Jumat, 04 September 2009
Berada dalam kegelapan, sepertinya sudah menjadi bagian tak terpisah bagi masyarakat. Bahkan telah menjadi rutinitas ‘indah’ yang dicocolkan oleh pemonopoli kelistrikan. Masyarakat tak berkutik. Teriakan penat masyarakat serasa nyanyian sumbang yang tak perlu didengar. Susah payah masyarakat mengumpulkan sisa-sisa kekuatan untuk menikmati sedikit kenyamanan. Namun, cambuk kegelapan terlalu sering mendera, melukai dan sungguh menyakitkan.
Disaat masyarakat mengurut dada menekan kemarahan akibat pemadaman, terdapat fenomena yang cukup menyedihkan. Terang benderang cahaya lampu menerangi kantor-kantor pemerintahan pada malam hari, rumah-rumah dinas pejabat terbebas dari kegelapan. Saat masyarakat berbuka puasa dan sahur diterangi sebatang lilin dan keroyokan nyamuk serta cucuran peluh kegerahan, para pembesar bisa dengan tenang bersantap sembari bersenda gurau bersama keluarga.
Dari pihak PLN pun serasa menutup mata dengan keadaan tersebut. Disaat PLN menggaungkan hemat listrik, pemborosan ratusan ribu watt dihelat. Lampu penerangan jalan yang menyedot ratusan watt menyala nanar. 300 meter dari mata nanar lampu jalan, deretan rumah kumuh diterangi lilin yang semakin lama semakin redup. Yang seharusnya bisa diberikan bagi rakyat. Tak seberapa, namun cukup berarti bagi masyarakat.
Kemegahan kantor gubernur diterangi lampu mercury dan lampu sorot yang cukup terang. Setiap jengkal pagarnya seakan disisipi sebuah mata lampu untuk menerangi kisi-kisi pagar agar keindahannya nyata. Seharusnya penggiatan hemat listrik juga turut dimulai dari wakil rakyat, pemimpin rakyat dan para penyalur aspirasi rakyat.
“Sungguh tidak ada sikap empati terhadap masyarakat yang merasakan dengan pasti dampak pemadaman. Seperti itukah salah satu cara berbagi wakil-wakil rakyat. Seperti itukah keadilan PLN membagi listriknya,” tanya Abduu, seorang pemilik counter makanan yang kerap merasa rugi akibat pemdaman PLN tersebut.
Petrus, Humas PLN pun turut menuturkan, pihaknya tak bisa serta merta memadamkan lampu penerangan jalan. Pihaknya harus medapat persetujuan dari pemerintah daerah dalam hal ini adalah Pemerintah Kota Palu. “Ini berkaitan dengan kepentingan masyarakat. Penerangan jalan untuk kebutuhan masyarakat, sehingga kami harus mendapat izin dari pemda untuk memadamkannya,” terangnya.
Darimana imbauan hemat listrik dimulai ? siapa yang seharusnya memulai terlebih dulu? (EGA)
http://mediaalkhairaat.com/index.php?option=com_content&task=view&id=3357&Itemid=1
Post a Comment