Huzna Gustiana Zahir, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia
Pada usianya yang ke-34 tahun pada Mei lalu, Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) telah berkiprah banyak dan melekat pada konsumen. Masyarakat dan produsen kerap mempercayai persoalannya kepada lembaga yang memfokuskan pada pelayanan masyarakat itu.
Di tangan ketuanya yang baru setahun menjabat, Huzna Gustiana Zahir, 44 tahun, YLKI menghadapi tantangan cukup berat. Namun, pengalamannya selama 20 tahun mengabdi di YLKI membuat insting Huzna tajam saat melihat modus-modus baru yang merugikan konsumen, mulai undian melalui pesan pendek premium sampai kartu undian yang dimasukkan ke kemasan.
Bahkan dia mencium adanya upaya pembusukan negeri ini di balik kenaikan harga susu sampai pelarangan penerbangan pesawat Indonesia. Namun, dia menyayangkan sikap pemerintah yang kurang memperhatikan nasib rakyatnya. Sehingga, untuk konteks tertentu negara ini, "Bukan hanya perang melawan dunia, tapi juga negara perang melawan rakyatnya," kata Huzna.
Dia juga melihat di depan mata terbentang perdagangan bebas, yang bila tidak diantisipasi sejak awal konsumen di Asia Tenggara bakal tergerus oleh kepentingan luar yang agresif. Untuk itu, bersama rekan-rekannya di lembaga konsumen di negara-negara Asia Tenggara, Huzna mempersiapkan wadah untuk perlindungan konsumen Asia Tenggara.
Di tengah-tengah kesibukannya melayani pengaduan dan penelitian, Huzna menerima wartawan Tempo Ali Anwar, Yophiandi, dan fotografer Dimas Aryo untuk sebuah wawancara di ruang kerjanya di bilangan Duren Tiga, Jakarta Selatan. Berikut ini petikannya.
Pengaduan apa saja yang paling banyak diterima YLKI?
Di tingkat teratas, rata-rata pelayanan publik, terutama mengenai perbankan, air, perumahan, listrik, dan telepon. Untuk telepon, terutama tagihan dan pelayanan pesan pendek dari petugas. Bukan hanya untuk Telkom, tapi juga untuk seluler lain. Kaitan dengan produknya, ya, SMS premium.
Para operator telepon seluler kan sudah berkali-kali diingatkan. Sejauh mana hasilnya?
Dalam perkembangannya sudah cukup baik, karena BRTI (Badan Regulasi Telekomunikasi Indonesia) juga merespons hal itu. Sekarang pun kalau ada masalah dengan contain provider, operator memiliki tanggung jawab dan membantu, seperti menghentikan registrasi.
Sekarang modus kejahatan apa yang dilakukan melalui telepon?
Penipuan lewat SMS cukup banyak, seperti mendapat hadiah mobil dan motor, kemudian konsumen harus mengirim sejumlah uang dengan cara menghubungi nomor tertentu. Juga harus membayar pajak.
Ada modus baru yang patut diwaspadai konsumen?
Yang terbaru setahun terakhir ini adalah modus iming-iming hadiah yang dimasukkan ke kemasan produk. Trennya sekarang beralih ke daerah. Warga di daerah kan nggak tahu produsen itu menggelar undian.
Sementara itu, produsen yang dikomplain mengatakan nggak melakukan penipuan. Nah, artinya kan ada pihak ketiga. Beberapa waktu lalu memang ada yang tertangkap di toko atau supermarket begitu memasukkan pengumuman undian ke sebuah produk. Dia sobek dan lem lagi kemasannya.
Untuk tahun ini, bulan pengaduannya bertemakan apa?
Program bulan pengaduan untuk beberapa bandar udara, yakni Juanda di Surabaya, Ngurah Rai di Bali, dan Manado.
Mengapa bandara?
Selama ini yang sering menjadi keluhan kan pelayanan penerbangan. Bandara mungkin kurang terperhatikan, padahal bandara penting buat masyarakat. Sekarang tinggi frekuensi penggunaan jasa penerbangan dan keluhan banyak juga terjadi di bandara. Bukan hanya maskapai penerbangannya.
