Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Konsumen Belum Mengerti Peruntukan Gula Rafinasi

Gula rafinasi diperkirakan masih banyak beredar di pasar-pasar tradisional di provinsi DI Yogyakarta. Peredaran ini disinyalir bisa terjadi karena adanya pemasok, dalam hal ini pedagang keliling. Kurangnya pengetahuan pedagang di pasar tradisional bahwa gula tersebut hanya diperuntukkan bagi industri makanan dan minuman juga menjadi penyebab. Kepala Bidang Perdagangan Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi (Disperindagkop) DIY Riyadi Ida Bagus mengatakan penjualan gula rafinasi hanya bisa dilakukan melalui distributor resmi. Sedang untuk perusahaan skala besar, telah diberi kebebasan untuk mengimpor sendiri.
"Toko kecil tidak boleh menjual gula ini, karena nanti akan cenderung dibeli oleh masyarakat, bukan oleh industri makanan," ujar Riyadi, di sela-sela operasi gula rafinasi di pasar Sentul, Kota Yogyakarta, Selasa (9/9). Operasi yang sama dilakukan di Pasar Gamping, Pasar Sentolo, dan Supermarket Superindo.
Kecuali Superindo, petugas menemukan gula yang sama di tiga pasar yang dirazia. Di Pasar Sentul, misalnya, petugas Disperindagkop menangkap tangan seorang pemilik toko yang tengah mengemas gula rafinasi dari zak berukuran 50 kilogram ke dalam kantung plastik kiloan.
Menurut pemiliknya, gula itu dibeli dari pedagang keliling seharga Rp 280.000 per zak. Gula ini dipecah-pecah dalam kemasan kantung plastik kecil seharga Rp 6.000 per kilogram, atau lebih mahal Rp 300 dibanding gula pasir lokal.
Operasi kali ini ternyata mampu menarik perhatian konsumen. Banyak warga yang tengah belanja di pasar, menyempatkan diri menghampiri petugas dinas sambil menanyakan seputar apa itu gula rafinasi dan mengapa tidak boleh dijual bebas di toko tradisional.
Gula yang menggunakan bahan dasar (raw sugar) luar negeri, seperti Thailand dan Australia itu banyak diminati karena warnanya yang lebih putih dibanding gula lokal. Rasanya yang tidak terlalu manis, juga menjadi pertimbangan banyak orang.
Menurut Riyadi, gula rafinasi diharapkan sudah tidak ada lagi di pasaran pada akhir September mendatang. "Berdasar ketentuan Direktorat Jenderal Perdagangan Dalam Negeri menginginkan tidak ada lagi gula rafinasi di toko-toko," katanya.
Disinggung adanya penarikan gula, Kepala Seksi Pengadaan dan Pengeluaran Bidang Perdagangan Disperindagkop DIY Setyawati mengatakan itu menjadi keweangan Kepolisian Daerah (Polda) DIY. Pihaknya berusaha koordinasi dengan Polda. Sejauh ini, yang dilakukan disperindagkop masih bersifat memberikan imbauan dan pembinaan kepada pedagang. "Kewenangan Disperindagkop adalah menyebarkan ke tingkat II (kabupaten/kota). Tingkat II yang nantinya akan menurunkan pada sub-sub bidangnya, untuk dilakukan pembinaan (terhadap pedagang)," katanya. Sehari sebelumnya, Disperindagkop DIY telah mengundang para distributor gula. Mereka diberi arahan seputar ketentuan penjualan gula rafinasi.
Peredaran gula rafinasi di Yogyakarta memang sempat dikeluhkan para petani tebu. Mereka yang tergabung dalam Asosiasi Petani Tebu Rakyat Indonesia DIY menganggap keberadaan gula rafinasi telah menjatuhkan harga gula lokal. Mereka juga meminta gula tersebut ditarik dari pasaran. (WER)

Source: Kompas, 9 September 2008
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts