Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Larangan Merokok, Siapa Peduli!

Rokok dan kebiasaan merokok sepertinya sudah sangat melekat dalam kehidupan masyarakat kita. Jika menganalogikan sebuah hegemoni (secara umum dipahami sebagai kekuatan yang dalam jangka waktu lama menguasai orang/kelompok orang, yang terjadi tanpa disadari—bahkan justru dinikmati—oleh pihak yang dikuasai), maka merokok sudah menghegemoni dengan kuatnya. Khususnya di pedesaan, kegiatan merokok seolah menjadi pemisah antara kebutuhan laki-laki dewasa dan perempuan.
Bagi penikmat rokok, apabila ada fatwa haram merokok, mungkin merupakan “bencana besar terlucu” yang pernah terdengar. Kebebasan dalam menikmati dan mendapatkan rokok, acap kali menjadi alasan pertumbuhan jumlah perokok di Indonesia yang mengalami kenaikan tiap tahunnya. Di negara maju himbauan larangan merokok di tempat umum, serta orang yang merokok harus berusia di atas 18 tahun, sangat efektif diterapkan. Selain itu iklan ataupun promosi rokok juga diawasi secara ketat.
Pertanyaannya sekarang adalah, bagaimana jika ketentuan itu dilakukan di Indonesia? Bisa dipastikan reaksi perlawanan akan sangat besar gelombangnya. Karena itu, untuk mengetahui kuatnya hegemoni kebiasaan merokok dalam masyarakat, perlu juga dilakukan studi sosial yang komprehensif (menyeluruh).

Simbol Identitas dan Perlawanan
Beberapa literatur menyebutkan, sejak tahun 1830 komoditas perkebunan berupa tembakau mulai dikenalkan di Jawa dan Sumatra oleh pemerintah kolonial Belanda. Kebijakan cultur stelsel atau tanam paksa mengakibatkan kebanyakan petani di Jawa mengenal pembudidayaan tembakau sebagai alternatif pertanian selain padi, ketela, dan hasil pertanian lainnya. Jenis tembakau virginia dan bremen bagi petani Jawa sudah tidak asing lagi, bahkan sebagian orang menyebut jenis tembakau tersebut tembakau Jawa.
Dalam dunia pergerakan nasional memang belum ada referensi yang menyatakan hubungan antara pengaruh industri rokok dan tumbuhnya nasionalisme waktu itu. Namun dari beberapa dokumen sejarah menyebutkan, kelompok nasionalis tradisional di Jawa dan Sumatra sering memberikan jamuan berupa tembakau iris (rokok linting) sebagai pelengkap hidangan alam setiap pertemuan.

Merintis Kesadaran Kritis
Melihat dampak buruk rokok, penting dilakukan sebuah regulasi (aturan) mengenai pengendalian perdagangan rokok di tempat umum. Hal ini penting karena calon-calon perokok baru yang masih dikategorikan anak-anak bisa dijangkau, dengan harapan anak-anak “terproteksi” dan tidak menjadi calon perokok baru. Undang undang pertembakauan yang mengatur penjualan rokok memang sudah dikeluarkan. Adanya kewajiban bagi produsen rokok untuk menyertakan batasan usia yang diperbolehkan merokok, serta dampak negatif yang ditimbulkan rokok, sampai saat ini dirasa kurang efektif mengendalikan peningkatan jumlah perokok.
Dari sekian banyak peraturan yang mengatur soal rokok, tidak ada satu pun pasal yang dengan tegas melarang anak merokok atau melarang orang tua menyuruh anak membeli dan menjual rokok. Ketiadaan pasal dan larangan tegas menjadikan pemerintah, aparat penegak hukum, tenaga pendidik dan orangtua kesulitan menghentikan kebiasaan merokok anak-anak sekolah. Sebagai pembanding, negara-negara lain seperti Amerika Serikat, Jepang, Malaysia, dan Thailand, dapat menurunkan jumlah perokok aktif dengan membuat UU larangan merokok pada anak. Hasil penelitian Forum Komunikasi Perlindungan dan Pengembangan Anak Indonesia (FK PPAI) tahun 2006, anak laki-laki berusia 7-12 tahun di Indonesia sudah mulai merokok. Karena itu, kita harus memiliki UU yang tegas melarang anak usia sekolah untuk merokok.
Bahaya rokok sangat serius, seperti kanker, bronkitis, stroke, hingga jantung. Bahkan ada indikasi, setiap tahun, sekitar 57 ribu orang di Indonesia meninggal karena kebiasaan merokok. Selain itu kebiasaan merokok merupakan pemicu untuk mengkonsumsi penggunaan NAPSA (narkotika, psikotropika dan obat berbahaya lainnya).
Merokok adalah pilihan seseorang, namun dengan membiarkan semakin panjangnya antrian para perokok baru, tentu tidak bisa dibiarkan. Peran pemerintah harus semakin jelas. Salah satu upaya yang bisa ditempuh adalah: (1) Adanya peraturan yang jelas tentang upaya penurunan jumlah perokok aktif—terutama bagi anak-anak—perlu segera direalisasikan; (2) Memperbanyak wilayah publik untuk kawasan bebas rokok; (3) Menyediakan sarana untuk perokok secara selektif. Upaya-upaya tersebut diharapkan mampu meredam pertumbuhan jumlah perokok, sehingga diharapkan kesadaran masyarakat untuk tidak merokok mulai menguat.
Kesadaran untuk tidak merokok saat ini memang terbatas ruangnya. Contohnya, SPBU (stasiun pengisian bahan bakar) yang sedang beroperasi, merupakan “kawasan bebas rokok” dan selalu dipatuhi masyarakat. Mengapa demikian? Karena bahaya merokok di SPBU nyata tergambar dalam pemikiran masyarakat luas, khususnya si perokok. Adalah tanggungjawab kita untuk membangun kesadaran bersama tentang bahaya merokok. Bukan saja bahaya merokok di SPBU, tapi juga bahaya merokok dalam kehidupan sehari-hari, yaitu bahayanya bagi kesehatan kita, dan dengan kata lain bahaya merokok bagi masa depan hidup kita bersama.***

By: Irfan
Source: www.kakak.org, 12 September 2008
1 comments:

Secondhand smoke, also know as environmental tobacco smoke (ETS), is a mixture of the smoke given off by the burning end of a cigarette, pipe or cigar and the smoke exhaled from the lungs of smokers. It is involuntarily inhaled by nonsmokers, lingers in the air hours after cigarettes have been extinguished and can cause or exacerbate a wide range of adverse health effects in children, including SIDS (Sudden Death Infant Syndrome), cancer, respiratory infections, ear infection and asthma.
Children’s exposure to secondhand smoke in Indonesia may be 43 Million.Around one-third of smokers - million people continue to smoke near children.Smoking by parents is the principal determinant of children’s exposure to secondhand smoke.

Please navigate to http://savechildfromsmokers.blogspot.com , and join this group : SAVE CHILD FROM SMOKE (Facebook Group) : working together make a smoke-free homes and smoke-free zones for all children. Dr Widodo Judarwanto, Jakarta Indonesia


Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts