Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Berhenti Merokok tanpa Obat

Labels: ,
Minggu, 30 Mei 2010 pukul 09:43:00

Reiny Dwinanda

Dari 70 persen yang ingin berhenti merokok, hanya lima prsen yang berhasil.

Pernahkah Anda memerhatikan label peringatan yang menempel pada kemasan rokok? Sederet penyakit dan gangguan kesehatan tertera di bungkus rokok, merek apapun. Meski begitu, kenyataannya orang tetap saja meneruskan kebiasaan merokok.

Angka perokok baru pun sulit sekali direm laju pertumbuhannya. Celakanya, perokok baru itu makin dini usianya. "Tercatat, angkatan muda mulai merokok sejak usia 8 tahun," ungkap dr Aulia Sani SpJP (K).

Apa yang mengancam perokok muda tersebut? Dalam tempo yang tak terlalu lama, mereka bisa mengalami peningkatan denyut jantung dan tekanan darah. "Yang gampang terlihat, efek di gigi, warnanya jadi kuning sampai hitam," papar pengajar Departemen Kardiologi dan Kedokteran Vaskuler Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia ini.

Akses terhadap rokok memang kelewat longgar di Indonesia. Merokok pun membudaya di banyak keluarga. Bahkan, dalam Susnas 2006 rokok terdata sebagai pengeluaran terbesar kedua setelah beras. "Ironisnya lagi, kebanyakan perokok berasal dari kalangan masyarakat menengah-bawah," imbuh dokter spesialis jantung dan pembuluh darah ini dalam acara Peluncuran Kampanye BreakFree, Rabu (26/5) lalu di Jakarta.

Berdasarkan riset di luar negeri, 70 persen perokok punya kemauan untuk berhenti. Namun, hanya sekitar 5 sampai 10 persen yang berhasil menahan diri untuk tak lagi menyulut lintingan tembakau itu. "Penelitian tersebut sekaligus membukakan mata betapa sulitnya perjuangan perokok yang ingin terbebas dari kecanduan," ungkap dr Tribowo T Ginting SpKJ.

Anton, sebut saja begitu, mendeskripsikan dirinya sebagai cerobong asap. Belum genap berusia 40 tahun, karyawan swasta ini sudah megap-megap kesulitan bernapas. "Saya ada asma, merokok sejak SMP, sering bergadang, dan kini saya butuh obat yang cukup mahal agar paru-paru saya dapat berkerja dengan baik."

Anton menuruti saran dokter untuk tidak kerja berat. Namun, ia masih kesulitan memutus keakraban dengan sigaret. "Paling, jumlahnya saja yang baru bisa berkurang."

Anton berpendapat dirinya lebih mudah putus hubungan dengan narkoba ketimbang rokok. Begitu meninggalkan pergaulan, ia bisa terbebas dari putaw. "Candunya rokok lebih gawat," komentarnya.

Anton beralasan rokok mudah sekali ditemukan. Orang pun lebih permisif terhadap perokok. "Itu pula yang menjadi penghambat," cetusnya.

Perlu dukungan
Terhadap perokok seperti Anton, Tribowo berpendapat dukungan keluarga dan orang sekitar sangat diperlukan. Menjauhkan segala atribut yang berhubungan dengan rokok akan sangat membantu. "Pahami masa sulit mereka berada di minggu pertama dan kedua," ucap psikiater dari RS Persahabatan ini.

Sementara itu, di ruang praktiknya, Aulia sering menemukan pasien yang terkena dampak rokok. Kebanyakan mengalami serangan jantung. "Mereka baru timbul kesadaran akan bahaya rokok setelah mengalami serangan jantung."

Terhadap pasiennya, Aulia tak melulu menyodorkan obat. Ia menyarankan agar pasien membulatkan niat untuk berhenti merokok. "Ingat saja rasanya sakit," cetus konsultan jantung dan kardiovaskular ini.

Aulia mendapati sebagian besar pasien kemudian menemukan kesadaran. Mereka akhirnya tahu dan telah merasakan sendiri akibat menyulut dan menghisap linting tembakau yang mengandung 4000 bahan kimia, 69 di antaranya karsinogenik. "Penting untuk memotivasi pasien untuk tidak kembali merokok."

Motivasi yang tinggi akan memudahkan perokok untuk tidak lagi menghisap tembakau. Keinginan yang kuat dari diri sendirilah kunci utama sukses berhenti merokok. "Karena itu, saya tidak langsung memberi resep obat untuk mereka yang mau terbebas dari rokok," tutur Aulia. ed: nina


Peran Obat, di Mana Tempatnya?

