[ Jum'at, 20 November 2009 ]
JAKARTA - Kenaikan tarif cukai rokok memicu reaksi di kalangan produsen. Utamanya produsen rokok putih. Ini bisa dimaklumi lantaran rokok putih terkena kenaikan tarif cukai lebih tinggi.
Ketua Gabungan Produsen Rokok Putih Indonesia (Gaprindo) Muhaimin Moefti mengatakan, pihaknya bisa memahami kenaikan tarif cukai yang memang sesuai dengan roadmap kebijakan pemerintah. ''Tapi, setelah melihat angka (kenaikan tarif) nya, kami kaget, kok besar begini,'' ujarnya saat diskusi dengan wartawan di Kantor Gaprindo kemarin (19/11).
Dalam kenaikan tarif cukai, rokok putih (Sigaret Putih Mesin/SPM) memang mengalami kenaikan antara Rp 20-45 per batang, atau 6,9 - 31,3 persen. Sementara, rokok kretek (Sigaret Kretek Mesin/SKM) untuk semua golongan naik Rp 20 per batang. Jika dibandingkan dengan tarif cukai lama, kenaikannya berkisar 6,9 - 14,8 persen.
Dengan kenaikan Rp 20 per batang, rokok kretek yang perbungkusnya rata-rata berisi 12 batang bakal naik Rp 240 per bungkus. Adapun rokok putih yang kebanyakan naik Rp 45 per batang dan per bungkus berisi 20 batang berpotensi naik hingga Rp 900 per bungkus.
''Perbedaan kenaikan tarif cukai untuk jenis SKM dan SPM memaksa produsen rokok putih untuk menaikkan harga lebih tinggi dibandingkan rokok kretek. Akibatnya, daya saing rokok putih pun terancam melemah. Selanjutnya, ya industri bisa menyusut,'' jelasnya.
Dalam anatomi industri rokok Indonesia, dari total produksi 2008 yang sebanyak 235 miliar batang dan proyeksi 240 miliar batang tahun ini, rokok putih hanya memiliki pangsa sekitar 7 persen/ Sementara, 93 persen lainnya dikuasai oleh rokok kretek. ''Kalau tahun depan cukai (rokok putih) naik lebih tinggi, maka pangsa pasar bisa saja turun,'' terangnya.
Terpisah, Ketua Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri) Ismanu Soemiran mengatakan, jika dibandingkan dengan usulan pemerintah sebelumnya yang meminta kenaikan rata-rata 25 persen, maka kenaikan kali ini masih kompromistis. (owi/bas)
http://www.jawapos.com/
Post a Comment