5 September 2009, 11:50
* Jaringan Lepas dari Konduktor
BANDA ACEH - Sistem kelistrikan Sumut-Aceh kembali terganggu yang menyebabkan sedikitnya 10 kabupaten/kota mulai dari Tamiang hingga Banda Aceh mati lampu selama 28 jam sejak pukul 15.15 WIB, Kamis (3/9). Suplai arus berangsur normal sejak menjelang buka puasa kemarin setelah dilakukan dua tahapan perbaikan di antara tower 102 dan 103, perbatasan Aceh Tamiang-Sumut. “Arus listrik sudah normal kembali. Kita nggak mau ambil risiko, apalagi ini bulan puasa,” kata General Manager PLN Wilayah Aceh, Zulkfli QIA melalui Kabag Humasnya, Said Mukarram, kepada Serambi, Jumat (4/9) malam.
Sejak terjadi gangguan pada Kamis sore, teknisi PLN terus melacak titik masalah, termasuk memastikan kondisi tower apakah ada yang tumbang. Akhirnya diketahui sumber gangguan bukan pada tower melainkan terlepasnya jaringan pada konduktor sistem transmisi di antara tower 102 dan 103 di perbatasan Aceh Tamiang-Sumut. “Perbaikan langsung kita lakukan. Pada pukul 00.00 WIB (Jumat dini hari), satu sirkuit berhasil kita atasi,” ujarnya. Perbaikan sirkuit satunya lagi baru berhasil diatasi pada pukul 18.15 WIB. Kemudian arus listrik disuplai secara bertahap, dan sekitar pukul 19.40 WIB, PLN memastikan listrik telah kembali normal.
Menurut Said, gangguan seperti ini baru pertama sekali terjadi. Pihaknya masih menyelidiki penyebab lepas/putusnya kawat pengantar arus listrik dari konduktor. Seperti biasanya, setiap kali terjadi gangguan pada sistem interkoneksi Sumut-Aceh, hampir seluruh kabupaten/kota di sepanjang jaringan harus mengandalkan pembangkit-pembangkit sektor yang kapasitasnya sangat terbatas. Seperti di Kota Banda Aceh dan Aceh Besar, pasokan arus disuplai dari PLTD Lueng Bata berkapasitas sekitar 20 MW. “Kemampuan sebesar itu hanya bisa meng-cover 30 persen wilayah pelayanan di Banda Aceh dan Aceh Besar. Makanya harus dilakukan penggiliran,” ujar Said Mukarram. Kondisi serupa juga dialami kawasan pelayanan Pidie dan sekitarnya, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Utara, dan Lhokseumawe. Bahkan di Aceh Timur, Aceh Tamiang, dan Langsa semata-mata mengandalkan suplai arus dari Sumut.
Sebelumnya, Manager Teknik PLN, Tuanku Muntazar, dalam acara talk show di SerambiFM, menjelaskan, gangguan di sistem konduktor dimaksud terjadi akibat adanya kenaikan beban tegangan. “Awalnya kita menduga tower yang tumbang. Tetapi Alhamdulillah ternyata bukan,” imbuhnya. Total kebutuhan listrik di Aceh sebesar 258 MW dan 170 MW atau 70 persen dipasok dari sistem interkoneksi.
Kepala Cabang PLN Langsa yang membawahi Aceh Tamiang, Langsa, dan Aceh Timur, Baharudin SE, kepada Serambi, Jumat (4/8) mengatakan, sejak terjadinya gangguan suplai arus listrik dari Sumut ke Aceh, pihaknya telah menurunkan tim untuk memeriksa sejumlah tower di wilayah Aceh Tamiang yang dikhawatirkan tumbang. Ternyata setelah dicek tak ada tower yang tumbang, sehingga petugas mengarahkan pemeriksaan pada kabel tower. Setelah ditelusuri sepanjang malam hingga dini hari, baru pada Jumat pagi ditemukan kerusakan pada pengatar arus antara tower 102 dan 103. “Petugas menemukan kawat pengantar arus antara kedua tower tersebut putus,” ungkap Baharudin.
Tiga kasus kebakaran
Selama terjadinya gangguan pelayanan listrik, tercatat tiga rumah di lokasi terpisah terbakar. Kasus pertama menimpa rumah Muchtar (34), warga Dusun Suka Damai, Gampong Matang Cincin, Kecamatan Langsa Timur, Kota Langsa, terbakar pada Kamis (3/8) sekitar pukul 17.30 WIB. Kebakaran itu disebabkan sambaran api dari lampu teplok yang menerangi rumahnya, ketika listrik PLN padam malam itu di seluruh timur Aceh. Akibat kebakaran itu, Muchtar sekeluarga mengalami kerugian material jutaan rupiah, karena satu handphone mereka Sony Ericsson, dompet berisi uang Rp 400.000, STNK mobil butut Hayes, dan STNK sepeda motor Win hangus dilalap api. Pakaian mereka yang berada di lemari kamar dan ruangan tamu, sebagiannya juga hangus. Rumah tersebut malah baru saja dibangun Muchtar.
Di Banda Aceh, seperti diberitakan koran ini, kemarin, dua rumah milik warga Punge Blang Cut, yaitu milik Laila dan Yono juga dilalap si jago merah. Musibah itu terjadi sekitar pukul 23.00 WIB ketika Banda Aceh sedang gelap. Penyebabnya juga dari lampu teplok yang menyambar benda mudah terbakar di rumah korban.
13 Hari gelap
Dari Lhoksukon, Aceh Utara, dilapporkan, sudah 13 hari warga di Desa Cot Awe, Kecamatan Kuta Makmur, berbuka puasa dan melaksanakan shalat tarawih, serta makan sahut dalam keadaan gelap. Penyebabnya adalah trafo milik PT PLN di desa itu rusak. Tapi anehnya, hingga Jumat (4/9) kemarin, pihak terkait belum juga memperbaikinya. Amrullah (30), warga setempat kepada Serambi, Jumat (4/9), mengatakan trafo itu meledak sekitar 13 hari lalu, pada pukul 04.00 WIB. Setelah itu kondisi Desa Cot Awe gelap total saban malam, sedangkan listrik di desa tetangga tetap menyala. Warga sudah melaporkan kejadian itu ke PLN dan beberapa hari kemudian petugas PLN datang. “Tapi setelah diperbaiki tetap saja tidak menyala,” ungkap Amrullah.
Parahnya lagi, kata Amrullah, saat tadarus yang biasanya menggunakan alat pengeras suara, tapi selama listrik padama mereka tidak bisa menggunakan pengeras suara. Ini menyebabkan suasana malam puasa di desa itu tidak semarak, karena lantunan ayat-ayat suci Alquran tidak terdengar membahana. Mewakili warga sedesanya, Amrullah berharap petugas PLN tanggap atas derita yang mereka keluhkan itu, terlebih saat ini sedang bulan puasa.
Manajer PLN Rayon Lhokseumawe, Ali Basyah, mengakui kalau trafo di Desa Cot Awe rusak. Setelah mendapat laporan, pihaknya telah turun ke lokasi dan berusaha memperbaiki trafo tersebut. “Tapi trafonya ternyata tak bisa diperbaiki, sehingga harus diganti. Karena kami baru dapat trafo baru di Matangglumpang Dua, Bireuen, maka dalam dua hari ini akan diganti. Insya Allah listrik di Desa Cot Awe akan menyala kembali,” kata Ali Basyah. (yos/nas/md/bah/saf/c42)
http://www.serambinews.com/news/listrik-interkoneksi-terganggu-28-jam
Post a Comment