Pengaduan masyarakat pengguna seluler selalu berada di 5 besar pengaduan konsumen yang selama ini diterima oleh Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) . Demikian disampaikan pengurus harian YLKI Indah Suksmaningsih di Jakarta, pertengahan pekan lalu. "Pengaduan didominasi oleh permasalahan dengan layanan petugas, tagihan serta SMS premium," sebut Indah.
Namun diakuinya tidak ada pengaduan yang spesifik berkaitan dengan tarif. Hal ini, lanjutnya, karena ketidakpahaman konsumen mengenai produk/jasa, teknologi ataupun pilihan yang tersedia termasuk dalam hal ini struktur tarif yang masih sulit dikontrol oleh konsumen. "Begitu kita sudah mengetahui cara menghitungya, operator sudah mengganti lagi cara penghitungan tarifnya," ujar mantan Ketua YLKI ini.
Menurutnya, meski saat ini operator semakin banyak, pengaduan ternyata tetap tidak berkurang. Hal ini, sebut Indah, karena operator lebih banyak mempelajari apa yang dilakukan oleh kompetitor, namun tidak melihat ke internal perusahaan bagaimana si operator mempelajari konsumennya.
Dikatakannya, kalaupun ada forum yang memfasilitasi konsumen untuk menyampaikan keluhannya, operator hanya memberikan hadiah-hadiah, namun tidak menyelesaikan akar permasalahan bagi semua konsumen. "Jadi hanya membuat individu senang saja, tidak menyelesaikan masalah seluruh pelanggan," sebutnya.
Indah menyoroti perang tarif antar operator yang terjadi seperti sekarang ini, serta promosinya yang cenderung menonjolkan kelebihan tertentu saja, namun "kondisi tertentu" seringkali tersembunyi atau sengaja dibuat tidak jelas. "Lebih mengutamakan perang tarif daripada pelayanan kepada pelanggan setia atau fasilitas yang dimiliki, yang pada akhirnya memaksa konsumen untuk berhitung," ungkapnya.
Indah mencontohkan, keberadaan kartu prabayar dengan biaya awal rendah dan berbagai promosinya cenderung tidak menjadikan konsumen bijak dan menghargai, tapi justru menjadi korban penipuan. "Iklannya benar-benar tricky," tambahnya.
Hal ini, sebutnya menjadikan konsumen sulit mengklaim apakah tarif mahal atau murah karena keterbatasan pemahaman cara penghitungannya. Padahal, menurut Indah, konsumen merupakan mekanisme feedback bagi operator, yakni sebagai definer atau penentu layanan yang diinginkan dan tidak diinginkan, sebagai informan, serta sebagai evaluator yang dapat membandingkan layanan mana yang lebih baik.
Source: www.kompas.com, 2 Maret 2008
Namun diakuinya tidak ada pengaduan yang spesifik berkaitan dengan tarif. Hal ini, lanjutnya, karena ketidakpahaman konsumen mengenai produk/jasa, teknologi ataupun pilihan yang tersedia termasuk dalam hal ini struktur tarif yang masih sulit dikontrol oleh konsumen. "Begitu kita sudah mengetahui cara menghitungya, operator sudah mengganti lagi cara penghitungan tarifnya," ujar mantan Ketua YLKI ini.
Menurutnya, meski saat ini operator semakin banyak, pengaduan ternyata tetap tidak berkurang. Hal ini, sebut Indah, karena operator lebih banyak mempelajari apa yang dilakukan oleh kompetitor, namun tidak melihat ke internal perusahaan bagaimana si operator mempelajari konsumennya.
Dikatakannya, kalaupun ada forum yang memfasilitasi konsumen untuk menyampaikan keluhannya, operator hanya memberikan hadiah-hadiah, namun tidak menyelesaikan akar permasalahan bagi semua konsumen. "Jadi hanya membuat individu senang saja, tidak menyelesaikan masalah seluruh pelanggan," sebutnya.
Indah menyoroti perang tarif antar operator yang terjadi seperti sekarang ini, serta promosinya yang cenderung menonjolkan kelebihan tertentu saja, namun "kondisi tertentu" seringkali tersembunyi atau sengaja dibuat tidak jelas. "Lebih mengutamakan perang tarif daripada pelayanan kepada pelanggan setia atau fasilitas yang dimiliki, yang pada akhirnya memaksa konsumen untuk berhitung," ungkapnya.
Indah mencontohkan, keberadaan kartu prabayar dengan biaya awal rendah dan berbagai promosinya cenderung tidak menjadikan konsumen bijak dan menghargai, tapi justru menjadi korban penipuan. "Iklannya benar-benar tricky," tambahnya.
Hal ini, sebutnya menjadikan konsumen sulit mengklaim apakah tarif mahal atau murah karena keterbatasan pemahaman cara penghitungannya. Padahal, menurut Indah, konsumen merupakan mekanisme feedback bagi operator, yakni sebagai definer atau penentu layanan yang diinginkan dan tidak diinginkan, sebagai informan, serta sebagai evaluator yang dapat membandingkan layanan mana yang lebih baik.
Source: www.kompas.com, 2 Maret 2008
Post a Comment