Senin, 03 Agustus 2009
Pemadaman kembali mendera Kota Palu dan sekitarnya. Alasan dapat ditebak: daya defisit, mesin dalam pemeliharaan, ganguan pada jaringan dan berbagai tetek bengek lainnya. Satu dasa warsa terakhir, Manajer PT PLN Cabang Palu telah berganti beberapa kali. Namun masyarakat selaku konsumen tetap menikmati listrik dalam ketidaknyamanan. Pemadaman, terjadwal maupun tiba-tiba, sudah menjadi bagian keseharian mereka.
Awal tahun 2009, nahkoda otoritas kelistrikan Palu beralih dari Yustono ke Akhmad Imron Rosyadi. Secercah harapan pun dititipkan di pundak mantan Manajer PT PLN Cabang Tahuna ini. Mampukah Akhmad Imran menyelesaikan dilema kelistrikan di Kota Palu dan sekitarnya? Kepemimpinannya akan diuji.
Rabu pekan ini, di ruang kerja berkonsep minimalis dengan dominasi warna hitam dan merah, dipadu permainan cahaya lampu, Ahkmad Imran Rosyadi menerima Desak Fiega Mahayasa dan Khaeruddin dari Media Alkhairaat. Berikut petikan wawancaranya :
Bisa Anda jelaskan sampai kapan pemadaman yang terhitung parah seperti ini akan terjadi?
Ini tergantung dari PLTU Mpanau yang saat ini dalam tahap pemeliharaan, sebenarnya pemeliharaan akan dilakukan tanggal 3 Agustus mendatang, namun karena mesinnya sudah mulai rewel, jadi sekalian saja pemeliharaan.
Setelah selesai masa pemeliharaan apakah ada jaminan tidak adanya pemadaman?
Tidak, saya tidak menjamin itu (tidak adanya pemadaman bergilir). Pemadaman tetap ada meski volumenya kecil, kurang lebih sekitar 3 MW. Itu kalau PLTU normal ya.
Saat ini berapa beban puncak, sepertinya trennya mengalami kenaikan?
Iya, sekitar 2-3 MW kenaikannya, beban puncak saat ini mencapai 50 MW, dibanding lima bulan lalu waktu saya pindah kesini beban puncaknya mencapai 47-48 MW. Daya mampunya mesin kita ya sekitar 50 MW.
Apa yang menyebabkan kenaikan beban? Bukankah pemasangan baru dan tambah daya diberhentikan?
Oh tidak. Saat saya masuk (Manajer PLN Palu), saya buka pemasangan baru maupun tambah daya. Utamanya pelanggan rumah tangga. Saya tidak mau mendiskriminasikan pelanggan. Artinya saya tidak mau hanya memerdekakan pelanggan yang telah menikmati listrik. Listrik untuk semua.
Berarti setiap tahun kebutuhan listrik tumbuh?
Iya, sekitar 7 persen. Itu pertumbuhan alamiah ya, growth natural.
Saat manajer dijabat Riandhie, menjanjikan pengadaan mesin 5x5 MW yang sudah disetujui oleh PLN Pusat. Bbagaimana Anda menindak lanjuti?
Tidak, tidak ada penambahan mesin 5 x 5 MW. Waktu itu hanya sebuah usulan dan tidak disetujui oleh PLN Pusat karena menggunakan bahan bakar Solar. Kecuali menggunakan bahan bakar MFO (bukan solar). Mahal jika menggunakan Solar. Yang bilang seperti itu sebenarnya pemerintah, pemerintah tidak mampu lagi memberi subsidi. Jadi bukan PLN yang gak mau. PLN sih seneng-seneng aja dikasih bahan bakar apa aja, tapi pemerintah yang berat. Seluruh biaya operasi kami memakai solar itu Rp.2.600,- per kwh, sedangkan kami jual ke masyarakat TDLnya hanya Rp.600,-. Rp.2.000 itu subsidi pemerintah, nah pemerintah yang tidak sanggup sekarang. Yang ada sekarang hanya memindahkan mesin PLN yang ada di Bitung, Manado ke Silae, Palu.
Apakah selama in tidak ada investor lain yang ingin masuk di wilayah ini? Seperti apa respon PLN jika ada investor yang masuk?
Ada. PLN ini milik pemerintah, semua tergantung kepada pemerintah. Jika ada investor yang ingin mengembangkan PLTMH (mikro hidro), harus ada izin dari pemerintah agar bisa menjual ke PLN, tendernya dengan PLN. Dan pasti akan kami beli jika ada investor yang menjual. Untuk itu, kami juga mendorong pemerintah setempat untuk mendorong pemerintah pusat agar dapat memberikan izin bagi investor, saya tidak bisa kerja sendiri. Termasuk rencana pembangkit 10 ribu MW ini tentunya atas dasar usulan pemerintah daerah.
