Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Gerakan Makan Ikan

Masa balita adalah the point of no return. Perkembangan otak tidak bisa diperbaiki bila mereka kekurangan gizi pada masa ini. Pertumbuhan fisik dan intelektualitas anak akan terganggu. Hal ini menyebabkan mereka menjadi generasi yang hilang, dan negara kehilangan sumber daya manusia yang berkualitas.

Disadari atau tidak, hilangnya suatu generasi telah terjadi di negeri ini. Maka apabila kondisi ini tidak segera diatasi, generasi mendatang akan menjadi generasi yang berkualitas inferior dibandingkan negara-negara lain.
Berdasarkan indeks sumber daya manusia (Human Development Index/HDI) dari UNDP, di tahun 2005 peringkat SDM Indonesia berada diurutan 107, sementara Malaysia 63 dan Singapura 25.

Situasi rawan gizi pada anak balita dan usia sekolah tidak boleh dipandang sebelah mata. Hal itu dapat menimbulkan akibat lanjutan yang kompleks dan berujung pada degradasi kualitas sumber daya. Pertama, masalah gizi yang parah pada usia muda akan menghambat laju tumbuh kembang keadaan fisik anak. KEP berkelanjutan membuat anak menderita marasmus-kwashiorkor.

Kedua, masalah gizi menghambat perkembangan kecerdasan. Kasus malnutrisi akan menyebabkan Indonesia kehilangan lebih dari 200 juta angka potensi IQ/tahun (30 persen dari peluang produktivitas).

Ketiga, penyakit degeneratif pada usia muda yang bukan disebabkan oleh faktor genetika dapat timbul akibat masalah gizi. Pada penderita gizi buruk, struktur sel-sel tubuh tidak tumbuh sempurna. Misalnya jumlah pertumbuhan sel otak tidak maksimum, terjadinya jantung koroner, serta rusaknya pankreas yang mengakibatkan insulin tidak berfungsi optimal sehingga anak menderita diabetes.

Keempat, malnutrisi berkelanjutan meningkatkan angka kematian anak. Di Jateng sepanjang tahun 2004-2007 setidaknya 341 kasus gizi buruk berujung pada kematian.

Terlalu lama kita membiarkan rakyat makan seadanya. Sebagai negara yang 75 persen wilayahnya berupa lautan yang luasnya 5,8 juta km persegi, konsumsi ikan rakyat kita masih rendah. Tingkat konsumsi ikan per kapita di Jawa Tengah tahun 2007 kurang dari 26 kg/kapita/tahun.

Rendahnya tingkat konsumsi ikan per kapita per tahun ini menunjukkan masih rendahnya budaya makan ikan dibandingkan negara-negara lain seperti Jepang (110 kg), Korea Selatan (85 kg), Amerika Serikat (80 kg), Singapura (80 kg), Hongkong (85 kg), Malaysia (45 kg), dan Thailand (35 kg).

Ada beberapa variabel yang ternyata menyebabkan rendahnya minat masyarakat kita untuk makan ikan. Pertama, problem sosiologis. Di kalangan masyarakat pesisir, pola makan ternyata ada kaitannya dengan status sosial.

Semakin sering orang makan daging (red meat), maka semakin tinggi pula status sosialnya. Kedua, problem ekonomi, yakni rendahnya daya beli masyarakat. Ketiga, adalah pengaruh globalisasi pola pangan.

Joko Suprayoga
Jl. Dieng I/40 Pondok Brangsong, Kendal

http://www.suaramerdeka.com/
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts