Jumat, 31 Juli 2009 | 07:57
JAKARTA. Produsen serat sintetis meradang. Para pengusaha yang tergabung dalam Asosiasi Produsen Serat Sintetis dan Fiber Indonesia (Apsyfi) itu merasa dirugikan oleh adanya dumping produk serat sintetis impor asal India.
Pada produsen dalam negeri menengarai, produsen serat sintetis India sengaja menjual produknya secara dumping. Harga produk mereka di pasar Indonesia lebih murah ketimbang nilai jual di pasar India.
Setidaknya ada enam perusahaan serat sintetis yang memproduksi polyester staple fibre dengan pos tarif No. 5503.2000 dan filamen yang mengaku dirugikan (injury). Keenam perusahaan itu antara lain PT Indorama, PT Teijin Indonesia Fiber Corp (Tifico), PT Indonesia Toray Synthetic (ITS), PT Polysindo (anak usaha Texmaco), PT Petrochem, dan PT Sulindafin.
“Dengan bukti ini, kami meminta pemerintah segera menetapkan bea masuk anti dumping sementara (BMADS) minimal 20% (untuk produk asal India itu)," kata Sekretaris Jenderal Apsyfi, Kustardjono Prodjolalito, Kamis (30/7).
Kustardjono mengingatkan, jika BMADS tidak segera diberlakukan, pada akhir 2009, anggota Apsyfi pasti akan ada yang bangkrut.
Praktek dagang tidak sehat ini muncul lantaran produksi serat sintetis di India berlebih dan tidak bisa diserap oleh pasar yang sedang melemah karena imbas krisis global. Maka itu, kata Kustardjono, para produsen di India mengekspor kelebihan produksi serat sintentis itu dengan harga miring ke negara lain, salah satunya ke Indonesia.
Produk serat India itu dijual di Indonesia seharga US$ 1,04 per kilogram (kg). Adapun harga serat buatan dalam negeri US$ 1,2 per kg. Jadi, ada selisih harga US$ 0,16 per kg.
Apsyfi mencatat, hingga semester pertama 2009, jumlah produk serat sintetis asal India yang dijual dengan cara dumping di Indonesia mencapai 45.000 ton.
Awalnya, tiga bulan lalu, hanya dua perusahaan yang mengaku mengalami kerugian (injury) akibat produk impor India, yakni Tifico dan Indonesia Toray. Namun, kemudian empat produsen lain juga merasakan hal yang sama.
Apsyfi mengestimasi, total kerugian keenam produsen itu selama semester 2009 ini mencapai US$ 7,2 juta. Akibat lainnya, pangsa pasar produk serat lokal juga ikut turun sekitar 20%-30%.
Karena pasarnya tergerus, para produsen lalu menurunkan pemanfaatan kapasitas produksi atau utilisasi pabrik 10%. Alhasil, rata-rata utilisasi pabrik serat lokal hanya 80% pada semester I-2009. Akibatnya, produksi mereka turun dari 475.000 ton pada semester I-2008 menjadi 427.500 ton pada semester I-2009. Jika pemerintah tak segera menetapkan BMADS, utilisasi pabrik serat sintetis di akhir 2009 terancam turun lagi menjadi 70%. Artinya, total produksi serat sintetis nasional selama setahun tinggal 750.000 ton.
Fakta inilah yang mendasari Apsyfi mendesak pemerintah melalui Komite Antidumping (KADI) segera menetapkan BMADS. “Kami meminta dukungan dari pemerintah untuk melindungi pasar dan produsen lokal," kata Kustardjono.
Departemen Perindustrian (Depperin) mendukung usulan Apsyfi untuk menerapkan BMADS serat sintetis India itu. “Saya belum terima laporan detail terkait dengan kasus dumping serat dari India. Namun, pada prinsipnya, Depperin mendukung penyelesaian kasus ini agar industri serat di dalam negeri tetap tumbuh,” kata Arryanto Sagala, Direktur Industri Tekstil dan Produk Tekstil, Direktorat Jenderal Industri Logam Mesin Tekstil dan Aneka Departemen Perindustrian.
Nurmayanti KONTAN
http://www.kontan.co.id/index.php/bisnis/news/18835/Produsen-Lokal-Tuding-India-Dumping-Serat
Post a Comment