Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Mengucilkan Orang Kusta Tanda Masyarakat 'Sakit'

Labels:
Kamis, 27/05/2010 13:16 WIB

AN Uyung Pramudiarja - detikHealth

Tangerang, Stigma negatif terhadap penyakit kusta atau lepra seharusnya sudah dibuang jauh-jauh. Bukan saatnya lagi penderita atau mantan penderita kusta dikucilkan. Mengucilkan orang kusta adalah pertanda masyarakatnya 'sakit'.

"Ketika penderita kusta dikucilkan, maka sebetulnya ada 2 pihak yang sakit. Pertama, penderita yang memang sakit kusta. Kedua, masyarakat itu sendiri juga sakit," ungkap dr J.P. Handoko Soewono, Kepala Pusat Pendidikan dan Pelatihan RS Kusta Sitanala Tangerang saat ditemui detikHealth di RS Kusta Sitanala, Jl Dr Sitanala Tangerang, Rabu (26/5/2010).

Menurut dr Handoko, kurangnya informasi yang benar membuat stigma itu tetap terpelihara lama. Sampai-sampai muncul ketakutan berlebihan pada kusta atau Leprofobi.

Masyarakat menjadi takut tertular, tidak mau menerima hasil karya dari penderita kusta dan yang lebih parah mengucilkan penderita kusta dari setiap segi kehidupan sosial.

Karena perlakuan diskriminatif yang seperti itu, penderita kusta menjadi takut diketahui jika menyandang kusta, takut mendekati orang sehat dan lebih suka berada dalam kelompoknya sendiri.

Kusta merupakan penyakit kronis yang disebabkan oleh bakteri Mycobacterium leprae (M.leprae). Penyakit ini ditemukan pada tahun 1879 oleh G.H.A. Hansen sehingga disebut juga Hansen Disease.

dr Handoko yang telah menangani kusta sejak tahun 1980 mengungkapkan sejumlah stigma dan anggapan yang ternyata tidak sesuai dengan fakta ilmiah. Beberapa stigma negatif itu di antaranya adalah:

1. Tidak bisa disembuhkan
Kusta merupakan penyakit kuno yang sudah dikenal di China, Mesir dan India sejak zaman prasejarah. Penyakit ini banyak disebutkan di berbagai kitab suci maupun arsip sejarah. Sebuah arsip sejarah yang ditulis tahun 600 SM tercatat sebagai arsip tertua yang menyebutkan penyakit kusta.

Pada masa itu, penyakit kusta ibarat suratan takdir yang tidak bisa dilawan. Karena belum ada obat yang bisa menyembuhkan, penderita akan menghabiskan sisa hidupnya bersama penyakit kronis tersebut dan bahkan kadang-kadang dikucilkan agar tidak menularkan penyakitnya.

Baru pada tahun 1981, WHO merekomendasikan kombinasi dapsone, rifampisin dan klofazimin sebagai standard pengobatan kusta masa kini. Kombinasi yang kini dikenal sebagai Multiple Drug Therapy (MDT) ini didistribusikan secara gratis oleh WHO ke seluruh dunia.

"WHO menjamin kemanjuran MDT. Dalam 2x24 jam, penderita kusta sudah bersih di permukaan dan tidak mungkin menularkan penyakitnya. Pengobatan selanjutnya tinggal membersihkan bakteri yang bersembunyi di syaraf," terang dr Handoyo.

2. Menyebabkan cacat fisik

Ada 2 lokasi yang diserang oleh penyakit kusta, yakni kulit dan syaraf. Pada kulit menyebabkan bercak-bercak yang terkadang mirip kudis ataupun panu dan bersifat semntara. Bercak tersebut terasa agak baal (kebal atau mati rasa) dibandingkan permukaan kulit yang lain di sekitarnya.

Sementara gejala yang lebih parah akan muncul ketika infeksi bakteri telah mencapai saraf yang bersifat permanen. Di antaranya adalah kekakuan otot terutama di jemari, serta sensasi baal atau mati rasa pada area yang lebih luas.

Tangan dan kaki merupakan organ yang paling sering mengalami baal atau mati rasa permanen. Padahal bagian tersebut banyak digunakan untuk beraktivitas, sehingga rentan mengalami luka.

Dengan kondisi semacam itu penderita kusta tidak akan sadar ketika kakinya menginjak paku, tangannya tertusuk jarum maupun terbakar puntung rokok.

Luka yang tidak disadari semacam ini umumnya berkembang menjadi infeksi yang parah, dan menyebabkan kerusakan atau cacat di bagian tersebut. Jadi efek cacat tersebut didapat secara tidak langsung.

3. Mudah menular

Hingga kini, cara penularan penyakit kusta memang belum diketahui pasti. Namun diduga, bakteri M. Leprae menular melalui pernapasan dan kontak kulit. dr Handoyo mengatakan, bakteri tersebut bisa mencemari udara hingga radius 6 meter dari seorang penderita.

Namun ilmu pengetahuan juga mengungkap bahwa infeksi bakteri M. Leprae hanya terjadi pada orang yang punya kelainan pada sistem kekebalan alami tubuh. Seorang bisa tertular kusta jika memiliki sistem imunitas yang tidak sempurna, atau bahkan tidak punya sama sekali.

Secara keseluruhan, kelainan semacam itu hanya terjadi pada sekitar 3,5 persen populasi manusia di seluruh dunia. Ini berarti 96,5 persen manusia sebetulnya kebal terhadap penyakit kusta, dan tidak mungkin tertular.

4. Penyakit orang miskin

Kemiskinan erat kaitannya dengan gizi masyarakat, faktor paling dominan yang menyebabkan kelainan sistem kekebalan tubuh pada endemi kusta. Namun demikian, gizi dan kemiskinan bukan satu-satunya faktor pemicu. Meski tidak dominan, ada beberapa faktor lain yang juga bisa menyebabkan kelainan pada sistem pertahanan tubuh.

Salah satunya adalah upaya menghentikan kehamilan yang tidak diinginkan, baik dengan obat maupun cara lain. Upaya-upaya semacam itu seringkali mengakibatkan bayi lahir dengan kecacatan, termasuk pada sistem kekebalan tubuh sehingga rentan terinfeksi kusta.

Stop diskriminasi kusta! Kusta bisa disembuhkan.

(up/ir)

http://health.detik.com/read/2010/05/27/131607/1365098/775/mengucilkan-orang-kusta-tanda-masyarakat-sakit?l991101755
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts