2009-08-03
[JAKARTA] Kebijakan Pemerintah menangani kemiskinan lewat program kesejahteraan masyarakat yang diajukan Presiden untuk 2010 dikritik, karena dinilai lebih bersifat ad hoc ketimbang berkelanjutan. Selain itu, program prioritas pemerintah juga menunjukkan pemerintah lebih fokus menyejahterakan aparat negara ketimbang rakyat miskin yang jumlahnya jauh lebih besar.
Demikian pandangan Deputi Direktur Forum LSM untuk Pembangunan Indonesia (INFID), Dian Kartikasari dan Pengamat Kebijakan Sosial, Edi Suharto menanggapi pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tentang RAPBN 2010 beserta pengantar nota keuangan dalam sidang paripurna di DPR, Senayan, Jakarta, Senin (3/8). Keduanya menilai, kebijakan pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat, khususnya untuk menurunkan angka kemiskinan, belum jelas.
Menurut Dian, kebijakan menaikkan gaji pegawai negeri sipil (PNS) dan aparat negara termasuk TNI/Polri, justru akan memperlebar jurang ketidakadilan, baik antarsesama PNS, maupun antara PNS dan masyarakat umum khususnya yang miskin. Sudah menjadi kebiasaan, kalau gaji PNS naik, maka harga-harga ikut melambung.
Padahal, jumlah PNS hanya sebagian kecil dari jumlah penduduk, yakni sekitar 3 juta atau 1,3 persen dari 220 juta penduduk Indonesia. Artinya, 98,7 persen masyarakat yang tidak naik penghasilannya, turut merasakan dampak kenaikan harga yang berlipat-lipat.
Presiden SBY dalam pidatonya di DPR menyatakan, belanja negara akan makin dipertajam dengan program prioritas nasional, yakni memperbaiki kesejahteraan aparatur negara dan pensiunannya. Prioritas kedua disebutkan, akan melanjutkan seluruh program kesejahteraan rakyat seperti Program Nasional Pembiayaan Masyarakat, biaya operasional sekolah, jaminan kesehatan masyarakat, program keluarga harapan.
Untuk keseluruhan anggaran bidang Kesra, pemerintah mengalokasikan dana sebesar Rp 37 triliun dengan harapan bisa menurunkan angka kemiskinan menjadi 12-13,5 persen. Namun, angka ini dianggap tidak realistis, karena sebelumnya, Menteri Sosial Bachtiar Chamsyah menyatakan, Indonesia membutuhkan dana sekitar Rp 200 triliun per tahun untuk program pemberdayaan masyarakat agar angka kemiskinan dapat diturunkan.
"Jumlah anggaran pemberdayaan masyarakat khususnya untuk kaum miskin yang tahun ini berjumlah Rp 70 triliun diperkirakan tidak akan berpengaruh banyak terhadap target penurunan angka kemiskinan, kata Mensos seusai menerima penghargaan dari Persatuan Wredatama Republik Indonesia (PWRI) di Jakarta, Rabu (29/7).
Sementara itu, Edi Suharto meminta pemerintah lebih memfokuskan program-program kesejahteraan masyarakat didasarkan pada perspektif institusional base yang berkelanjutan dibanding dengan program-program ad hoc yang berbasis project base yang bersifat sementara seperti yang terjadi selama ini.
Menurut dia, seharusnya Pemerintah konsisten menjalankan amanat Undang-Undang (UU) seperti UU 40/2004 tentang Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dan UU 11/2009 tentang Kesejahteraan Sosial ketimbang mencari program yang sifatnya project. [E-7]
http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=9559
Post a Comment