Juli 13, 2009 - 7:49
BOGOR (Pos Kota) - Tudingan pungli saat penerimaan siswa baru (PSB) terus bergulir. Diduga, beberapa oknum guru SD, SMP, SMA dan SMK ‘bermain’ untuk mendapatkan keuntungan, baik melalui jual beli kursi maupun pungutan terselubung dengan dalih uang transportasi.
Selain itu, sejumlah sekolah juga diduga menerima siswa titipan dari beberapa pejabat. Ada pula sekolah dipaksa menerima siswa baru karena yang bersangkutan mengantongi rekomendasi dari dinas terakit.
Menyikapi tudingan itu, Wakil Kepala SMPN 7 Kota Bogor Joni Surbekti membantahnya. Ia mengatakan bahwa pendaftaran kolektif diberulakan di Kota Bogor untuk mempermudah orangtua siswa. Selain pendaftar kolektif, SMPN 7 juga menerima pendaftar perorangan dengan syarat membawa surat pengantar dari sekolah asal.
“Itu untuk mempermudah SD menginventarisir anak didik yang lanjut ke tingkat SMP,” ujar Joni. Dia membantah langkah ini untuk melakukan pungutan. Alibinya, siswa SMP yang hendak melanjutkan pendidikannya ke SMA dan SMK juga melakukan hal sama, yakni mendaftar kolektif. Namun, orangtua siswa tidak dipaksa membayar biaya kolektif untuk transportasi guru pendamping.
“Guru hanya membantu, karena banyak orangtua siswa tidak bisa menemani anaknya mendaftar karena sibuk bekerja,” lanjutnya.
Selain itu, terang dia, sekolah tak mematok berapa yang harus dibayar orangtua siswa. Sedangkan pembayaran tergantung kerelaan orangtua siswa. “Ada yang bayar Rp50.000, ada pula yang hanya Rp15.000,” katanya.
Terkait jual beli kursi dan kuota yang disiapkan sekolah, Joni menegaskan kuota terpenuhi dan sudah diumumkan. Jadi, tidak ada PSB lewat jalur lain. “SMPN 7 menerima sembilan rombongan belajar (rombel) dengan jumlah siswa 360 orang, termasuk siswa jalur prestasi,” papar Joni.
Hal senada disampaikan Wakil Kesiswaan SMPN 2 Edy Suwanto. “Kuota sudah terpenuhi. Jadi, tidak akan ada jual beli kursi, termasuk siswa titipan pejabat,” ucap Edy sambil menambahkan, SMPN 2 menerima siswa 32 siswa dengan sembilan gelombang yang totalnya mencapai 288 orang.
Sebelumnya, Komite Pemantau Transparansi dan Akuntabilitas Sekolah (Komptras) Ipih Syachfiar mengaku menemukan adanya permainan di sejumlah SMP berupa jual beli kursi.
Menurut dia, sejumlah sekolah sengaja menerima siswa baru di bawah kuota. Namun, tetap menyiapkan rombel untuk menampung siswa baru yang bersedia membayar mahal.
Dia mencontohkan, sekolah yang memiliki daya tampung enam rombongan belajar (rombel) hanya menerima empat rombel saat PSB. Dua rombel lainnya disediakan untuk siswa tidak lulus tetapi bersedia membayar jutaan rupiah. “Sebagian besar SMP di Kota Bogor menerapkan cara-cara seperti itu, kecuali untuk RSBI,” tandas Ipih. (yopi/B)
http://www.poskota.co.id/berita-terkini/2009/07/13/psb-secara-kolektif-rawan-pungli
Post a Comment