Atas dasar inilah kami bikin posko dan survei pada Natal dan Lebaran lalu. Ternyata bandara tempat yang cukup dikomplain. Misalnya soal tanda yang tak jelas untuk check in penerbangan, parkir, transportasi keluar-masuk bandara, troli, dan porter.
Kalau kehilangan barang, siapa yang bertanggung jawab?
Maskapainya. Namun, ini juga aneh, ketika ada aturan penggantian dihitung berdasarkan beratnya, berapa kilo dikali berapa per kilonya. Masak ikan asin disamakan dengan handphone.
Ini membuat konsumen harus menjinjing barang-barangnya sendiri ke dalam kabin pesawat. Jadi jaminan keamanan tetap ada di si konsumen, bukan di maskapainya. Karena argumentasi si maskapai, kan barang berharga tak boleh diletakkan di bagasi, misalnya.
Berapa lama dan karena apa sebuah pesawat ditunda itu harus jelas sehingga ketahuan di mana salahnya, bandara atau maskapainya. Tapi biasanya memang ini di maskapai.
Kompensasinya?
Juga harus jelas. Jangan saat pesawat tertunda atau batal, tak ada kompensasinya. Sementara itu, penumpang menunggu berjam-jam, tanpa kepastian, misalnya mereka diberikan konsumsi atau diskon tiket bila pesawat terlambat sekian lama. Ini yang harus dibuat oleh Departemen Perhubungan.
Baru-baru ini ramai diberitakan harga susu untuk anak-anak mengalami kenaikan. Komentar Anda?
Inilah akibatnya kalau sebuah negara amat bergantung pada negara lain. Saya heran, peternak kita tak diambil hasil perahan sapinya dengan alasan kualitasnya tak memadai. Padahal mereka tak dapat insentif dari pemerintah untuk berkembang usahanya.
Pada kondisi ini, ternyata pemerintah tak mendorong dengan fasilitas supaya hasil susu dalam negeri berkualitas dan memadai. Lucunya, pemerintah mengatakan konsumsi susu kita rendah, tapi peternak seperti ini tak difasilitasi.
Soal tak sesuai dengan standar kualitas, yang menentukan kan perusahaan luar negeri. Makanya, dengan alasan itu, mereka memakai susu dari negaranya. Nah, kalau bahannya tak ada, mereka punya alasan layak harga susu dinaikkan.
Ini persoalannya pada kebijakan dasar pertanian yang nggak jelas, subsidi yang dihilangkan buat peternak, rantai kebijakan dari IMF (Dana Moneter Internasional), efek globalisasi yang dituruti pemerintah. Kalau begini sebetulnya kita bicara ketahanan pangan buat kesejahteraan rakyat.
Betul, dengan mengimpor, kita memperoleh harga lebih murah. Karena negara pengekspor punya kebijakan subsidi lebih baik kepada para petaninya, sedangkan Indonesia tidak. Akhirnya, ya, pedagang yang untung karena logika murah tadi.
Ini menunjukkan pemerintah kalah oleh pedagang?
Bisa jadi, karena pemerintah lebih berpihak pada pemodal, kok. Padahal pemerintah seharusnya berpihak untuk kesejahteraan rakyat. Sekarang kalau kita lihat semua kebijakan pemerintah tak lepas dari tekanan global, Indonesia sudah terjajah secara ekonomi.
Anda melihat ini pembusukan supaya sumber daya Indonesia bisa diambil negara lain?
Sangat mungkin. Siapa sih yang tak tertarik pada Indonesia? Tambang, emas, perak, pertanian, semua ada di sini. Nah, tinggal pemerintahnya melihat ini nggak? Mereka harus peduli, bagaimana mengatasi ini. Termasuk saat ini pelarangan penerbangan.
Ini kan cara-cara mencemarkan nama negara, yang ujung-ujungnya nanti bakal diambil perusahaan luar yang ingin ikut menguasai penerbangan. Akibatnya, rakyat tak tertarik naik pesawat pasar domestiknya karena layanan terbang lebih untung dengan menggunakan pasar rute internasional.
Bisa dikatakan perang negara melawan dunia?
Kalau begini kondisinya, bukan hanya perang melawan dunia, tapi juga negara perang melawan rakyatnya. Sebab, kalau dilihat kecenderungannya, pemerintah ini lebih memihak luar negeri. Kasarnya, dia menjual rakyatnya ke luar negeri. Sudah kronislah. Ini kan soal kepercayaan buat mereka, pemerintah, pemimpinnya.
Bagaimana penilaian YLKI soal transportasi
Masih reaktif. Seperti penerbangan, saat ada peringatan, baru berbenah. Padahal sementara ini sudah ada aturan-aturannya. Tapi nggak dijalani, jadi keselamatan penumpang jadi taruhan. Seperti bus-bus yang tabrakan, jatuh, beberapa waktu belakangan.
Departemen Perhubungan reaktif melakukan audit, padahal ini seharusnya sudah dilakukan berkala dan rutin. Kalau ada perbaikan sekarang pun nggak ada efeknya karena pengawasan pemerintah lemah.
Tak ada jaminan, 3-6 bulan lagi tak ada kejadian. Di sini operator tak menjalankan regulator, sementara regulatornya pemerintah yang tak menjalankan pengawasan regulasi.
Perangkat hukum yang membela konsumen sudah cukup?
Sebetulnya Undang-Undang Perlindungan Konsumen sudah cukup melindungi konsumen. Kalau ada pengaduan, kami merujuk pada undang-undang itu. Persoalannya, pelaksanaannya yang belum berjalan. Semuanya berupaya melakukan perbaikan kalau ada kasus baru. Kenyataannya undang-undang ini tak bisa membuat pelaku usaha memperbaiki diri.
Dari sejumlah pengaduan, banyakkah kasus yang dibawa ke pengadilan?
Ada beberapa. Tapi lebih banyak class action. Biasanya, di pengadilan negeri menang, pengadilan tinggi menang, tapi di Mahkamah Agung kalah. Makanya, pemahaman para penegak hukum ini masih jadi persoalan. Pengadilan belum menjadi wadah kepuasan kita mencari keadilan.
Adakah produsen yang proaktif mengganti rugi terhadap konsumennya yang bermasalah?
Ganti rugi itu kan sebetulnya nggak jelas. Kebanyakan untuk sekadar menutupi masalah supaya tak tersebar ke publik. Sekarang, yang penting, konsumen harus sadar soal ini dan produsen harus hati-hati memproduksi barang.
Tapi kalau kasus ganti rugi sudah banyak. Pelaku usaha pun sudah tak memandang YLKI sebagai musuh. Mereka melihat respons YLKI sebagai feedback untuk memperbaiki diri. Tapi bagaimana kalau ada konsumen secara pribadi mengkritik, direspons atau nggak? Jangan kalau sudah masuk surat pembaca baru direspons. Makanya, konsumen yang datang ke YLKI, kami dorong untuk melakukan sendiri dulu. Kalau sudah dan tak direspons, barulah kami masuk.
Seiring dengan perdagangan bebas, pernah membuat kajian perbandingan pelayanan konsumen dengan negara?
Belum. Ini memang pekerjaan rumah kami. Tapi kami bisa katakan di ASEAN belum semua negara punya undang-undang pelayanan konsumen sehingga prakteknya beda-beda. Contoh di Malaysia, perangkat perlindungan konsumennya setingkat menteri, jadi dari segi pelaksanaan lebih baik.
Pengawasan terjamin, aturan dilaksanakan lebih baik. Mereka malah sudah lama punya pengadilan pelanggaran hak konsumen. Di Australia juga, setingkat pemerintah federal, sudah ada lembaga perlindungan konsumennya, selain lembaga mediasi di tingkat pusat.
Ada semacam kerja sama antarnegara ASEAN?
Kami sedang mempersiapkan wadah buat perlindungan konsumen di negara ASEAN, nama sementaranya South East Asia Consumer. Sekarang sedang mencari bentuk, job description dari masalah-masalah yang ada apa.
Dalam perdagangan bebas, ASEAN kan menjadi lalu lintas barang yang kian deras. Sedangkan kalau ada komplain barang dari suatu negara sulit buat mengadu ke negara yang bersangkutan.
Pesertanya masih tujuh negara, itu pun masih dalam taraf ngumpul-ngumpul dan ngobrol tentang apa yang bisa kami lakukan, seperti sengketa lintas batas dan e-commerce yang tak kunjung ada penyelesaiannya.
Negara juga belum seimbang perangkat hukumnya. Ini bukan untuk mengambil porsi pemerintah, tapi bagaimana membantu dan pemerintah juga mengambil peran.
Ini lebih ke pribadi. Kenapa Anda tertarik masuk ke YLKI?
Awalnya nggak sengaja. Saya kuliah di Teknologi Pangan Institut Pertanian Bogor, lantas magang di YLKI karena penelitian saya soal makanan. Kok, rasanya menarik kegiatannya. Akhirnya jadi merasa ada yang salah dengan perlindungan konsumen di Indonesia. Seterusnya saya "terjebak" karena ingin ikut partisipasi karena kegemaran melihat pelaku usaha mencari celah kelengahan konsumen.
Pernah menjadi korban saat membeli sebuah produk?
Mudah-mudahan nggak. Untungnya saya sudah masuk YLKI sehingga serba waspada dan tahu informasi. Ada peluang, modus yang saya ketahui, bagaimana bisa dikelabui.
Kalaupun ada, terjadi pada saudara yang nyaris jadi korban orang dengan dalih undian. Modusnya dia disuruh mengambil barangnya di luar Jakarta. Mau pakai surat kuasa nggak boleh. Tapi, karena sudah waspada, ya, nggak terjadi.
Animo konsumen mengadukan kasusnya kepada YLKI cukup besar?
Keinginan masyarakat mengadu amat terbatas. Kalau ketemu masalah nggak gede-gede amat, ya, cuek saja. Jadi kami sangat menghargai orang yang mengadu sekecil apa pun. Dengan mengadu, sebetulnya dia mencegah supaya orang lain nggak kena hal yang sama.
Apa yang Anda lakukan saat saat melihat barang kedaluwarsa di mal atau pasar?
Saya pernah belanja di supermarket dan menemukan biskuit kedaluwarsa. Saya minta bertemu dengar manajer supermaket itu. Saya bilang, Anda tak boleh jual barang ini, sudah kedaluwarsa. Saya tungguin sampai barang itu ditarik.
Sebagai orang yang aktif, bagaimana menjaga stamina Anda?
Makan dan tidur yang cukup. Saya bukan termasuk orang yang gemar berolahraga. Saya dan YLKI juga tak merekomendasikan minum multivitamin karena badan manusia itu sudah bisa mengatur sendiri. Asalkan istirahat cukup, 6-7 jam, makan yang teratur. Kalau ngemil, saya makan buah, seperti pepaya atau jeruk.
Biodata
Nama: Huzna Gustiana Zahir
Tempat dan tanggal lahir: Jakarta, 26 Agustus 1963
Pekerjaan:
Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia Jalan Pancoran Barat VII/1, Duren Tiga, Jakarta 12760. Telepon 7981858-7981859 faksimile 7981038
Pendidikan:
1976 SD St. Agnes, Padang
1979 SMPN 12, Jakarta
1982 SMPN 70, Jakarta
1987 Jurusan Teknologi Pangan dan Gizi, Fateta, Institut Pertanian Bogor
1995 Communication and Development Studies, Ohio University, Athens, Amerika Serikat
Pekerjaan:
2006 Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI)
2002 Pengurus Harian YLKI, anggota
1996 Pengurus Harian YLKI, sekretaris eksekutif
1990 Redaktur Pelaksana Warta Konsumen
1988 Bagian Penelitian YLKI
Post a Comment