Senin, 29 Juni 2009 pukul 22:37:00
JAKARTA--Rakyat miskin tidak lagi mempersoalkan kriteria para calon presiden (capres) dan bagi mereka siapapun yang menjadi presiden yang penting memperhatikan kesejahteraan rakyat.
Peneliti Sekolah Tinggi Kesejahteraan Sosial (STKS) Bandung, Edi Suharto, di Jakarta, Senin, mengatakan, siapapun capres harus serius terhadap program Kesejahteraan Sosial (Kessos) untuk rakyat miskin terutama yang menyangkut masalah pendidikan dan kesehatan.
Hasil penelitian ini juga memberikan gambaran mengenai siapa calon pemimpin bangsa ini yang diharapkan orang miskin, serta juga memberikan pesan moral tentang perlunya kebijakan dan program kesejahteraan sosial yang bermanfaat bagi mereka.
Penelitian itu diambil dari 623 responden yang berasal dari rakyat miskin sebanyak 43,73 persen menyatakan mudah memperoleh pelayanan kesehatan.
Sebanyak 25,24 persen menyatakan sangat mudah memperoleh pelayanan kesehatan, 13,83 persen cukup mudah dan 12,70 persen sulit.
Sementara untuk pendidikan, responden menyatakan sebanyak 41,00 persen mudah memperoleh pendidikan, 13,83 persen cukup mudah, 24,44 persen sulit dan 16,88 persen sangat sulit.
Bangsa Indonesia masih menghadapi persoalan kesejahteraan sosial yang multimensional, baik karena mismanajemen pembangunan nasional maupun akibat terapan krisis global.
Pemimpin sangatlah menentukan "nasib" bangsa, karena selain harus memiliki wawasan kebangsaan dan profesionalisme juga perlu memiliki komitmen dan politik kesejahteraan yang jelas.
Disahkannya Undang-Undang Kesejahteraan Sosial memberikan amanat bahwa pemimpin masa depan tidak hanya mengurusi pembangunan ekonomi.
Kemudian pemerintah ke depan juga harus memperhatikan rehabilitasi, jaminan, perlindungan dan pemberdayaan sosial.
Secara teoritis hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan pemikiran bagi khasanah ilmu pengetahuan tentang kebijakan sosial.
Selain itu secara praksis hasil penelitian ini dapat memberikan inspirasi sumbangan pemikiran secara empiris bagi pemilihan calon pemimpin bangsa masa depan berdasarkan aspirasi dan isyarat rakyat miskin.
Hasil penelitian mencatat rakyat miskin di Indonesia masih sangat besar dan mencemaskan dan menurut data Badan Pusat Statistik (BPS) 2009 jumlahnya mencapai 40 juta atau 16,8 persen.
Namun jika kriteria perhitungan miskin yang dipakai berdasarkan Bank Dunia yakni 2 US dolar per hari per orang, maka jumlah orang miskin di Indonesia bisa mencapai 60 persen, kata Peneliti Edi Suharto.
Jumlah data rakyat miskin tersebut terungkap pada diskusi penelitian STKS Bandung, di Jakarta, juga dihadiri Prof Ibnu Hamad, Guru Besar Fakultas Komunikasi Fisipol Universitas Indonesia.
Penelitian ini dilaksanakan untuk mencari pemimpin bangsa ke depan yang peduli terhadap kemiskinan di Indonesia. ant/pur
http://www.republika.co.id/berita/59296/Rakyat_Miskin_tidak_Persoalkan_Kriteria_Capres
Post a Comment