Thursday, 27 May 2010 07:50
MEDAN - Penerapan Asian-China Free Trade Aggrement (AC FTA) memang menjanjikan banyak hal yakni berpotensi mencapai total perdagangan setiap tahunnya mencapai nilai US $1, 23 triliun, Produk Domestik Bruto (PDB) negara anggota sekitar US $2,0 triliun. Namun kenyataan, itu hanya isapan jempol semata karena pada saat ini, Indonesia sebagai salah satu negara anggota ACFTA justru malah terpuruk karena mengganggu pasar domestik, Usaha Mikro Kecil Menengah (UMKM) dan koperasi.
Hal tersebut diungkapkan Rektor Institut Manajemen Koperasi Indonesia (Ikopin), Rully Indrawan di Medan, tadi malam.
"Sebenarnya banyak potensi yang menguntungkan dengan penerapan ACFTA salah satunya berpotensi menciptakan 1,7 miliar konsumen. Namun, kita (Indonesia-red) tidak bisa memanfaatkannya karena kita tidak mempersiapkan diri dan tidak memperkuat sektor riil agar bisa bersaing," katanya.
Dijelaskannya, penerapan kebijakan-kebijakan yang selama ini digulirkan seperti paket-paket kebijakan perbaikan iklim investasi dan pemberdayaan UMKM, kebijakan countercyclical untuk menghadapi dampak krisis keuangan global, dan kebijakan debottlenecking belum mampu menunjukan peningkatan daya saing hasil industri Indonesia.
"Malah yang terjadi adalah memperlebar neraca perdagangan Indonesia dengan China, pengangguran membengkak seiring dengan tutupnya industri kegiatan masyarakat," paparnya.
Rully menjelaskan, jika sektor riil dapat diperkuat dan koperasi memiliki ketahanan internal berupa tersedianya sumber daya manusia yang tangguh dan kompeten termasuk tersedianya sistem pembiayaan dengan mudah diakses dengan bunga yang terjangkau maka potensi-potensi yang ditimbulkan ACFTA tersebut dapat dimaksimalkan.
"Saat ini dikhawatirkan ada sedikitnya sepuluh sektor industri nasional yang terancam tersingkir yang melibatkan pelaku bisnis, UMKM dan koperasi akibat serbuan produk China," katanya sembari menambahkan sepuluh sektor tersebut adalah tekstil, makanan dan minuman, petrokimia, alas kaki, peralatan pertanian, fiber sintetik, elektronik (kabel, peralatan listrik), permesinan, jasa ennginering, besi baja.
Dia mengatakan, sejak sepuluh tahun terakhir koperasi memang menunjukan kemunduran yang disebabkan oleh tatanan ekonimi baru dengan daya saing usaha masyarakat yang lemah dan tidak mampu bersaing alhasil menambah kemiskinan dan angka pengangguran.
"ACFTA sebenarnya sudah disepakati delapan tahun yang lalu, namun tidak ada pembenahan yang dilakukan untuk meningkatkan daya saing. Untuk itu, Dekopin harus mengambil langkah-langkah pembinaan koperasi untuk peningkatan daya saing," paparnya.
Rully mengatakan, usaha kecil dan menengah memiliki kinerja yang lebih baik dibandingkan dengan usaha besar. Hal ini dapat diketahui dari kemampuannya untuk melunasi kewajiban pembayaran utang-utangnya. "UMKM dan koperasi memiliki peran yang strategis dalam mewujudkan struktur perekonomian nasional. Namun, permasalahannya adalah pemenuhan kebutuhan modal," paparnya.
Pendanaan mikro, katanya, merupakan hal yang penting dalam memerangi kemiskinan yang memberikan kesempatan bagi keluarga miskin untuk berinvestasi ke dalam badan usaha untuk membaiki kondisi kehidupan.
Editor: NORA DELIYANA LUMBANGAOL
(dat04/wsp)
http://www.waspada.co.id/index.php?option=com_content&view=article&id=117848:acfta-pasar-domestik-umkm-dan-koperasi-terpuruk&catid=77:fokusutama&Itemid=131
Post a Comment