Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Pilih Nama Partai Gurem

Mulai 1 Juli 2008 lalu Partai Demokrat di Australia meninggalkan parlemen. Mereka tidak memiliki kursi lagi setelah di pemilu (pemilihan umum) 2007 hanya meraih 1,3 persen suara. Pidato perpisahan yang menggelitik sekaligus penuh keharuan sudah disampaikan oleh empat senator yang tersisa tahun ini hari Rabu 25 Juli lalu di Canberra. Partai yang mengusung ideologi Sosial Liberalisme ini resmi mengakhiri kiprahnya yang dimulai sejak tahun 1977.
Slogan partai ini unik: "Keep The Bastard Honest". Bastard makna sebenarnya adalah anak yang lahir dari perkawinan tidak resmi. Atau dalam terminologi masa lalu disebut sebagai anak haram. Bolehlah dalam terjemahan bebas dan kasar kita memaknakan "bastard" itu sebagai "para bajingan". Jadi, partai ini punya keinginan memelihara kejujuran para bajingan.
Siapa yang dimaksud "bajingan" itu? Tidak lain adalah para elit-elit partai yang duduk di parlemen. Jadi, Partai Demokrat Australia ada dengan misi menjaga kejujuran para elit politik yang mereka istilahkan dengan bastard itu.
Partai ini lahir dari keinginan tokoh Partai Liberal Don Chipp untuk menjaga keseimbangan di parlemen. Don Chipp kemudian mundur dari partainya dan bersama sejumlah kolega mendirikan Australian Democrat.
Tahun pertama partai ini mampu mengeruk 11,1 persen suara. Namun, kemudian terus menurun hingga hanya 8,5 persen di pemilu 1986. Tahun 1990, Partai Demokrat kembali melonjak perolehan suaranya menjadi 12,6 persen dan kemudian terus menurun kembali hingga di pemilu 2007 kemarin suaranya tinggal 1,3 persen. Jadi, selamat tinggal Partai Demokrat Australia.
Kisah Partai Demokrat Australia itu rupanya berbeda dengan partai bernama sama di
Indonesia. Sama-sama memakai nama Demokrat Partai Demokrat Indonesia justru di atas angin. Mereka tampil mengejutkan dalam pemilu 2004. Bahkan, mengantar Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) jadi presiden.
Nasib Partai Demokrat ini mungkin mengilhami para tokoh lain sehingga untuk pemilu 2009 nanti kembali lahir puluhan partai baru. Sebagian lolos ikut pemilu. Sebagian lagi gagal. Mungkin, para pendiri partai ini beranggapan siapa pun bisa bernasib seperti Partai Demokrat. Tidak diperhitungkan tapi sanggup meraup dukungan. Tapi, di sisi lain, fenomena ini melanggengkan budaya mendirikan partai baru di Indonesia.
Dalam salah satu kesempatan wawancara dengan Prof Ichlasul Amal untuk satu acara di Radio SBS saya sempat menanyakan kecenderungan orang Indonesia yang gemar bikin partai. Pak Amal sendiri heran dengan hobi para elit itu. Padahal ongkosnya tidak sedikit.
Beliau mengira hobi itu akan berkurang di tahun 2008 ini karena orang belajar dari tahun 1999 dan 2004. Tapi, ternyata tidak. Miliaran bahkan mungkin triliunan duit berputar dalam proses pembentukan partai-partai itu. Partai, sepertinya memang menjadi barang dagangan.
Menurut Pak Amal salah satu alasan para tokoh mendirikan partai adalah karena semua ingin menjadi tokoh utama. Dan, itu bisa dicapai hanya dengan mendirikan partai sendiri.
Dalam sesi wawancara lain juga untuk Radio SBS Sydney saya menyampaikan pertanyaan yang senada kepada Sulastio dari Indonesian Parliamentary Centre. Menurutnya salah satu penyebab politisi gemar bikin partai baru adalah karena di Indonesia partai mendapat bantuan keuangan dari negara. Partai juga bisa mengeruk sumbangan dari kalangan bisnis. Baik melalui jalur partai maupun lewat organisasi underbow-nya.
Tahun 1999 salah satu teman kos saya di Yogya tiba-tiba saja (benar-benar tiba-tiba dalam makna yang sebenarnya) menjadi Ketua Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) sebuah partai. Saya sendiri agak lupa namanya. Saya tidak tahu bagaimana proses terpilihnya dia. Tapi, yang saya dengar semua proses itu dilakukan lewat jalur kenalan. Kenalan dalam arti seperti bisnis MLM (multilevel marketing).
Kita mengajak teman dekat untuk mau menjadi pengurus partai. Banyak yang ogah tapi banyak pula yang mau karena dijanjikan duit operasional dan tidak dibebani target. Kecuali membuat kepengurusan daerah. Tahun 1999 ini jamak dilakukan sehingga waktu verifikasi oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU) ada partai yang beralamat di warung beras, kamar kos, bahkan di bengkel sepeda.
Target partai ketika itu memang asal berdiri. Asal punya cabang. Asal ada pengurus. Asal lolos verifikasi. Dan, ikut pemilu. Partai tidak didirikan oleh perjuangan menyebarkan ideologi sehingga mereka yang masuk menjadi pengurus menjadi agen militan. Seseorang masuk menjadi anggota karena setuju pada ideologi yang diusungnya.
Tapi, Indonesia toh tidak sendiri. Di Australia juga ada puluhan partai. Bedanya, kalau sudah merasa tidak laku para pendiri partai kecil di Australia sekalian memilih nama yang cenderung tidak serius. Jadi, kalau nantinya tidak kebagian suara paling tidak ada pembenaran karena partai-partai ini lebih mirip guyonan.
Secara garis besar di Australia hanya ada tujuh partai yang punya dukungan memadai. Mereka adalah Australian Labor Party, Liberal Party of Australia, Australian Democrats (yang baru bangkrut), Australian Greens, Country Liberal Party, Family First Party, dan National Party of Australia (The Nationals).
Di luar daftar itu masih ada puluhan partai lain yang secara resmi terdaftar di KPU Australia. Sebagian didirikan untuk aneh-aneh dan olok-olok. Partai ini pernah ada di Australia. Sebagian masih hidup dan sebagian sudah mati. Daftarnya antara lain Four Wheel Drive Party (Partai Penggemar Mobil 4 wheel drive), HEMP (Help End Marijuana Prohibition -Partai yang memperjuangkan penghapusan pelarangan Mariyuana), Lower Excise Fuel and Beer Party (Partai Pajak Murah untuk Bahan Bakar dan Bir), Outdoor Recreation Party (Partai Penggemar Kemah), Save Our Suburbs (Partai Selamatkan Kampung Kita), Deadly Serious Party (Partai Bener-Bener Mati), No Aircraft Noise (Partai Anti Kebisingan Pesawat), Party! Party! Party! (Partai Pesta-pesta), Sun Ripened Warm Tomato Party (Partai Tomat Matang di Pohon), Surprise Party (Partai Pesta Kejutan), Fishing Party (Partai Penggemar Mancing), Shooters Party (Partai Penggemar Menembak), dan What Women Want (Partai Apa Maunya Perempuan).
Sayang, di Indonesia banyak partai didirikan dengan nama yang terlalu serius dan "berat" meskipun sudah tahu akan sulit meraih dukungan. Sudah serius tidak laku. Sekali lagi sayang.

By: Nurhadi Sucahyo (bekerja sebagai kontributor Program di SBS Radio Sydney)
Source : www.detik.com (SuaraPembaca), 26 September 2008
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts