Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Malpraktik Tenaga Kesehatan, Siapa yang Harus Bertanggung Jawab?

Labels: , ,
Kesehatan merupakan salah satu hal yang mutlak dibutuhkan manusia. Ironisnya, dunia medis adalah salah satu dunia yang sedikit sekali diketahui orang awam. Kelompok profesional medis dan keahliannya seakan menjadi pengetahuan yang ekslusif bagi mereka saja. Kondisi ini terjadi, bahkan saat konsumen berhadapan dengan keadaan yang menyangkut keselamatan dirinya. Padahal pasien berhak mengetahui segala hal yang berkaitan dengan perlakuan medis maupun obat yang dikonsumsinya. Ini menyangkut konsekuensi biaya, efek samping, dan efek jangka panjang konsumsi tersebut.
Pada awal berdirinya YPKKI (1998), hanya sedikit pengaduan tentang dugaan malpraktik. Namun saat ini, semakin marak pasien atau keluarganya yang mengadukan ketidakpuasan atas pelayanan tersebut. Bahkan, Puskesmas hingga RS besar dengan gedung dan fasilitas modern pun tidak luput dari pengaduan dugaan malpraktik yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya. Namun demikian, pengaduan melalui YPKKI tersebut hanyalah sebagian kecil dari berbagai kasus yang terungkap. Jauh sebelum itu, sudah banyak kasus, baik yang sudah sampai ke pengadilan maupun hanya terbatas terungkap di media cetak. Dalam hal ini, yang paling penting untuk kita ketahui adalah bagaimana seharusnya hubungan antara dokter dengan pasien? Jauh sebelum orang banyak mempertanyakan tentang hak konsumen atas bidang jasa, maka dalam hal hubungan dokter dengan pasien lebih bersifat paternalistik dan berdasarkan kepercayaan (fiduciary relationship).
Namun kini dipertanyakan, banyak faktor penyebab terjadinya pergeseran hubungan dokter dan pasien dari paternalistik ke arah hubungan yang lebih seimbang. Perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi di bidang ilmu kedokteran, perubahan sosial budaya, pandangan hidup dan cara berpikir serta globalisasi merupakan faktor-faktor yang turut andil menentukan perubahan tersebut. Dari perspektif perlindungan konsumen, maraknya tuntutan pasien terhadap cara dan hasil kerja dokter atau para medis merupakan gejala positif. Ini menandakan mulai tumbuhnya kesadaran konsumen akan hak-haknya, yaitu antara lain untuk memperoleh pelayanan yang baik maupun ganti rugi, bila dokter terbukti melakukan malpraktik.
Dalam malpraktik medik, selain aspek hukum perdata, juga melekat di dalamnya aspek hukum pidana. Meskipun dalam hal perlindungan konsumen cenderung berkaitan dengan segi perdata. Untuk dapat dikatakan telah terjadi malpraktik medis menurut hukum perdata adalah:
  • Telah terjadi penyimpangan dari standar profesi kedokteran. Namun sayangnya, hingga saat ini Peraturan Pemerintah (PP) tentang Standar Profesi yang diamanatkan UU No. 23/1992 tentang Kesehatan belum ada.
  • Ada kelalaian atau kekurang hati-hatian meskipun hanya kelalaian ringan (culpa levis)
  • Adanya kaitan sebab akibat (kausal) antara tindakan medis dengan kerugian yang diakibatkan oleh tindakan tersebut.
Karena itulah, yang menjadi pertanyaan yaitu siapakah yang akan bertanggung jawab bila terjadi malpraktik? Apakah dokter, paramedis atau pihak rumah sakit?
Rumah sakit pada dasarnya bertanggung jawab secara perdata terhadap semua kegiatan yang dilakukan oleh tenaga kesehatannya. Hal ini sesuai dengan pasal 1367 ayat 3 Burgerlijk Wetboek (BW): "Bahwa majikan-majikan dan mereka yang mengangkat orang lain untuk urusan-urusan mereka, adalah bertanggung jawab tentang kerugian yang diterbitkan oleh pelayan-pelayan atau bawahan mereka dalam melakukan pekerjaan untuk mana orang-orang ini dipakainya". Dengan demikian, bila pasien tidak puas atas jasa pelayanan rumah sakit--apakah itu akibat ulah perilaku perawat atau dokter--pasien dapat menuntut dan menggugat rumah sakit. Pasien tidak perlu memikirkan tentang relasi hukum dan tanggung jawab profesi tenaga kesehatan yang berbeda-beda. Biarkan pimpinan rumah sakit yang kemudian menetapkan siapa yang melakukan kelalaian atau kesalahan.
Memang, selama ini umumnya pasien sebagai pengguna jasa pelayanan kesehatan cenderung lebih banyak bersikap pasrah alias nrimo. Padahal sebagai konsumen kesehatan, berdasarkan UU No. 8/1999 tentang Perlindungan Konsumen, pasien antara lain juga berhak atas keamanan, kenyamanan, dan keselamatan, informasi yang benar, jelas, dan jujur, serta menuntut ganti rugi bila dokter atau tenaga kesehatan lainnya selama melakukan pelayanan kesehatan ternyata melakukan kesalahan atau kelalaian yang merugikan pasien.

Source: CBN http://cybermed.cbn.net.id/detil.asp?kategori=Konsumen&newsno=149, 29 September 2005
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts