Tetapi ekspresi kepedulian lingkungan tidak cukup hanya sekadar "saya sudah membuang sampah pada tempatnya." "Tapi saya kan sudah peduli lingkungan mengumpulkan sampah pada tempatnya dan saya sudah membayar retribusi sampah. Setiap hari sampah saya diangkut oleh petugas kebersihan. Tidak ada lagi sampah di rumah saya," mungkin demikian komentar Anda.
Sikap seperti itu sering disebut NIMBY. NIMBY adalah singkatan dari "Not in my backyard," atau terjemahannya, "Asal tidak di halaman saya." Anda menjaga rumah dan halaman rumah Anda bebas dari sampah. Sampah-sampah setiap hari "disingkirkan" ke luar rumah dengan membayar uang retribusi sampah. "Saya sudah membayar retribusi sampah. Jadi sampah yang sudah diangkut bukan urusan saya lagi. Rumah saya sudah bebas sampah dan saya sudah menjalankan kewajiban."

Semakin lama pesisir utara Jakarta dipenuhi sampah plastik yang tidak bisa hancur. Sebagian besar sampah akan berakhir di tempat pembuangan akhir di Bantar Gebang, Bekasi. Para pemulung akan mengambil barang-barang bekas, sampah plastik, kertas, dan sampah lainnya yang bisa dimanfaatkan kembali. Semakin lama sampah Bantar Gebang menggunung. Siapa yang bertanggung jawab atas sampah di Bantar Gebang? Pemda DKI? Atau Pemda Bekasi? Jika Anda sungguh-sungguh ingin peduli lingkungan, tanggung jawab Anda belum selesai hanya dengan membuang sampah di tempat sampah dan tertib membayar retribusi sampah yang cukup mahal setiap bulan. Jika semua orang bepikir seperti itu, bumi ini lama-kelamaan akan dipenuhi oleh sampah. Tanggung jawab lebih besar ada pada industri yang menghasilkan produk menggunakan kemasan terbuat dari plastik, misalnya industri makanan. Coba cermati sampah-sampah yang ada di bantar gebang atau sampah yang terdampar di pesisir utara Jakarta. Sampah plastik adalah jenis sampah paling banyak menumpuk di Bantar Gebang maupun di pesisir utara Jakarta. Jika dicermati lebih jauh, plastik-plastik (yang kebanyakan adalah bekas kemasan shampo, mie instan, botol mineral) ada mereknya, mulai dari Indofood sampai Aqua. Kebanyakan sampah plastik bekas kemasan berasal dari industri makanan. Perusahaan-perusahaan itu setelah memproduksi dan menjual produknya, mengolah limbah cair dan limbah padat yang dihasilkan dari proses produksi, merasa sudah menjalankan tanggung jawabnya. Mereka merasa sudah memenuhi tanggung jawab tidak mencemari lingkungan.
Itu dulu. Sekarang ada life cycle analysis yang melihat tanggung jawab industri tidak hanya pada saat proses produksi saja tetapi mulai dari pengambilan bahan baku sampai produknya selesai dikonsumsi (menjadi limbah). Tanggung jawab industri, "from cradle to grave" Indofood masih bertanggung jawab untuk menangani sampah-sampah bekas kemasan plastik produk mereka. Aqua bertanggung jawab atas sampah-sampah botol plastik bekas. Unilever bertanggung jawab atas botol dan plastik kemasan bekas shampo Sunsilk, plastik tube Pepsodent, dan produk lainnya. Artinya setiap orang bertanggung jawab atas sampah yang dihasilkannya. Salah satu bentuk tanggung jawab Anda adalah dengan sedikit mungkin menghasilkan sampah dalam hidup ini. Bagaimana caranya? Jadilah konsumen hijau. Ada tiga prinsip konsumen hijau yang tidak bisa diubah urutannya, yaitu sedapat mungkin mengurangi konsumsi (reduce), jika tidak mungkin mengurangi konsumsi maka maksimalkan pemanfaatan sumber daya (reuse), dan jika sudah tidak mungkin memanfaatkan sumber daya berkali-kali barulah mencoba mendaur ulang (recycle). Prinsip konsumen hijau ini tidak boleh dibolak-balik urutannya. Berikut ini beberapa tips membantu mengurangi sampah yang bisa dijalankan konsumen hijau:
- Hindari menggunakan kemasan plastik. Gantilah kantong plastik dengan kantong kertas atau kantong kain yang bisa dipakai berulang-ulang. Jika tidak mungkin menghindari kemasan plastik, cobalah paling tidak semaksimal mungkin mengurangi penggunaan kemasan plastik. Misalnya, ketika berbelanja di pasar swalayan gunakan tas kain untuk membawa belanjaan Anda.
- Jangan gunakan kemasan stirofoam, selain karena stirofoam tidak bisa hancur sampai ratusan tahun lamanya. Sekarang ini banyak restoran cepat saji menggunakan wadah makanan terbuat dari stirofoam. Pilihlah restoran yang hanya menyajikan makanan di piring beling yang bisa dipergunakan berkali-kali.
- Pisahkan sampah rumah Anda menjadi sampah organik sisa makanan, sampah kertas bersih, sampah non-organik seperti plastik, kain nilon dan lain-lain. Sampah organik tidak perlu dibuang di tempat sampah, cukup dimasukkan ke dalam tanah di halaman Anda. Di dalam tanah sampah organik akan membusuk dan membuat tanah menjadi subur.
- Sampah berupa kertas, beling, plastik-plastik tertentu (jenis plastik termoplastik), bisa diberikan kepada pemulung untuk diolah kembali menjadi produk berguna.
- Jangan membeli produk yang kemasannya lebih banyak dibandingkan produknya.
- Buatlah gerakan bersih di pesisir, sekolah, tempat kerja. Kumpulkan sampah-sampah plastik sesuai dengan asal pabriknya. Kemudian sampah-sampah plastik itu dikirim ke pabrik asalnya karena sampah-sampah itu masih menjadi tanggung jawab pabrik-pabrik itu. Jika Anda menjalankan tips di atas, Anda akan heran betapa sedikitnya sampah yang Anda hasilkan.
Source: Sinar Harapan, 2 Juli 2001
Post a Comment