Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Listrik dan Ironi Sosial

Selasa, 27 Oktober 2009

Oleh : Muhammad Khairil *)

TULISAN ini terinspirasi dari cahaya lilin yang semakin redup seredup harapan saya dan mungkin masyarakat lainnya akan penanganan masalah listrik yang sejauh ini sebatas “janji manis” namun kenyataannya terasa “menyakitkan”. Menyakitkan karena janji yang tidak tertepati dengan segala pembenaran yang dibenarkan.

Terkadang sebagai masyarakat awam dengan pola pikir praktis prakmatis, saya menilai dan bertanya dalam hati begitu sulitkan masalah listrik ini tertangani oleh pemerintah daerah? tidak cukupkah jeritan keluh, teriakan histreris, sumpah serapah juga caci maki hampir seluruh lapisan masyarakat karena listri yang seakan hanya hidup “sejam” mati “selamanya”.

Sangat ironis, kita berbicara pengembangan wilayah Sulawesi Tengah sementara untuk masalah listrik saja belum bisa teratasi. Lebih ironis lagi ketika janji “selangit” sementara nyata yang terwujud hanya sebatas “telinga”. Betapa naïf kita, kalau demi ego dan tarik ulur kepentingan maka masyarakat terabaikan.

Mengurai benang kusut permasalahan listrik mungkin tidak semudah menyalahkan siapa yang berkewajiban mengatasi masalah ini dan tulisan ini tidak bermasuk menyalahkan atau menghakimi pihak tertentu namun setidaknya sebagai sumbangsi keluh kesah maka saya coba melihat ini dalam konteks ironi sosial pada beberapa aspek berikut, yaitu:

Pertama, pemadaman listrik yang tidak menentu bahkan tidak mengenal waktu, entah pagi, siang, sore, malam, tengah malam bahkan jelang fajar menimbulkan tanya bahkan prasangka seakan pemadaman listrik ini dilakukan seenaknya oleh “oknum” tertentu. Ironisnya hal ini seakan dibiarkan berlarut dan terus berlarut. Lalu sampai kapan? Tanya yang tak kunjung terjawab.

Kedua, tidak cukupkah bertahun-tahun masyarakat bersabar mengalami pemadaman listrik yang tidak mengenal waktu? Ironisnya, ketika masyarakat terlambat membayar listrik untuk alasan tertentu maka tanpa kompromi dan tedeng aling-aling harus membayar denda sekian rupiah. Begitu tirankah kita melakukan kezaliman atas nama “pemadaman listrik” ?

Ketiga, sebenarnya pemadaman listrik ini hal yang biasa saja, menjadi luar biasa bahkan “binasa” karena berlarut hari, bulan bahkan tahun, padam tak menentu, tanpa kepastian dan lebih parah lagi tanpa penjelasan yang sejelas-jelasnya apa masalahnya, bagaimana jalan keluarnya dan harusnya berbuat apa. Perlukah pembayaran listrik dinaikkan hingga 100 persen demi setitik cahaya di setiap rumah?

Keempat, sekiranya pun harus terjadi pemadaman listrik, maka sebaiknya dilakukan dengan cara-cara yang bijak. Semisal, ditentukan perwilayah dan perjamnya, kalau perlu dibuatkan jadwal khusus pemadaman di setiap wilayah dan yang terpenting ada sosialisasi dan konsistensi. Inilah masalahnya. Pemadaman listrik khususnya di Kota Palu ini, tidak menentu, kurang sosialisasi dan tanpa kepastian. Ironisnya, masyarakat tidak memeroleh kompensasi apa-apa terhadap hak listrik yang mestinya mereka terima seperti halnya tuntutan kewajiban yang harus mereka tunaikan. Sadarkah “mereka” yang berwenang betapa banyak kerugian baik materil misalnya kerusakan elektronik maupun gangguan emosional akibat listrik yang tiba-tiba saja padam?

Kelima, bagi sebagian masyarakat menengah ke atas mungkin tidak sulit untu membeli generator sebagai alternatif namun bagi masyarakat ekonomi lemah jangankan generator, lilin pun terasa begitu berat namun untuk saat ini masyarakat sudah semakin jenuh bahkan mungkin di ambang putus asa melihat ulah listrik yang padam “seenaknya”. Klimaks dari semuanya hanya ada satu slogan dalam konteks ironi sosial “habis terang terbitlah gelap”.

Mengetuk nurani bagi “mereka” yang berwenang untuk menangani masalah listrik ini menjadi ruh dalam tulisan yang mungkin lebih pada curahan hati seorang yang hampir di setiap malamnya ditemani cahaya lilin. Semoga tulisan ini menggugah dan mampu mengubah gelap menjadi terang. Amin.

*) Penulis adalah Dosen Program Studi Ilmu Komunikasi FISIP Untad

http://www.radarsulteng.com/berita/index.asp?Berita=Opini&id=59106
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts