Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Disinsentif Listrik Langgar UU

BANDUNG, (PR). Program insentif dan disinsentif listrik yang akan diberlakukan mulai April 2008, dinilai melanggar UU No. 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen.
Sementara itu, beberapa kalangan mendesak agar program tersebut dibatalkan karena dinilai terjadi pembohongan publik. Sebab, program tersebut dinilai sebagai akal-akalan pemerintah untuk menaikkan tarif dasar listrik (TDL).
Menurut Ketua Komisi I Bidang Penelitian Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) pusat, Johannes Gunawan, kebijakan PLN untuk menerapkan sistem insentif dan disinsentif dinilai sebagai bentuk lain dari kenaikan tarif listrik. "Hanya modusnya yang berbeda, namun ujung-ujungnya tetap ada kenaikan," tutur Johanes kepada "PR" di Bandung, Rabu (5/3).
Menurut dia, hal tersebut bertentangan dengan janji pemerintah untuk tidak menaikkan tarif listrik selama 2008. Penerapan mekanisme insentif dan disinsentif, dinilai merupakan pelanggaran terhadap UU No. 8 Tahun 1999 mengenai perlindungan konsumen.
Johannes mengemukakan, PLN baru boleh menaikkan tarif listrik jika sudah memenuhi standar mengenai ketenagalistrikan. "Penuhi standar dulu, kalau sekarang masih belum. Pasokan energi listrik saja masih sering kacau," kata Johannes.
Ditambahkan, mekanisme insentif dan disinsentif merupakan kebijakan yang tidak memihak kepada rakyat kecil. "Hanya kalangan yang memiliki energi alternatif lain yang bisa mengurangi ketergantungannya kepada listrik. Kalangan rakyat kecil tak bisa berkutik," ucap Johannes.
Sementara itu, menurut Ketua Umum Himpunan Lembaga Perlindungan Konsumen Swadaya Masyarakat (LPKSM) Jabar-Banten-DKI, Firman T. Endipraja, jika mekanisme insentif dan disinsentif jadi diterapkan, PLN juga melanggar pasal 1 ayat 3 UU Perlindungan Konsumen. Pasal ini menyebut, jika ada kebijakan baru dari pelaku usaha, dalam hal ini adalah BUMN, maka harus ada persetujuan dari konsumen.
Konsumen sebagai pelanggan PLN, menurut Firman, harusnya diajak berkompromi sebelum pemberlakuan tarif tersebut. "Lagi pula kan bisa lewat anggota dewan. Namun, sejauh yang saya dengar, belum ada," ujar Firman.
Firman mengatakan, tarif insentif dan disinsentif tak ubahnya sebagai pungutan yang tidak jelas, karena tidak dapat dimasukkan dalam kategori apa pun. "Disebut sebagai kenaikan TDL, bukan, soalnya tidak eksplisit. Tapi ada disinsentif, berarti ada pungutan, itu satu bentuk pemaksaan terhadap konsumen," kata Firman.
Untuk kalangan industri kecil dan menengah yang dapat digolongkan sebagai konsumen rumah tangga, menurut Firman, program insentif dan disinsentif dinilai sebagai suatu bentuk yang dapat membatasi ruang gerak usaha. Penerapan sistem tersebut juga dirasakan tumpang tindih dengan sistem PLN yang lain. "Belum lama dikeluarkan sistem prabayar yang juga tidak disosialisasikan dengan baik. Sekarang, sudah ada kebijakan baru, konsumen bisa bingung," kata Firman.

Batalkan disinsentif
Pemerintah harus membatalkan rencana pemberlakuan program insentif dan disinsentif listrik. Program ini dinilai sebagai akal-akalan pemerintah, dan merupakan pembohongan publik yang dialamatkan kepada pelanggan listrik. Sebaiknya, pemerintah secara terbuka mengumumkan kenaikan tarif dasar listrik (TDL).
Kenaikannya dilakukan secara bertahap, jangan tiba-tiba naik 20 persen. Selain itu, pemerintah didesak agar segera mengganti Direksi PT PLN yang dinilai gagal dalam menangani program efisiensi kelistrikan nasional.
"Batalkan saja rencana pemberlakuan program disinsentif dan insentif itu. Kalau mau naik, naikkan saja (TDL-red.). Jangan setengah-setengah. Sebab, penerapan program disinsentif dan insentif sulit dikontrol oleh pemakainya," ujar Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi kepada "PR", di Jakarta, Rabu (5/3).
Pengamat ekonomi Indef M. Fadhil Hasan mengatakan, lebih baik pemerintah mengumumkan kepada masyarakat bakal terjadi kenaikan TDL ketimbang dengan akal-akalan program disinsentif dan insentif itu. Sebab, jika melihat keadaan pemakaian listrik sekarang, bisa dipastikan sekitar 60 persen pelanggan akan terkena disinsentif (denda). "Lebih baik umumkan saja terjadi kenaikan tarif listrik," kata Fadhil.
Baik Sofyan ataupun Fadhil menyoroti ketidakefisienan yang masih terjadi di PT PLN. Akibatnya, konsumen dikorbankan. Harusnya, inefisiensi yang terjadi di tubuh PLN itu yang harus menjadi perhatian utama pemerintah.
Sofjan mengaku, jika pemerintah menerapkan kenaikan TDL ataupun program disinsentif, hal ini akan menurunkan daya saing produk-produk Indonesia. "Sudah semakin lemah di pasar luar negeri, pasar domestik pun akan stagnan. Masyarakat tidak akan melakukan pembelian karena semua harga naik. Apalagi, tarif listrik pun naik," ujarnya menjelaskan. (A-75/CA-175) ***

Source: Pikiran Rakyat, 9 Maret 2008
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts