Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Puasa dan Konsumerisme

29/09/2009 16:15

Setiap kali Ramadan datang kita menyaksikan perusahaan-perusahaan berlomba memberi layanan konsumen. Mereka membuang duit banyak untuk iklan yang sifatnya memberi bantuan kepada konsumen agar beribadah dengan tenang. Ada yang menyediakan suara azan di telepon genggam, ada pula yang memberikan doa-doa, dan tak ketinggalan memberi tips menjaga kesehatan lambung selama puasa. Tidak sedikit yang memakai pemuka agama sebagai bintang iklannya yang sambil mengutip-ngutip dalil agama menyampaikan pesan perusahaan dalam kemasan dakwah dengan segala atribut keagamaannya. Mereka tampil sedemikian rupa, sampai-sampai kita sulit untuk membedakan apakah dia sedang berkotbah atau tengah menyampaikan pesan komersial. Bahkan sukar untuk membedakan apakah dia sebenarnya seorang selebriti yang tengah membintangi produk iklan atau pendakwah agama?

Tidak hanya di media massa, iklan juga menyerbu jalan-jalan yang dilalui pemudik. Di pinggir-pinggir jalan berderet tempat istirahat dengan penganan untuk pemudik yang lapar dan haus. Kendaraan Anda bermasalah? Tinggal mampir di bengkel motor yang siaga 24 jam di nyaris setiap kilometer di sepanjang jalan. Pokoknya mereka, para perusahaan itu, seperti tengah mengamalkan anjuran agama: berlomba-lombalah berbuat kebajikan.

Tapi apakah semua itu benar adanya? Nah, bersiap-siaplah menghadapi belokan tak terduga dari semua “kebajikan” korporasi itu semata-mata karena memang tak ada, setidak-tidaknya sedikit sekali, kebajikan yang ikhlas dari semua pesan perusahaan itu.

Percayalah, perusahaan didirikan untuk tujuan tunggal: mengejar untung. Tidak lebih tidak kurang. Maka itu, iklan tetaplah iklan. Prinsipnya adalah meningkatkan penjualan dan karenanya mereka beriklan sebanyak mungkin lewat berbagai cara dan medium. Bahkan jika langit dan laut sekali pun bisa dijadikan medium beriklan, mereka akan melakukannya. Jadi, jangan senang dulu jika pada bulan puasa korporasi bisnis itu seperti amat religius atau peduli dengan pengembangan agama.

Korporasi bisnis itu memanipulasi kita, maksudnya konsumen, dengan segala cara lewat iklan agar kita terprovokasi untuk berbelanja. Kita dikondisikan seakan-akan tidak dekat dengan Tuhan jika tak memakai telepon genggam yang berisi doa-doa di bulan puasa. Otak kita dicuci untuk membeli sesuatu yang sebenarnya adalah kebutuhan palsu, kebutuhan yang diciptakan oleh iklan yang begitu cerdiknya memainkan sentimen agama.

Belanja iklan selama bulan puasa meningkat pesat semata-mata karena dalam bulan ini konsumen gampang digoda, bukan karena korporasi itu memilik tingkat spritualisme tinggi. Sama sekali jauh dari urusan itu. Selama bulan puasa, kita mengalami terpaan iklan ribuan kali. Bukan karena perusahaan itu peduli dengan ibadah puasa kita, melainkan karena mereka tengah menjaring pembeli.

Tragisnya, sebagian dari kita termakan oleh provokasi iklan selama puasa. Pada bulan seharusnya kita menahan diri, termasuk dalam soal konsumsi, justru malah kita seboros-borosnya. Tanpa bermaksud menjadi antikonsumerisme, saatnya kita mempertimbangkan untuk membentengi diri dari serbuan iklan, minimal selama puasa. Jangan mereduksi kesucian puasa dengan mengumbar nafsu belanja yang nyata-nyata digerakkan oleh kekuatan iklan. Sepakatkah kita?

Rahman Andi Mangussara
Kepala Departemen Liputan6.com

http://berita.liputan6.com/producer/200909/245747/Puasa.dan.Konsumerisme
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts