Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

RRC VS Republik Rakyat Google

22/01/2010 - 14:54

A. Dahana

FAREED Zakaria, editor kepala Majalah Newsweek International menyebutnya sebagai real clash of civilization atau benturan budaya yang nyata. Atau, mungkin boleh juga dikatakan sebagai bentuk nyata benturan antara keserakahan kapitalisme dan otoritarianisme Cina.

Itulah julukan yang diberikan atas pertentangan antara Google dan pemerintah Cina yang kini tengah berlangsung dan seluruh dunia tengah menunggu bagaimana masalah itu akan berakhir. Masalahnya dimulai oleh keluhan Google, raksasa pencari informasi di dunia maya yang memulai bisnis di Cina sejak 2006.

Sekitar dua pekan lalu, Google menyampaikan protes kepada pemerintah Cina yang dalam hal ini diwakili oleh sebuah BUMN bernama Baidu. Dalam protes itu Google menyatakan, situs-situs yang mendorong tumbuhnya proses demokratisasi di negeri berpenduduk lebih dari satu milyar itu telah diganggu dan malahan tak berfungsi akibat serangan dari para hackers. Google menduga, serangan itu berasal dari para penyerang yang sebetulnya alat pemerintah Cina.

Intrusi terhadap situs-situs yang dapat ditelusiri dengan menggunakan Google tidak hanya berasal dari Cina, tapi juga berasal dari Iran. Itulah juga yang menjadi kecurigaan bahwa gangguan itu dilakukan para hackers yang disponsori pemerintah Cina. Karena, maklumlah di Iran banyak teknisi Cina yang membantu pengembangan proyek nuklir negeri mullah tersebut. Oleh sebab itulah Google mengancam ia akan hengkang dari Cina andaikata gangguan itu tak dihentikan.

Sebenarnya konflik antara raksasa yang oleh mereka yang sinis disebut “Republik Rakyat Google” dan “Republik Rakyat Cina” sudah diduga sejak awal. Ketika Google mulai beroperasi di sana sejak 2006, ia tunduk pada tekanan pemerintah Cina yang menerapkan sensor-sensor keras atas beberapa situs tertentu. Di Cina, orang tak akan dapat menemukan info tentang 'demokrasi', 'pembantaian Tiananmen', 'Dalai Lama' dengan menggunakan Google lantaran sensor dan pemblokiran oleh pemerintah.

Daftar itu kian panjang dengan terjadinya kerusuhan di Tibet dan Xinjiang. Malahan, dalam beberapa bulan terakhir ini para penguasa Cina juga telah memblokir You tube dan Video Sharing. Oleh karena itulah para pengamat mengatakan konflik antara Google dan pemerintah Cina bakal terjadi dan hanya menunggu waktu. Dan, itulah yang sekarang terjadi.

Google dan Cina merupakan bentrokan antara dua prinsip yang berbeda atas dasar alasan serupa. Google berpegang pada prinsip keharusan menjamin kemerdekaan berbicara dan mengeluarkan pendapat sesuai asas demokrasi.

Para penguasa Cina (baca: Partai Komunis Cina) berpegang pada prinsip bahwa demi memelihara keamanan dan ketertiban harus ada batas-batas tertentu atas kebebasan untuk menyampaikan pendapat dan memperoleh informasi.

Jadi, sebenarnya kedua pihak memegang prinsip itu atas dasar asas yang sama, yakni kepentingan publik. Hanya saja, Google berprinsip pada hak setiap orang untuk memperolah informasi apapun, sedangkan pemerintah Cina berpegang pada pendapat bahwa ada beberapa informasi yang dapat mengganggu keamanan dan ketertiban. Karena itu info semacam itu harus dibendung.

Karena adanya insiden serangan terhadap situs-situs tertentu itu, Google mengancam ia akan hengkang dari Cina mulai Februari. Sebegitu jauh pemeritah Cina kelihatannya tak peduli. Seorang juru biara pemeritah menolak kalau serangan cyber itu, kalau memang ada, berasal dari Cina. Ia hanya mengatakan bahwa sensor dan blocking atas situs-situs tertentu yang tak cocok untuk rakyat Cina sudah menjadi kesepakatan antara kedua pihak ketika Google boleh mulai beropersi di Cina.

Juru bicara Cina juga mngatakan perjanjian dengan Google didasarkan pada praktek kerjasama bisnis yang lazim antara perusahaan asing dengan mitra lokal. Belum jelas benar kalau pernyataan Google untuk hengkang dari Cina itu merupakan ancaman serius atau taktik dagang.

Maklumlah, laba yang diraupnya dari iklan di pasar Cina yang begitu luas itu sangat besar. Ia mempekerjakan lebih dari 700 orang dan marjin keuntungan yang lebih dari $300 juta/tahun.

Keuntungan itu diperoleh dari para pengguna web di Cina yang jumlahnya lebih dari 300 juta. Namun, naga-naganya langkah Google itu kelihatannya serius. Kalau saja itu taktik dagang, yakni menuntut pembagian kuntungan yang lebih besar, itu pasti disampaikan secara rahasia. Ujung-ujungnya akan ada negosiasi yang tentu saja bakal menguntungkan kedua belah pihak.

Keseriusan itu dibuktikan oleh pernyataan Google yang mengatakan, ia akan merundingkan lagi masalah sensor dan pemblokiran itu dengan pemerintah Cina. Mungkin juga telinga Google sudah mulai panas lantaran munculnya kritik yang umumnya muncul di dunia Barat, bahwa perusahaan internet itu telah menjual diri dengan tunduk kepada kemauan penguasa Cina, demi dolar yang berlimpah.

Penulis adalah pengamat Cina [mor]

http://www.inilah.com/news/read/celah/2010/01/22/298691/rrc-vs-republik-rakyat-google/
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts