Selasa, 06/10/2009 18:00 WIB
Nurul Ulfah - detikHealth
Jakarta, Sebagai program terobosan di bidang kesehatan Indonesia, Jamkesmas (Jaminan Kesehatam Masyarakat) dianggap bisa menyejahterakan rakyat. Namun pakar kesehatan masyarakat menilai program tersebut masih kurang transparan dan rawan penyelewengan, sehingga perlu dibentuk badan khusus untuk mengelolanya.
"Jamkesmas bermanfaat untuk orang miskin, tapi sayangnya dijalankan tidak sesuai aturan, ibaratnya Robin Hood," ujar Prof. Dr. dr Hasbullah Thabrani, pakar kesehatan masyarakat dan mantan Dekan Fakultas Ilmu Kesehatan Masyarakat UI disela-sela acara seminar Sistem Kesehatan yang Ideal Bagi Indonesia yang digelar di Wisma GKBI, Jakarta, Selasa (6/10/2009).
"Harusnya pengelolaannya tidak dilakukan Depkes, tapi oleh suatu badan yang khusus menangani jamkesmas, karena rawan tindakan korupsi," tambah Hasbullah.
Sebelumnya program Jamkesmas dikatakan sebagai pelayanan kesehatan gratis bagi masyarakat miskin yang sebelumnya disebut Asuransi Kesehatan untuk Masyarakat Miskin (Askeskin).
Dalam mekanisme Jamkesmas, PT Askes tidak lagi ditugasi melakukan pengelolaan keuangan program dan hanya dibebani tugas mengelola kepesertaan, pra-verifikasi peserta dan pelayanan program. Pemberian dana yang sebelumnya diatur oleh PT Askes, sekarang masuk ke kas negara. Dana itu akan mengucur ke bank kalau ada tagihan dari rumah sakit.
Namun meskipun demikian, program Jamkesmas yang ditujukan pada 76,4 juta jiwa rakyat miskin di Indonesia itu masih rawan ditunggangi aksi korupsi dan masyarakat miskin yang ingin mendapatkannya harus mau direpotkan dengan segala macam persyaratannya apalagi antreannya.
Rawannya pembagian kartu dan konspirasi antara pemerintah daerah dengan rumah sakit setempat dikhawatirkan juga masih bisa terjadi. Oleh karena itu, Hasbullah menyarankan pemerintah membuat badan yang khusus mengelola jamsostek agar bisa lebih transparan dan terpisah dari pemerintah itu sendiri.
Saat ini, UU kesehatan yang berhasil disahkan setelah bertahun-tahun terkatung-katung sedang mencoba ke arah situ. "Undang-undang mengharuskan transparan. Seperti peserta jamsostek misalnya, peserta seharusnya mendapat informasi saldo akumulasi iuran yang telah disumbangkannya. Dulu saya pernah kerja di Amerika, dan sampai sekarang masih dikirimin informasi iuran jaminan tenaga kerja tiap tahunnya," tutur Hasbullah.
Yang ada sekarang ini, Jamsostek hanya memberikan informasi pada majikan alias pimpinan perusahaan saja. "Harusnya dikirim langsung ke rumah atau bisa diakses lewat internet menggunakan password. Keterbukaan dan transparansi itu harus ada, walaupun dipaksa," ujar Hasbullah.
Dalam Program Jamkesmas, kegiatan verifikasi dilakukan oleh tenaga verifikator independen yang direkrut oleh pemerintah melalui Dinas Kesehatan di daerah. Namun masalahnya, jika pengelolanya itu pegawai pemerintah, Hasbullah khawatir kinerjanya tidak maksimal.
"Mau pintar mau bodoh, PNS kan gaji pokoknya sama. Gaji pokok artinya pokoknya ada gaji, jadi pokoknya hadir, akibatnya kinerjanya tidak bagus. Jadi sebaiknya buat badan khusus di luar pemerintahan," ujar Hasbullah.
http://health.detik.com/read/2009/10/06/180052/1216513/763/jamkesmas-seharusnya-tidak-dikelola-depkes

Post a Comment