2009-08-07
[NGANJUK] Sebanyak lima dari enam waduk di Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur (Jatim) kekeringan. Salah satunya adalah Waduk Kedungsengon, di Desa Balunggebang, Kecamatan Gondang. Waduk yang semula memasok irigasi teknik sawah seluas 439 hektare (ha) di empat desa, yakni Balonggebang, Ngujung, Sanggrahan, dan Karangsemi, Kecamatan Gondang, kini tak berfungsi.
“Karena Waduk Sengon kering, petani hanya mengandalkan aliran air dari Waduk Sumberkepuh di Kecamatan Lengkong, satu-satunya bendungan besar di Nganjuk yang masih mengaliri lahan pertanian,” ujar Kusyono, penjaga Waduk Kedungsengon, Kamis (6/8).
Dalam kondisi normal, Waduk Kedungsengon yang dibangun 1973 memiliki debit air 560.000 meter kubik per detik (m3/detik) dan mampu menampung 2,5 juta m3. Kapasitas waduk mampu memasok air irigasi teknis untuk 12.000 ha sawah. Sejak awal Juli hingga Agustus, waduk dengan kedalaman delapan meter tersebut mengering.
Menyusul kondisi kekeringan kali ini, sekitar 439 ha tanaman padi di empat desa terdekat gagal panen. Petani setempat terpaksa mengganti tanaman padi dengan tanaman palawija. Kondisi kekeringan kali ini dinilai warga jauh lebih cepat dari perkiraan. Tahun-tahun sebelumnya, Waduk Kedungsengon baru mengering sekitar September. “Sekarang ini sejak akhir Juni, air mulai menyusut kemudian Juli habis dan sekarang mulai mengering,” katanya.
Parnian (55) dan Sartono (52), dua petani Desa Karangsemi mengemukakan, pada saat usia tanaman padi petani di sekitar waduk baru satu hingga satu setengah bulan, air waduk habis. “Petani di sini umumnya mulai menanam palawija pada musim tanam ketiga, awal September mendatang. Sekarang kok kekeringannya maju beberapa bulan,” aku Parnian yang memiliki lahan sawah irigasi teknis seluas 1,5 ha.
Untuk menghindari kerugian lebih besar, Parnian dan Sartono yang memiliki lahan dua ha, terpaksa mengairi sawahnya dengan pompa air. Mereka berharap tidak mengalami kerugian lebih besar jika harus beralih ke palawija dalam tempo cepat. “Kalaupun merugi, tidak terlalu bangkrut jika harus beralih ke palawija hanya karena tidak ada pa- sokan air irigasi teknis dari waduk,” ujar Sartono.
Pemkab Nganjuk dan Provinsi Jatim belum ada yang memberi solusi atas kondisi kekeringan (air irigasi teknis) yang melanda Kecamatan Gondang (empat kecamatan lainnya) di Kabupaten Nganjuk, katanya.
Di Bengkulu, sekitar 86 ha tanaman padi di Kelurahan Tanjung Agung dan Tanjung Jaya, Kecamatan Sungai Serut, kekeringan, karena tidak mendapat pasokan air dari irigasi yang ada di sekitarnya. “Kami rugi besar karena tanaman padi berusia dua bulan mati akibat kekeringan. Irigasi yang ada tidak mampu lagi mengairi sawah kami karena sudah kering kerontang,” kata Samiun (35), petani di Tanjung Jaya, Kota Bengkulu.
Para petani tidak memperkirakan kekeringan cepat datang, karena ketika mulai menanam padi, air irigasi masih normal. Tapi, setelah padi berumur dua minggu debit air irigasi tiba-tiba turun drastis, dan saat padi berumur dua bulan, air irigasi kering kerontang.
Sementara itu, sumber air di sekitar sawah petani tidak ada sama sekali. “Sekarang kita pasrah saja karena tidak mungkin tanaman padi yang kekeringan dapat diselamatkan lagi karena kemarau di daerah ini terus berlanjut,” ujarnya.
Untuk mengatasi masalah ini, para petani di Tanjung Agung dan Tanjung Jaya berencana menggantinya dengan palawija, yang sedikit membutuhkan air. Dengan demikian, meskipun kemarau tetap dapat dipanen.
Beras Terjamin
Dari Jateng dilaporkan, selama kemarau, bulan Ramadan sampai Lebaran 2009, persediaan beras di wilayah Bulog Subdivre IV Banyumas terjamin untuk memenuhi kebutuhan masyarakat di eks-Karesidenan Banyumas, yang tersebar di Kabupaten Banyumas, Cilacap, Purbalingga, dan Banjarnegara.
Sampai saat ini, masih ada penambahan pasokan karena banyak daerah sedang panen. Saat ini, Bulog Banyumas masih menyimpan 93.500 ton beras di gudang. [070/WMO/143]
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=9656
Post a Comment