Sabtu, 8 Agustus 2009 | 11:04 WIB
Surabaya-Surya- Menurut anggota Dewan Pers, Abdullah Alamudi, iklan perekrutan tenaga panti pijat di media cetak (koran) tidak bisa serta merta dianggap melanggar UU Nomor 40 tentang Pers maupun Kode Etik Jurnalistik (KEJ). Asalkan, iklan tersebut jelas menyebutkan usaha panti pijat (bukan prostitusi), hal itu sah-sah saja.
“Soal pemberitaan dugaan prostitusi ini harus dikutip dari pernyataan kepolisian yang menduga terjadi prostitusi. Media tidak boleh menuduh,” urai Alamudi ketika dihubungi Surya melalui ponselnya, Jumat (7/8).
Meski begitu, Alamudi mengakui, iklan pun termasuk wilayah yang diawasi oleh Dewan Pers sesuai fungsi yang diamanatkan UU nomor 40 tahun 1999 tentang Pers.
Seperti diberitakan Surya, Polda Jatim membongkar bisnis prostitusi di Surabaya, yang merekrut para anggotanya lewat iklan di koran.
Dihubungi terpisah pengamat komunikasi dari Universitas Airlangga, Henry Subiakto berpendapat beda. Menurut dia, perusahaan media harus menggunakan etika dalam menayangkan semua konten pemberitaan termasuk iklan. Jadi, meski iklan tersebut jelas menyebutkan panti pijat dan bukan prostitusi, media tetap harus cermat terhadap iklan jenis itu. “Intinya, ini soal etika. Jika media massa mengetahui apa maksud sesungguhnya iklan lowongan mencari pegawai panti pijat itu tetapi pura-pura tidak tahu, itu melanggar etika,” tegas Henry.
Pada dasarnya, jelas Henry, media tidak boleh menayangkan iklan produk yang melanggar hukum. Jika perusahaan media menayangkan iklan semacam ini, maka perusahaan tersebut bisa dikategorikan memfasilitasi pelanggaran.
“Dewan Pers seharusnya tidak hanya mengurusi profesionalisme jurnalis dan perusahaan media tetapi juga etika dan implikasi sosial pemberitaan media,” jelas Henry.ytz
http://www.surya.co.id/2009/08/08/iklan-psk-tabrak-etika.html
Post a Comment