Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Presiden Harus Laksanakan SJSN

2009-11-26

[JAKARTA] Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) harus turun tangan untuk mengimplementasikan Sistem Jaminan Sosial Nasional (SJSN) dalam program 100 hari kerjanya. Sebab, masalah jaminan sosial seperti diatur dalam Undang-Undang (UU) 40/2004 tentang SJSN, merupakan hal mendesak yang harus segera dilaksanakan untuk kesejahteraan rakyat dalam kondisi seperti sekarang.

Desakan itu dilontarkan mantan Ketua Tim Perumus SJSN, Sulastomo dalam diskusi bertemakan Menata Kembali Jaminan Sosial Nasional, Mewujudkan Amanat Konstitusi, yang digelar harian umum Suara Pembaruan di Jakarta, Rabu (25/11). Dia mengingatkan, Indonesia sudah ketinggalan jauh dengan negara tetangga dalam hal menyejahterakan rakyatnya.

Hal ini tampak pada human development indeks (HDI) Indonesia yang menduduki posisi 111 di dunia, lebih buruk dari Singapura, Malaysia, dan Thailand. Di samping itu, SJSN, kata dia, juga untuk mengubah sistem pensiunan sekarang, karena diperkirakan, 2015, APBN tidak lagi mampu membiayai pensiunan yang mencapai 83 persen.

"Lebih mengkhawatirkan, jumlah manula diperkirakan menjadi 60 juta tahun 2030, tapi tidak memiliki jaminan sosial. Dalam implementasi SJSN, Indonesia harus lari untuk mengejar ketertinggalan. Kalau tidak, akan berdampak pada ketimpangan regional," katanya lagi.

Dia menambahkan, persepsi yang belum sama di kalangan pemerintah adalah hambatan utama. Pada Pasal 52 UU SJSN, mewajibkan keempat lembaga BUMN, yakni Taspen, Asabri, Jamsostek dan Askes menyesuaikan diri dengan UU tersebut untuk menjadi Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS).

Namun, ada pemikiran, khususnya di kalangan Kementerian BUMN bahwa yang terpenting substansi UU SJSN terkait dipenuhi, meskipun masih bentuk BUMN. Misalnya, terkait nirlaba, keempat BUMN ini telah menjalankan substansi UU SJSN, yang telah dibebaskan dari kewajiban membayar deviden, untuk memenuhi sifat nirlaba.

"Pemikiran seperti ini sudah ada sejak persiapan RUU SJSN. Semua telah disepakati termasuk DPR dan pemerintah, jadi kalau sekarang diperdebatkan lagi sama saja UU ini dimentahkan kembali, padahal waktu itu revisi 55 kali," katanya.

Dia menyarankan, pemerintah harus segera menyelamatkan Pasal 52. Salah satunya, segera mengajukan draft UU BPJS yang sedang disusun oleh Depkumham ke DPR agar secepatnya diselesaikan.


Kemauan Politik

Di samping itu, kata dia, harus ada kemauan politik dari pemerintah dan DPR untuk mengusulkan perubahan UU BUMN, yang memungkinkan akomodasi BUMN Khusus yang bersifat nirlaba, menerbitkan Perppu BPJS atau amendemen UU SJSN khususnya Pasal 52.

Sebelumnya, mantan Ketua Umum Pengurus Besar Ikatan Dokter Indonesia (IDI) Kartono Mohamad mengatakan, program jaminan kesehatan rakyat miskin (Jamkesmas) yang diterapkan selama ini harus dihentikan dan diganti dengan asuransi sosial seperti diatur dalam UU SJSN. Dia juga meminta agar SJSN segera dilaksanakan dalam program 100 hari Presiden SBY dan kabinetnya.

Sedangkan, pengamat kesehatan dari Universitas Gadjah Mada (UGM), Ali Ghufron Mukti mengatakan, pemerintah harus duduk bersama dan menetapkan desain makro SJSN, dan konsisten untuk melaksanakannya. Harus ada harmonisasi persepsi mengenai, jumlah badan penyelenggara, pembagian tugas, jumlah iuran, paket, dan cara pengumpulannya.

"Pemerintah harus buat peraturan operasional UU 40/2004, yang mengakomodasi berbagai kepentingan, termasuk pemda yang saat ini sudah membuat Jamkesda," katanya. [D-13]

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=12067
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts