Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Spekulan Sembako Adalah "Teroris" Ekonomi

Senin, 31-08-09 | 22:05

Selalu terjadi setiap tahun. Setiap menjelang perayaan hari-hari tertentu, dua minggu sebelumnya harga-harga sembako tiba-tiba melonjak. Pemerintah baru mengumumkan rencana kenaikan gaji PNS dan TNI. Tiba-tiba barang langka atau tidak ada di pasaran. Kemudian itu membuat repot konsumen saat tiga hari menjelang perayaan.

Demikian juga menjelang Ramadan tahun ini, dan hampir bisa dipastikan kenaikan harga-harga yang sama juga bakal terjadi tak lama lagi menjelang Idul Fitri. Kemudian menjelang Natal dan perayaan Tahun Baru.

Jika terjadi, selalu yang dipersalahkan adalah konsumen. Konsumen selalu dituding membeli berlebihan dan tidak wajar. Mungkin saja benar demikian, namun jika dihadapkan fenomena kenaikan harga dua minggu sebelum even, apakah rasional konsumen membeli bahan pokok secara tidak wajar dalam kurun waktu yang lama begitu?

Ini hampir bisa dipastikan ulah pedagang spekulan. Bukankah hukum ekonomi mengatakan harga pasar bisa terjadi karena dinamika di sisi konsumen maupun produsen? Apakah konsumen memiliki perhimpunan lalu menyerbu dan atau meninggalkan pasar secara bersama-sama? Kita belum pernah dengar. Namun kalau produsen dan pedagang memang memiliki perhimpunan, baik bersifat formal maupun non formal. Yang sekadar kumpulan arisan sampai yang seperti kartel, sindikat atau bahkan mafia.

Dan bisa saja kartel, sindikat dan mafia distribusi sembako itu memiliki anggota oknum-oknum pejabat di pemerintahan. Bagaimana tidak. Pada saat kenaikan harga tidak normal di even-even khusus, semua angkat tangan dan tidak tahu ke mana larinya stok barang, juga mengapa harga sembako naik tidak normal.

Padahal gampang sekali jalur distribusi itu. Dari pelabuhan laut baik berskala internasional maupun domestik, lalu ke gudang distributor tunggal nasional maupun lokal, lalu ke gudang agen, sub agen sampai pengecer. Pemerintah juga tahu di mana gudang-gudang mereka, berapa rata-rata persediaannya sehingga kalau terjadi mismatch data jumlah (stok) barang di pelabuhan hingga di pasar, dengan mudah dipantau.

Kelangkaan barang dalam jumlah besar sehingga mempengaruhi harga pasar, bisa terjadi kalau dilakukan penimbunan stok dalam skala yang besar. Mereka menghambat laju dsitribusi sembako, agar harga melonjak tinggi.

Pada suasana khusus semisal Idul Fitri atau Ramadan serta even-even keagamaan lainnya, konsumen tidak punya pilihan. Mau tidak mau berapa pun harganya, sembako harus dibeli. Sementara pedagang spekulan berfoya-foya menikmati ketidakberdayaan posisi tawar konsumen itu. Mereka benar-benar "teroris" ekonomi.

Kalau terjadi kelangkaan dan kenaikan harga sembako tidak wajar, tidak serta-merta departemen atau pejabat yang berwenang itu mengusulkan anggaran taktis untuk operasi pasar murah. Cara-cara seperti ini, selain tidak menyelesaikan akar persoalan juga rawan pada tindak korupsi. Apalagi hal ini berulang-ulang setiap tahun.

Karena itu harus dilakukan inspeksi mendadak ke gudang-gudang itu. Para pejabat yang bertanggung jawab atas persoalan ini harus berhenti dulu "berselingkuh" dengan para pedagang itu, atau pejabatnya yang harus diganti. Sesudah itu, dilakukan pengawasan secara terus-menerus dan kontinu pada mekanisme dan semua instrumen distribusi. (**)

http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=67876
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts