanan jadi habis untuk membeli rokok, akibatnya asupan untuk gizi anak menjadi berkurang. Jika bapak mulai bisa mengurangi atau berhenti merokok maka anak-anak tersebut mungkin bisa menikmati makanan bergizi lainnya.
"Pemberian suplemen penambah darah hanya untuk membantu saja, tapi tetap diperlukan asupan makanan yang mengandung zat besi dan juga didukung oleh sayuran dan buah yang dapat membantu penyerapan zat besi dalam tubuh menjadi lebih maksimal," tambah Adi.
Para ibu juga harus lebih kreatif dalam menciptakan berbagai makanan, karena banyak anak-anak sekarang yang tidak suka makan sayur-sayuran atau ikan. Jika anak tidak suka sayur, ibu-ibu bisa menggunakan cara dengan menghancurkan sayuran lalu dicampurkan dalam makanan anak-anak sehingga bentuknya sudah tidak seperti sayuran lagi dan rasanya sudah tercampur dengan bahan yang lain.
Anemia ini juga bisa berkaitan erat dengan penyakit cacingan dan ini dipengaruhi oleh faktor lingkungan. Anak-anak yang suka bermain di lingkungan yang kotor sangat rentan terkena penyakit cacingan, akibatnya cacing akan mengambil nutrisi yang ada dalam tubuh termasuk zat besi sehingga menyebabkan anak mengalami kekurangan gizi.
"Dalam jangka panjang asupan zat besi yang masuk dalam tubuh juga semakin menurun dan hal ini bisa memicu terjadinya anemia pada anak-anak," ungkap Adi.
Seperti survei yang dilakukan terhadap 2.345 anak sekolah dasar di 8 pulau (Pulau Panggang, Pulau Pramuka, Pulau Kelapa, Pulau Harapan, Pulau Pari, Pulau Tidung Besar, Pulau Tidung Kecil dan Pulau Untung Jawa) yang ada di Kepulauan Seribu. Dalam survei tersebut didapatkan anak yang mengalami status gizi kurang berdasarkan berat badan sebesar 28,4 persen akibat kurang gizi akut, sedangkan jika berdasarkan tinggi badan sebesar 29,3 persen akibat kurang gizi kronik.
Adi mengungkapkan jika banyak anak yang mengalami kekurangan gizi akan berdampak pada masalah kualitas sumber daya manusia di pulau tersebut pada masa mendatang serta bisa memicu timbulnya penyakit seperti cacingan dan anemia. Untuk bisa mengatasi permasalahan tersebut dibutuhkan upaya jangka panjang dan berkelanjutan.
Hal lain yang bisa dilakukan untuk menurunkan angka kekurangan gizi tersebut adalah dengan mengurangi konsumsi jajanan pada anak-anak dengan membuat berbagai variasi makanan di rumah, sehingga anak akan lebih suka makan di rumah dibandingkan dengan jajan di luar. Selain itu bisa juga dengan mengadakan program makan bersama ditingkat sekolah dasar minimal seminggu sekali.
(ver/ir)
http://health.detik.com/read/2009/10/14/093243/1221026/775/anak-anemia-bukan-salah-ibu-semata
Post a Comment