Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Hak Pekerja Rumahan Terpasung

Labels: , , ,
Kamis, 29 Oktober 2009 | 08:21 WIB

TEMPO Interaktif, Malang - Hidup sehari-hari Endang Sustiani, 42 tahun, tak lagi sama dengan tiga bulan lalu. Warga Desa Asrikaton, Kecamatan Pakis, Kabupaten Malang, Jawa Timur, ini kini lebih banyak menganggur. "Pesanan jahitan sepatu sepi," kata ibu tiga anak ini kepada TEMPO, Senin (26/10). Kini, jam kerjanya dimulai dari jam tujuh pagi hingga jam dua siang untuk 4 pasang sepatu. Bandingkan dengan tiga bulan lalu --ia biasa bekerja dari jam tujuh pagi hingga jam delapan malam untuk menyelesaikan jahitan 15 pasang sepatu.Penghasilannya pun kini turun drastis dari sebelumnya Rp 28.500 menjadi Rp 7.600 per hari.

Endang adalah salah satu dari ratusan buruh rumahan. Ia mendapatkan pesanan jahitan sepatu dari UD Sepatu Sani Kabupaten Malang. Sepatu Sani memproduksi sepatu merk Modello dan sandal merk Scholl dan Rohde ini dengan pasar di Malaysia, Singapura, Jerman, dan Dubai. Menurut Direktur Utama UD Sepatu Sani Josua Sembayong, jahitan sepatu berkurang karena sedang sepi pesanan dari luar negeri. "Pasar sedang sepi karena ada gangguan ekonomi global," katanya.

Sebagai seorang buruh rumahan, Endang dan teman-temannya tak kuasa mengelak dari sepi pesanan jahitan ini. Mereka hanya bisa menerima apapun keputusan perusahaan yang memproduksi sepatu merk Modello dan sandal merk Scholl dan Rohde ini. Diberi pekerjaan menjahit 12 pasang sepatu diterima, termasuk cuma empat pasang sepatu. Mereka tak bisa menolak, apalagi meminta lebih.

Menurut Sekretaris Jendral (Sekjen) Mitra Wanita Pekerjaan Rumahan Indonesia (MWPRI) Cecilia Susiloretno, kondisi yang dialami buruh rumahan UD Sepatu Sani adalah potret buruh rumahan di Indonesia. "Banyak hak pekerja yang terpasung," katanya. Hak yang tak pernah dinikmati pekerja adalah, antara lain, upah layak, Jamsostek, Askes, libur, cuti, dan rentan terhadap pemutusan hubungan kerja. Upah yang didapat pekerja rumahan misalnya hanya separuh dari upah minimum kota/kabupaten.

Cecilia mencotohkan hasil penelitian pada UD. Sepatu Sani menyebutkan produk perusahaan dijual dengan harga antara Rp 500 ribu hingga Rp 2 juta. Namun, upah yang diterima pekerja rumahan yang bekerja di perusahaan tersebut hanya sekitar Rp 2.200 hingga Rp 2.850 perpasang. "Satu pasang sepatu sering dikerjakan dua hingga tiga orang. Upah ini sangat merugikan buruh."

Penyebab hak para buruh terpasung adalah belum ada satupun peraturan perundangan ketenagakerjaan yang mengatur pekerja rumahan. Ini disebabkan karena Pemerintah menganggap pekerja rumahan bukan termasuk pekerja perusahaan. "Pekerja rumahan dianggap sebagai pekerja sektor informal," ujar Cecilia. Karena Pemerintah tak mengakui, perusahaan ikut-ikutan tak mengakui juga. Padahal, pekerja rumahan bukan pekerja lepas, karena mereka bekerja penuh, sehingga masuk upah borongan.

Ketua Serikat Pekerja Seluruh Indonesia (SPSI) Jawa Timur, Rendra Khresna mengatakan pelanggaran hak-hak pekerja rumahan memang sering terjadi. Namun pelanggaran ini tidak bisa ditindak karena belum adanya peraturan yang mengatur pekerja rumahan. "Ini pelanggaran yang dilegalkan," katanya. Undang-undang yang dilanggar pengusaha adalah Undang-undang Ketenagakerjaan No. 13 th 2003, dan UU No 3 th 1992.

Wakil Ketua Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Malang Raya Samuel Molindo mengakui jika perusahaan tak mencatat pekerja rumahan sebagai pekerja perusahaan. Ini dikarenakan para pekerja rumahan bekerja di rumah masing-masing. "Mereka termasuk pekerja informal. Tak ada hubungan ketenagakerjaan dengan perusahaan," tuturnya.

Kepala Dinas Tenaga Kerja Kabupaten Malang Jaka Ritamtama mengatakan Pemerintah sulit melindungi pekerja rumahan karena seringkali tak ada perjanjian hukum antara pekerja rumahan dan perusahaan. "Sulit untuk memproses hukum."

Pemerintah sudah berupaya maksimal melindungi pekerja rumahan. caranya, antara lain, dengan membantu permodalan, peralatan kerja, dan pelatihan. Langkah ini dilakukan sambil menunggu aturan yang melindungi pekerja rumahan. "Tidak ada keegganan dari pemerintah menyelesaikan persoalan pekerja rumahan," ujar Jaka.

Untuk melindungi pekerja rumahan, Cecilia dan Rendra berharap segera ada peraturan ketenagakerjaan tentang pekerja rumahan. Ini bisa ditempuh dengan terlebih dahulu meratifikasi konvensi organisasi buruh internasional (ILO) tentang pekerja rumahan. "Konvesi ILO sudah 13 tahun, Namun Indonesia belum meratifikasi," kata Cecilia.

ILO PBB pada tahun 1996 telah memasukkan pekerja rumahan dalam sebuah konvensi. Dalam konvensi ILO, pekerja rumahan didefinisikan sebagai pekerja yang bekerja di lingkungan rumah untuk memperoleh pendapatan dari luar rumah tangga.

Ada tiga karaktersitik pekerja rumahan, yaitu tempat kerja di rumah pekerja itu sendiri, hubungan industrial (majikan-buruh) ditandai dengan sub ordinasi ekonomi dan teknis, serta pekerja rumahan tidak memiliki akses pemasaran produk. Selain itu, pekerja rumahan mendapatkan penghasilan dengan dibayar berdasarkan jumlah produk yang mampu dihasilkannya, bukan berdasarkan lama (jam kerja), baik untuk satuan bijian, puluhan, dosinan atau satuan lainnya.

MWPRI sudah berusaha keras agar konvensi pekerja rumahan diratifikasi. April 2008 misalnya, MWPRI bertemu dengan Departemen Tenaga Kerja dan Transmigrasi (Depnakertrans) untuk membicarakan masalah konvensi ini. Hasilnya, Depnakertrans sepakat untuk meratifikasi. Namun, usai pertemuan, Depnakertrans tak mau bergerak.

Berdasar data Badan Pusat Statitik (BPS), jumlah pekerja sektor informal sebanyak 34 juta orang. MWPRI mencatat dari 34 juta pekerja rumahan, separo diantaranya adalah pekerja rumahan. Mereka bekerja di berbagai di berbagai bidang pekerjaan seperti kerajinan, roko, elektronik, pertanian, makanan, mainan anak, dan perikanan. Sebagian besar dari para pekerja rumahan adalah wanita.

Bibin Bintariadi

http://www.tempointeraktif.com/hg/hukum/2009/10/29/brk,20091029-205104,id.html
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts