Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

YLKI: Kriminalitas Perumahan Masih Tinggi

Wednesday, 30 December 2009 08:17

JAKARTA - Ketua Pengurus Harian Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) Sudaryatmo mengatakan dalam lima tahun terakhir potensi tindak pidana perumahan yang merugikan konsumen masih cukup tinggi. "Banyak kasus di mana konsumen dikriminalisasi," katanya dalam acara Sosialisasi Penerapan Tindak Pidana di Bidang Perumahan dan Permukiman di Jakarta, Selasa (29/12).

Sudaryatmo mengatakan, setidaknya ada lima jenis pelanggaran yang sering dialami oleh konsumen yang masuk kategori pidana. Pertama banyaknya pengembang menjual kavling saja tanpa bangunan. Padahal menurut Undang-Undang Perumahan hal ini dilarang.

Menurut Sudaryatmo, sejak 2008 banyak kasus semacam itu tapi Menteri Perumahan kala itu hanya mengimbau agar pengembang tidak menjual kavling saja padahal ini jelas-jelas pelanggaran. "Apa bedanya pengembang dan spekulan tanah kalau cuma menjual kavling saja," tutur dia.

Persoalan kedua yang sering terjadi konsumen membeli rumah tanpa dokumen perizinan sama sekali. "Lalu kasus berikutnya konsumen sudah melunasi rumahnya namun tak ada bukti kepemilikan karena belum ada pemecahan sertifikat sampai developer-nya (pengembang) keburu bubar," ujar Sudaryatmo.

Masalah keempat yang sering terjadi adalah realisasi fasilitas sosial dan fasilitas umum yang tidak sesuai janji. "Ketika di brosur disebut ada fasilitas pendidikan tapi kenyataannya baru berupa tanah saja," ucapnya. Banyak pengembang juga menyebutkan brosur bukan perjanjian sehingga bisa berubah sewaktu-waktu.

Padahal, menurut Sudaryatmo, hal ini melanggar Pasal 18 Undang-Undang Perlindungan Konsumen. "Pengembang juga bisa merubah secara sepihak. Tadinya dibilang akan bangun kolam pemancingan ternyata tanahnya dijual dan dibangun rumah baru," jelasnya.

Sudaryatmo pun menyoroti banyaknya notaris yang bersedia membuat akta jual beli tanah berikut bangunan, padahal bangunan belum dibangun. Akta ini dibuat sebagai syarat supaya konsumen bisa mengajukan kredit perumahan rakyat (KPR) ke pihak bank. Cara ini justru akan merugikan konsumen.

"Konsumen nantinya harus mencicil KPR tapi rumah tidak ada. Kalau berhenti, bank akan mengenakan penalti," katanya. Kecuali Bank Tabungan Negara, banyak bank yang melakukan hal ini termasuk BTN Syariah.

Sayangnya meski tergolong tindak pidana, tidak ada tindakan hukum yang dilakukan kepolisian terkait hal tersebut. Kepolisian juga sering memberikan perlakuan berbeda. Jika yang melapor konsumen tidak ada tindak lanjut tapi jika pengembang responsnya lebih cepat.
(dat08/tem)

http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=77546:ylki-kriminalitas-perumahan-masih-tinggi-&catid=59:kriminal-a-hukum&Itemid=91
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts