Sabtu, 08-08-09 | 20:17
MAKASSAR -- Peluang menggugat pemerintah jika terjadi kecelakaan akibat jalan rusak sesuai Undang-undang Nomor 22 Tahun 2009, membuat Pemkot Makassar keder juga. Pemkot berjanji memperbaiki semua jalan rusak dalam kota.
Sekretaris Kota (Sekkot) Makassar, Anis Zakaria Kama, mengakui pemerintah berkewajiban memenuhi kebutuhan dasar masyarakat. Khusus jalan, menjadi kewajiban pemerintah untuk memperbaikinya jika memang mengalami kerusakan.
"Ini bagian dari pemenuhan kebutuhan masyarakat. Namun perlu diingat, ada keterbatasan juga sehingga tidak semua jalan rusak bisa langsung diperbaiki," tegas Anis, 7 Agustus 2009. Pemerintah kota Makassar juga menegaskan akan patuh terhadap UU 22/2009 yang merupakan revisi UU Nomor 14 Tahun 1992 tentang Lalu Lintas dan Angkutan Umum.
Kepala Bidang Jalan dan Jembatan Dinas Pekerjaan Umum Kota Makassar, Muhammad Ansar mengaku belum pernah melihat ataupun membaca UU Nomor 22 Tahun 2009. Menurutnya, UU tersebut masih memerlukan petunjuk teknis yang kerap dijabarkan melalui Peraturan Pemerintah ataupun keputusan menteri. "Kita tunggu saja, kalau keputusan menteri, apakah Menteri Perhubungan atau Menteri Pekerjaan Umum," ucap Ansar.
Ansar juga memastikan, kekuatan keuangan daerah menjadi faktor utama perbaikan tidak bisa dilakukan sekaligus. Makanya, pemkot akan meberlakukan skala prioritas. Jalan arteri yang rusak lebih diutamakan ketimbang jalan sekunder. Terkecuali jika jalan sekunder sudah sangat parah dan sudah sangat membahayakan pengendara. "Itu tentu bisa menjadi perhatian utama," katanya.
Sejumlah bagian jalan dalam kota Makassar memang mengalami kerusakan. Di antaranya Jalan Abdullah Daeng Sirua, Jalan Racing Centre, Jalan Kumala, Jalan Dangko, dan Jalan Syekh Yusuf. UU Nomor 22 Tahun 2009 mengatur ketentuan pidana bagi setiap penyelenggara jalan yang tidak memperbaiki jalan rusak dan mengakibatkan kecelakaan lalu lintas yang menimbulkan korban maka dipidana penjara paling lama enam bulan atau denda Rp 12 juta.
Sedangkan korban luka berat dipidana selama satu tahun atau denda paling banyak Rp 24 juta. Malah, kalau ada korban meninggal dunia maka pemerintah dapat didenda Rp 120 juta atau lima tahun penjara. (ram)
http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=66154
Post a Comment