Kam, Jul 16, 2009
MEDAN (Berita): Ketiadaan layananan purnajual dan menyertakan buku manual berbahasa Indonesia dari Black Berry, menunjukkan perusahaan pihak RIM Kanada itu memiliki “nafsu besar tenaga kurang”. Di Indonesia layanan purnajual dan buku petunjuk berbahasa Indonesia bukan sekadar komitmen, tetapi merupakan kewajiban normatif.
Direktur Lembaga Advokasi dan Perlindungan Konsumen (LAPK), Farid Wajdi, merinci Pasal 8 ayat (1) huruf J, UU Nomor 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen.
’Pelaku usaha dilarang memproduksi dan/atau memperdagangkan barang dan/atau jasa yang: tidak mencantumkan informasi dan/atau petunjuk penggunaan barang dalam bahasa Indonesia sesuai dengan ketentuan perundang-undangan yang berlaku,’ katanya.
Farid yang juga dosen di UMSU menjelaskan, sanksi atas pelanggaran disebutkan pada ayat (4) Pelaku usaha yang mela-kukan pelanggaran pada ayat (1) dan ayat (2) dilarang memper-dagangkan barang dan/atau jasa tersebut serta wajib menariknya dari peredaran.Kemudian Pasal 25 UUPK, Pelaku usaha yang memproduksi barang yang pemanfaatannya berkelanjutan dalam batas waktu sekurang-kurangnya 1 (satu) tahun wajib menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas purnajual dan wajib memenuhi jaminan atau garansi sesuai dengan yang diperjanjikan.
Selanjutnya, pelaku usaha sebagaimana dimaksud pada ayat (1) bertanggung jawab atas tuntutan ganti rugi dan/atau gugatan konsumen apabila pelaku usaha tersebut: tidak menyediakan atau lalai menyediakan suku cadang dan/atau fasilitas perbaikan; dan tidak memenuhi atau gagal memenuhi jaminan atau garansi yang diperjanjikan.Pasal 26 UUPK, Pelaku usaha yang memperdagangkan jasa wajib memenuhi jaminan dan/atau garansi yang disepakati dan/atau yang diperjanjikan.
Dia menegaskan, lembaga konsumen sangat mendukung eksistensi Permendag Nomor 19/M-DAG/PER/5/2009 yang diterbitkan tanggal 26 Mei 2009, mengatur semua produk elektronik dan telematika yang beredar di Indonesia harus dilengkapi dengan petunjuk penggunaan manual dan kartu jaminan purnajual berbahasa Indonesia. Selain itu produk elektronik dan telematika baik impor maupun produk dalam negeri wajib memiliki minimal 6 (enam) tempat pelayanan purnajual (service center).
’Perusahaan elektronik maupun telematika tanpa disertai pelayanan purnajual bakal identik dengan memproduksi atau memperdagangkan barang rongsokan,’ ujarnya. Menurut dia langkah tegas pemerintah perlu guna memproteksi konsumen, agar komitmen perusahaan asing tidak sekadar ‘gombal belaka’. Apalagi terkesan selama ini Indonesia seperti negeri ‘tong sampah’ karena begitu banyak meloloskan barang asing tanpa sertifikasi atau seleksi. (aje)
http://beritasore.com/2009/07/16/blackberry-fasilitas-purnajual-dan-berbahasa-indonesia-wajib/
Post a Comment