Sulteng sendiri tidak termasuk di program pembangkit 10.000 MW, kenapa bisa terjadi seperti itu? Apakah itu berarti pemerintah daerah tidak mengusulkan ke pusat?
Wah, saya tidak tau ya, karena usulan 10.000 MW itu tahun 2007 dan saya belum bertugas disini.
Jika di Sulteng sendiri potensinya cukup bagus seperti air, surya maupun angin, kenapa tidak di stimulus agar terbangun pembangkit tersebut?
Potensi air memang banyak disini, kalau angin disini angin-anginan. Kalau PLTB (Pembangkit Listrik Tenaga Bayu/Angin) cocoknya hanya di iklim subtropis. Pernah datang investor untuk membuka PLTS, saya persilakan, pasti saya beli, tinggal tergantung dari pemerintah dalam pemberian izin.
Demi keamanan daya tersedia, apakah tidak ada wacana untuk kembali menggunakan mesin dari PT Sewatama?
Nah, yang dijanjikan manajer sebelum saya 5 x 5 MW itu adalah mesin dari PT Sewatama, dan tidak disetujui karena menggunakan Solar. Waktu itu, kan gencar-gancarnya pelaksanaan Inpres No 10, masalah penghematan energi, nah disitu pengaruhnya pada PLN cukup besar, karena PLN pengguna minyak terbesar di Indonesia maka PLN ditekan pemerintah untuk menekan penggunaan minyak. Maka semua usulan ditolak. Sekarang yang didorong adalah pembangkit seperti air dan surya. Nah itu yang sangat didukung dan mudah.
Namun itu kan mahal sekali investasinya?
Iya tapi kan BBM tidak beli, hanya biaya pemeliharaan saja. Apalagi tenaga surya, tinggal pakai semaunya saja. Yang bisa saya lakukan saat ini adalah mengimbau penghematan penggunaan listrik demi minimnya pemadaman.
Yang Anda maksud termasuk dengan adanya relokasi mesin itu?
Relokasi itu tidak bisa menghentikan yang namanya defisit, itu hanya menutup kekurangan saja. Menutup defisit yang cukup besar, akan tetapi kan masyarakat tumbuh terus, ya tetap padam lagi. Karena sesungguhnya Palu ini kalau tidak mau padam, harus masuk sekitar 40 MW. Sehingga jika ada pemeliharaan salah satu mesin, tidak mengganggu, atau tidak akan terjadi pemadaman. Nah yang terjadi saat ini adalah, daya mesin dari PLTU itu sebesar 2 x 13 MW. Jika satu mesin dilakukan pemeliharaan sudah pasti sebesar 13 MW akan dilakukan pemadaman bergilir. Cukup besar, sehingga terkesan pemadamannya parah.
Dari catatan yang kami terima, tunggakan yang ada cukup besar. Dari pihak mana tunggakan terbesar dan berapa besar total tunggakan?
Masih ada sekitar Rp6 miliar hingga saat ini. Tapi sebenarnya bahwa porsi dari penggunaan listrik itu adalah dari rumah tangga. Rp4,5 miliar itu tunggakan dari rumah tangga, sisanya itu yang lain-lain. Untuk mempercepat prosesnya kami melakukan pemutusan kepada pelanggan yang menunggak karena sangat berpengaruh dengan operasional kami. Banyak pelanggan yang mengeluh, bagaimana mau membayar kalau mati-mati lampu terus, saya juga bisa menjawab kami juga butuh uang untuk operasional. Artinya masing-masing pihak memiliki peranan dalam penyelesaian terhadap krisis yang terjadi. Sekarang Pertamina kalau tidak ada duit ya tidak ada BBM, padahal total penjualan kami banyak untuk pembelian minyak.
Menurut Anda bagaimana dengan Sulewana sendiri?
Pembangunannya belum selesai, jadi belum operasi. 2011 baru beroperasi. Dikasih ke Sulteng 40 MW, atau 20 persen dari 200 MW. Bagus itu, sangat lumayan.
Transmisinya menjadi tanggung jawab PLN? Apakah sudah disetujui?
Iya, PLN yang membangun transmisi kesini, kalau yang ke Sulawesi Selatan dibangun oleh Bukaka.
Sudah sampai dimana prosesnya?
J : Saat ini lagi tender di pusat, proses tender lumayan lama untuk anggaran yang cukup besar. Bisa sampai 6 bulan, belum pembangunnya. Jadi sekitar 2 tahun kedepan kita baru terbebas dari krisis listrik. ***
http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=2717&Itemid=1
Post a Comment