Lantas, kapan obat dibutuhkan? Dr Aulia Sani menyebutkan, orang dengan motivasi yang rendah dan level ketergantungan nikotin yang tinggi terkadang memerlukan terapi obat. "Obat membantunya mengatasi ketidaknyamanan pada masa awal berhenti merokok," kata mantan direktur RS Harapan Kita ini.

Apa sebetulnya yang terjadi ketika perokok tidak mendapatkan pasokan nikotin? Aulia memaparkan tubuh akan mengalami gejala putus nikotin. "Ketidaknyamanan berupa rasa gelisah, pusing, dan mual itu bisa menaklukkan niat lemah perokok yang ingin berhenti."

Demi suksesnya program berhenti merokok, dokter bisa saja meresepkan varenicline. Inilah satu-satunya terapi pengganti nikotin yang tersedia di Indonesia. "Obatnya belum tersedia untuk masyarakat menengah-bawah," ucap Aulia.

Varenicline, lanjut Aulia, diberikan untuk jangka pendek. Obat ini bekerja pada reseptor nikotin di otak dengan menurunkan gejala ketagihan dan mengurangi rasa nikmat yang timbul dari merokok. "Otomatis, keinginan untuk merokok menjadi tiada dan saat mencoba menghisap rokok, ia tidak akan merasakan kenikmatan."

Menyitir sebuah penelitian di Amerika Serikat, Aulia menuturkan pemanfaatan varenicline empat kali lebih efektif menghentikan kebiasaan merokok dibandingkan tanpa obat. Riset itu melibatkan pasien yang ingin berhenti merokok. "Tanpa obat pun sebetulnya bisa namun harus disertai kemauan yang kuat," tegasnya.

Apa yang dialami tubuh yang terbebas dari racun yang ada pada rokok? Aulia menggambarkan dalam 20 menit tanpa rokok, perubahan signifikan terjadi di jaringan organ penting manusia. "Tekanan darah, denyut jantung, dan aliran darah tepi membaik."

Lantas, apa manfaatnya dalam waktu yang lebih lama? Kalau bisa bertahan sampai 12 jam tak merokok, karbonmonoksida di dalam darah kembali normal. "Sistem aliran darah membaik, dan fungsi jantung dapat meningkat," tandas Aulia yang kerap menjadi pembicara seminar.

Tes Ketergantungan Nikotin
Pertanyaan
1. Berapa batang rokok yang Anda hisap setiap hari?
Jawaban
A. 10 atau kurang
B. 10-20
C. 21-30
D. 31 atau lebih
Skor
A. 0
B. 1
C. 2
D. 3

2. Berapa lama setelah bangun tidur, Anda merokok?
A. Dalam 5 menit
B. 6-30 menit
C. 31-60 menit
D. Setelah 60 menit
Skor
A. 3
B. 2
C. 1
D. 0

3. Apakah Anda kesulitan menahan diri untuk tidak merokok di tempat-tempat yang dilarang?
A. Ya
B. Tidak
Skor
A. 1
B. 0

4. Apakah Anda merokok lebih sering pada jam pertama setelah bangun tidur dibandingkan pada waktu lain?
A. Ya
B. Tidak
Skor
A. 1
B. 0

5. Keinginan merokok pada saat kapan yang sulit ditahan dan dihilangkan?
A. Batang pertama di pagi hari
B. Waktu lain
Skor
A. 1
B. 0

6. Apakah Anda tetap merokok saat Anda sakit berat yang membutuhkan bedrest?
A. Ya
B. Tidak
Skor
A. 1
B. 0

Skor Ketergantungan
0-3 poin Ringan
4-6 poin Sedang
7-10 poin Tinggi

Keterangan:
Ringan: level ketergantungan Anda terhadap nikotin, rendah. Sebaiknya cobalah berhenti dari sekarang sebelum ketergantungan Anda semakin meningkat.

Sedang: Anda memiliki level ketergantungan menengah terhadap nikotin. Berhentilah sekarang untuk terbebas dari ketergantungan.

Berat: Anda tidak dapat mengontrol kebiasaan merokok. Sebaliknya, rokoklah yang mengatur Anda. Saat memutuskan berhenti merokok, sebaiknya konsultasikan kepada dokter. Anda akan mendapatkan terapi pengganti nikotin atau terapi lain yang dapat membantu Anda melepaskan diri dari ketergantungan terhadap nikotin.

Sumber: Fargerstorm Tolerance Questionnaire. Br J Addict 1991

http://koran.republika.co.id/koran/105/112073/Berhenti_Merokok_tanpa_Obat
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts