Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Fall in Love pada Sampah

[ Sabtu, 26 September 2009 ]

Tampi masih belum percaya atas apa yang dia raih selama lima tahun menjadi fasilitator kebersihan untuk Kecamatan Asemrowo. Sepeda motor roda tiga yang biasa digunakan mengantar tabung gas atau air mineral galon itu kini diparkir di halaman rumahnya yang menjadi satu dengan halaman TK Among Putra yang dia dirikan pada 1990.

---

BERKALI-kali pria 68 tahun itu menceritakan kepada Jawa Pos bagaimana dirinya mendapatkan sepeda motor bermerek salah satu produsen motor asal Tiongkok tersebut. Motor yang baknya kini diberi tutup pelindung itu merupakan hadiah Wali Kota Bambang D.H. pada 2008 untuk mengambil sampah. ''Kasihan sama Mbah. Katanya, supaya saya tidak nggledek lagi kalau mengambil sampah,'' kenangnya.

Dia lantas bercerita, sebelum menggunakan motor, dirinya mengambil sampah dengan gerobak sejak sembilan tahun lalu. Tiga gledekan yang kini disimpan di gudang menjadi kewalahan lantaran mengangkut sampah yang semakin banyak. ''Sebelumnya, saya menggunakan gelangsing (semacam karung plastik, Red) dan diangkut dengan sepeda motor,'' ujarnya.

Mbah Tampi, sapaan akrabnya, memang menghabiskan waktu tuanya untuk bergumul dengan sampah sejak pensiun dari Angkatan Laut pada 1989. Khususnya sampah kering seperti botol beling, bungkus plastik, maupun kertas. Meski sering bersentuhan dengan sampah, dia mengaku tidak pernah sakit. ''Malah sampahnya tak bawa ke mana-mana,'' ujarnya lantas tertawa ala Mbah Surip.

Selain sibuk dengan berbagai sampah kering, pria kelahiran 17 Juni 1941 tersebut menjadi ketua Yayasan TK Among Putra. Kakek empat cucu itu juga menjabat kepala satuan petugas (Kasatgas) Kelurahan Genting. Jabatan sebagai ketua Lansia Gerontologi Asemrowo juga dipikulnya. ''Saya orangnya tidak bisa diam. Semakin banyak kegiatan semakin bagus karena membuat saya berkeringat dan menjadi lebih sehat,'' jelasnya.

Kakek kurus tersebut tidak begitu saja terjun ke dunia yang sering dianggap jorok oleh sebagian orang tersebut. Sebelum pensiun, Tampi menyatakan sudah memikirkan nasib bumi ke depan. ''Ke depan, plastik akan menjadi musuh utama bumi,'' pikirnya saat itu dengan mimik serius.

Karena itu, kakek asal Lamongan tersebut merasa merdeka ketika pensiun dari Angkatan Laut. Dia tidak lagi terikat oleh tugas dinas, sehingga memiliki waktu luang untuk mengampanyekan bahaya plastik. ''Temenan kan, jenis sampah yang sekarang mendominasi di tempat pembuangan sampah (TPS) itu plastik,'' ucapnya lantas terkekeh.

Tampi menuturkan, sejak mengetahui bahwa plastik tidak bisa diuraikan oleh tanah, dirinya lantas benci setengah mati pada plastik. Namun, benci yang berlebihan itu justru membuatnya jatuh cinta kepada sampah kering. ''Saya harus bertindak. Percuma kalau bilang plastik berbahaya, tapi saya hanya diam ketika tahu ada yang membuangnya sembarangan,'' tegasnya.

Saking bencinya pada plastik, bapak dua anak tersebut rela merogoh kocek untuk mendapatkan sampah plastik yang hendak dibuang warga. Dia juga stand by untuk ditelepon. Pemilik sampah kering yang menumpuk tidak perlu bingung harus ke mana membuang sampahnya. ''Tinggal telepon saja. Bahkan, tidak hanya saya ambil, kadang saya bayar juga,'' ucap Mbah Tampi.

Dia tidak berkeberatan membayar karena sampah yang telah dipilah dijual kembali ke pengepul untuk didaur ulang. Biasanya, dia memasang tarif separo dari harga yang akan dijual ke pengepul. Hasilnya akan dibelikan bibit tanaman. Warga yang ingin menanam tidak perlu mengeluarkan biaya besar. ''Dalam seminggu, biasanya saya dapat Rp 400 ribu. Setelah dikurangi modal, sisanya baru dibelikan tanaman,'' terangnya.

Rutinitas mengambil sampah dilakukan mulai siang hingga pukul 17.00. Tidak hanya di Asemrowo, tapi sudah lintas kecamatan. Harga yang dia patok untuk gelas plastik satu kilo sekitar Rp 4 ribu, sedangkan koran bekas mencapai Rp 900 per kilo. ''Nanti ditaruh di gudang. Kalau kira-kira sudah satu truk, baru saya jual,'' ceritanya.

Yang membuat dia lemas saat ini adalah anjloknya harga pasaran sampah yang biasa dijualnya sejak 2000. Menurut dia, hal itulah yang sering membuat pemulung malas mengumpulkan sampah untuk dijual. Misalnya, bungkus mi instan atau kresek yang hanya Rp 50 per kilogram. ''Padahal, sekilo itu kalau ditempatkan di gelangsing, perlu dua karung. Tidak sebanding dengan tenaga untuk mengangkutnya,'' tegas Tampi.

Berkecimpung di dunia persampahan sejak pensiun dari TNI-AL, tampaknya, tidak pernah membuat dirinya malu. Dia juga bangga terhadap keluarga yang mendukungnya. Karena itu, dia tak segan menjadi ''pemulung'' dadakan di setiap rapat. ''Selesai rapat, saya biasanya langsung membersihkan sampahnya,'' katanya.

Dia sadar bahwa menghilangkan plastik dari bumi Kota Pahlawan tidak semudah membalik telapak tangan. Tapi, dia yakin mimpi itu bisa diwujudkan, asalkan ada kemauan dari semua pihak. ''Di Asemrowo, misalnya. Bendera hitam sebagai kecamatan terkumuh dan terkotor pada 2005 sudah berhasil diturunkan oleh kader lingkungannya,'' ucapnya.

Tampi melakukan segala aktivitas itu dengan sukarela. Artinya, dia tidak menuntut adanya keuntungan secara pribadi. Bagi dia, masing-masing rezeki sudah ada sumbernya, sehingga tidak perlu khawatir kelaparan. ''Karena itu, saya akan terus seperti ini (mengumpulkan sampah, Red) sampai tutup usia,'' tegasnya. (dim/dos)

http://www.jawapos.co.id/
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts