Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Posisi Konsumen Selalu Berada di Bawah Tekanan Produsen

Monday, 29-06-09 @ 15:41

Metrotvnews.com, Jakarta: Sampai saat ini, posisi konsumen dalam setiap transaksi perdangan fisik atau jasa keuangan, selalu dikalahkan meskipun sudah ada Undang-undang Informasi dan Transaksi Elektronik/ITE.

Posisi konsumen selalu berada di bawah tekanan produsen dan konsumen dipersepsikan tidak punya hak untuk menuntut jika produk dari elektronik itu terjadi kesalahan, kata Dr.Ir. Edy Santoso, MH usai membacakan naskah disertasinya di Universitas Padjajaran, Bandung, Senin.

Menurut Edy, agar UU ITE dapat bermanfaat untuk masyarakat luas, seyogianya segera dibuat peraturan pemerintah (PP) agar ada keseimbangan antara produsen, penjual dan konsumen.

"UU itu dibuat bukan untuk memihak orang yang punya modal, tetapi untuk semua pihak dalam strata yang sama," katanya, seraya mencontohkan kasus Prita Mulyasari yang sempat di penjara di Rutan Tangerang, terlihat UU ITE masih memihak kepada pemilik modal.

Ia juga mencontohkan, piranti lunak yang dijual di pasar, jika ada kesalahan atau membahayakan konsumen, seolah-olah konsumen tidak punyak hak menuntut.

"Padahal tidak semua konsumen mengerti apakah perangkat lunak yang dijual di pasar itu produk pertama atau turunan (copy). Lisensinya berada di pihak produsen sedang konsumen tidak punya hak untuk memferifikasi," katanya.

Edy dengan disertasi yang berjudul "Perdagangan Perangkat Lunak Komputer Melalui Transaksi Elektronik Dihubungkan dengan Perlindungan Hak Cipta dan Konsumen" diuji lebih dari 6 guru besar, seperti Prof. Dr. Juhaendah Hassan, Prof. Dr. Yudha Bakti dan Prof. Dr. Ramly. Para penguji sepakat untuk menobatkan promovendus dengan nilai sempurna atau cum-laude.

Menurutnya, dalam Kitab Hukum Perdata, dasar perjanjian Pasal 1338 - 1320 KUH Perdata, pada intinya mengatur sah tidaknya suatu perjanjian ditandatangani. Perjanjian dinilai sah oleh kedua belah pihak jika mengandung unsur cakap dan dewasa. Perjanjian juga harus dilandasi dengan kehendak baik, sehingga perjanjian itu tidak dapat dibatalkan salah satu pihak.

Dalam transaksi perdaganga lewat elektronik, syarat sahnya perjanjian itu tidak tampak, karena pihak satu dengan pihak lain, tidak saling kenal. Itu sebanya, banyak orang yang melakukan transaski lewat elektronik, semisal pengambilan uang lewat Anjungan Tunai Mandiri/ATM pihak konsumen yang sering dikalahkan.

"Kalau pengambilan secara langsung, dapat diverifikasi, apakah pengambilan itu karena dipaksa atau karena tanpa ditekan. Jika dipaksa, tentu pengambilan dapat dinilai tidak sah karena ada penekananan.

Tetapi jika transasiknya lewat elektronik, maka pihak bank tidak mau mengerti masalah sahnya perjanjian itu, dan pihak penyedia perangkat lunak juga tidak dapat disentuh oleh hukum, seolah antara pembuat piranti lunak, produsen/bank dan konsumen, tidak saling berhubungan.

Menurut dia, sudah saatnya pemerintah melakukan harmonisasi terhadap peraturan perundang-undangan yang ada, seperti KUHPerdata, KUHP, UU Hak Cipta dan UU No 11 tahun 2008 tentang ITE yang belum ada peraturan lanjutannya.

Jika pemerintah dapat mengharmonisasikan peraturan itu, kasus seperti Prita atau kasus yang merugikan konsumen, tidak akan terulang lagi, kata Edy. (Ant/ICH)

http://www.metrotvnews.com/index.php/mobile/news_aktual/51
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts