PadangKini.com | Kamis, 20/05/2010, 17:14 WIB
PADANG--Menkominfo (Menteri Komunikasi dan Informatika) di bawah komando Menteri Tifatul Sembiring terkesan memanfaatkan situasi kasus lomba menggambar wajah Nabi Muhammad SAW (Everybody Draw Muhammad Day!) untuk kembali mengontrol internet.
Demikian penilaian AJI terhadap rencana Menkominfo kembali melanjutkan pembahasan Rancangan Peraturan Meteri tentang Konten Multimedia. Rancangan Peraturan ini pernah dimajukan Menkominfo beberapa bulan lalu, namun urung setelah ditentang banyak pihak.
AJI (Aliansi Jurnalis Independen), satu-satunya organisasi jurnalis yang menjadi motor penggerak reformasi pers di Indonesia sejak era Orba, dalam siaran persnya yang diterima PadangKini.com menyebutkan, walaupun muncul halaman event di Facebook yang mengajak orang mengikuti lomba menggambar wajah Nabi Muhammad SAW (Everybody Draw Muhammad Day!), tidak bisa dijadikan alasan untuk mensensor, memblokir, dan memfilter internet.
"Karena itu AJI Indonesia menolak rencana Menteri Komunikasi dan Informatika ini," ujar Ketua AJI Indonesia, Nezar Patria.
Ditambahkan, AJI Indonesia menentang segala bentuk penyalahgunaan ruang kebebasan berekspresi seperti jejaring sosial Facebook untuk menyulut konflik dan menyebarkan kebencian seperti halaman event tersebut.
"Ruang kebebasan berekspresi harus dimanfaatkan secara positif, jejaring sosial seperti Facebook semestiya digunakan untuk merekatkan kohesi sosial umat manusia, bukan untuk kegiatan antisosial yang memancing konflik," ujarnya.
Namun, AJI Indonesia juga menentang upaya memanfaatkan kasus halaman event di Facebook tersebut untuk mengesahkan regulasi yang antidemokrasi.
"Alih-alih mengesahkan RPM Konten Multimedia, sebaiknya Menkominfo melakukan langkah-langkah yang proporsional guna menyikapi adanya halaman event di Facebook tersebut, misalnya menyurati pengelola Facebook untuk menghapus halaman event tersebut adalah langkah yang layak didukung," ujarnya.
Namun, dengan menggulirkan wacana pengesahan RPM Konten Multimedia, kata AJI, Menkominfo terkesan ‘memancing di air keruh' dengan memanfaatkan sentimen umat Islam yang sedang marah terhadap halamaman event Facebook tersebut.
"Peristiwa tersebut seakan dijadikan legitimasi untuk mengesahkan RPM Konten Multimedia yang tidak demokratis dan telah ditolak banyak orang," ujar Nezar.
Mewajibkan ISP Filter Isi Situs
RPM Konten Multimedia mewajibkan ISP melakukan filtering dan bloking konten-konten yang dinilai illegal. Dalam RPM itu, juga rencananya akan dibentuk Tim Konten Multimedia yang de facto akan berfungsi sebagai lembaga sensor.
"Adanya konten yang menyinggung umat Islam bukan berarti memberi legitimasi Menkominfo untuk menyensor seluruh konten internet," kata Nezar.
RPM Konten Multimedia, menurut AJI, merupakan ancaman bagi kebebasan pers karena akan menjadi "sensor 2.0", dimana ISP dapat memfilter, memblokir, dan menghilangkan halaman yang dianggap illegal. RPM tersebut bertentangan dengan pasal 28 F UUD 1945 dan pasal 4 ayat (2) UU Pers.
Jika RPM Konten Multimedia disahkan, itu sama artinya dengan ‘membunuh tikus dengan meriam'.
"Jangan sampai gara-gara satu halaman event di Facebook, lalu banyak halaman internet yang difilter dan diblokir," kata Margiyono, koordinator Advokasi AJI Indonesia. (s)
http://www.padangkini.com/berita/single.php?id=6432
Post a Comment