Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Perlindungan Konsumen dalam Perspektif Masa Kini

Labels:
AWAL tahun 1970-an, Lasmidjah Hardi (1914-1998) dan sejumlah teman menyelenggarakan kegiatan amal, mengenalkan berbagai produk dalam negeri. Seorang wartawan bertanya, kalau semua orang sudah setia menggunakan produk nasional, siapakah yang melindungi konsumen kalau muncul masalah?
Itulah fragmen yang melatarbelakangi kelahiran Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI) 30 tahun lalu. Sejak YLKI berdiri banyak perubahan terjadi. Dari sisi eksternal, dunia kini mengalami perubahan tatanan ekonomi dari penguasaan kendali oleh pemerintah ke sektor privat.
Penguasaan tunggal dengan karakter dan ciri sempit (pemerintah) berubah menjadi penguasaan yang multiaktor. Pada situasi semacam inilah peran dan gerak laju gerakan masyarakat konsumen dipertaruhkan. Lalu, di mana YLKI harus menempatkan diri?

Sejarah awal
Dalam konteks historis, latar belakang berdirinya YLKI diwarnai pemikiran orang-orang yang hidupnya amat lekat dengan cita-cita perjuangan. Para pendiri YLKI sebagian besar adalah orang-orang yang sejak awal memiliki sebuah semangat untuk memperjuangkan kepentingan publik. YLKI diharapkan mampu memberi manfaat bagi semua kelompok/lapisan masyarakat tanpa mengenal batas-batas kesukuan, agama, etnis, dan status sosial ekonomi.
Pada awal-awal berdirinya YLKI hingga sepertiga perjalanannya, persoalan konsumen yang muncul masih seputar makanan, minuman, dan beberapa jasa-jasa primer lain. Maka, pengujian dan riset menjadi primadona. Sikap YLKI ketika itu secara politis masih merujuk pada tiga pilar utama yaitu "Melindungi Konsumen, Menjaga Martabat Produsen, dan Membantu Pemerintah". Motto tersebut jelas-jelas menempatkan YLKI sebagai pemain netral walaupun terasa ada kejanggalan. Bagaimana 100 persen melindungi konsumen bila harus mempertimbangkan kondisi produsen dan pemerintah?
Sejalan dengan perkembangan zaman persoalan konsumen berubah amat cepat. Tak dapat dihindari perubahan ini harus dihadapi dengan keterbatasan dan kendala internal dari organisasi. Banyak pihak yang menganggap bahwa YLKI harus menetapkan pilihan melindungi konsumen agar kualitas kerja-kerja YLKI bisa terukur, tetapi muncul juga pemikiran agar YLKI bergerak di bidang kebijakan dengan melindungi konsumen secara makro.

Bagaimana YLKI harus memilih?
Salah satu pihak pada transaksi ekonomi adalah para produsen atau pelaku usaha. Dengan semakin kritisnya masyarakat, terlihat kecenderungan mereka untuk menyelaraskan produk dengan keinginan konsumen.
Mereka meninggalkan paradigma product out, yaitu memproduksi barang dan jasa sebanyak-banyaknya tanpa diimbangi quality control memadai. Kini paradigmanya market in, yaitu menguji betul aspek keamanan dan perlindungan konsumen sebelum suatu produk dilepas ke pasar. Karena proses jadi lebih panjang dan biaya mungkin juga lebih besar, mau tidak mau konsumen akan membayar lebih mahal. Komunitas pelaku usaha juga berubah dari paradigma let be consumer beware yaitu konsumenlah yang harus hati-hati sebelum mengonsumsi barang dan jasa, ke paradigma let producer beware, yaitu produsenlah yang harus berhati-hati sebelum melepas produk ke pasar.
Ketiga, jika dahulu prosesi transaksi produsen-konsumen dilakukan tanpa adanya UU Perlindungan Konsumen, maka kini hak-hak konsumen secara mengikat menjadi norma-norma hukum. Masyarakat konsumen mempunyai dasar hukum (legal base) untuk menuntut hak-haknya. Ini membuat produsen lebih berhati-hati.

Kebijakan publik
Saat ini berbagai kebijakan publik-walaupun prosesnya melalui persetujuan DPR-hasilnya bila dikaji mendalam banyak merugikan kepentingan masyarakat konsumen kelas menengah bawah. Adanya intensitas cukup tinggi di bidang kebijakan publik pada aras domestik maupun global mengharuskan YLKI tidak hanya memasuki masalah mikro, tetapi juga makro.
Untuk menjawab kebutuhan tersebut, YLKI akan banyak terlibat dalam berbagai kaji ulang (review) atas sebuah kebijakan publik dan secara kritis menyandingkannya dengan upaya perlindungan konsumen seperti makna dan tujuan dari lahirnya UU Perlindungan Konsumen No 8/1999.
Hal yang paling signifikan adalah tumbuhnya sentra-sentra perdagangan modern (mall dan shopping center), kios-kios retail dengan berbagai jaringan yang beberapa di antaranya memberikan layanan antar dan transaksi di Internet.
Maka, terjadilah pergeseran dari pasar tradisional yang sangat sederhana menuju sebuah pasar modern yang kompleks serta tidak lagi mengenal batas-batas negara. Hal ini memaksa YLKI untuk bisa merespon perubahan-perubahan tersebut.
Yang mengkhawatirkan, perubahan yang terjadi menyebabkan masyarakat petani yang merupakan konsumen kecil semakin terpuruk. Terbukanya pasar bahan pangan sayur, buah, beras, gula, daging, yang berasal dari luar membuat masyarakat memilih yang lebih murah. Produk petani lokal pun tidak laku.
YLKI sebagai organisasi konsumen yang mempunyai komitmen sosial kebangsaan, harus memosisikan diri sebagai watch (pengontrol) penyusunan kebijakan publik yang dilakukan oleh negara agar kedaulatan pasar dan konsumen dalam negeri tidak semakin terjajah barang dan jasa asal luar negeri.
Salah satu strategi mengatasi berbagai dampak perdagangan global maupun sikap konsumtivisme masyarakat adalah dengan konsep konsumsi yang berkelanjutan (sustainable consumption).
Maknanya harga murah bukan lagi solusi tepat untuk meningkatkan kesejahteraan konsumen, jika harga murah tersebut justru menguras ketersediaan dan penyediaan komoditas itu sendiri. Contohnya, jika masyarakat konsumen lebih menyukai produk impor yang terkadang lebih murah dan berkualitas, maka lambat laun ketergantungan pada impor semakin tinggi. Produsen lokal yang dahulu mampu memasok produk sejenis gulung tikar.
Oleh karena itu, mekanisme yang menempatkan sebuah harga yang adil akan menjadi solusi yang menguntungkan semua pihak, baik konsumen, produsen, maupun sumber daya alamnya. Dalam hal ini YLKI harus mampu mengubah perilaku konsumen lewat pendidikan dan pemberdayaan di samping advokasi kebijakan ini pada eksekutif maupun legislatif.
Dengan adanya UU tentang yayasan yang baru serta tuntutan reformasi akan keterbukaan, maka YLKI perlu untuk mereposisikan dirinya sebagai sebuah organisasi publik yang independensi terkontrol oleh masyarakat luas. Oleh karenanya prasyarat pada sikap akuntabilitas dan transparansi lembaga harus ditumbuhkan. Arah gerakan konsumen masa depan tidak saja terfokus pada problem-problem fisik dalam bentuk makanan tercemar tetapi masuk wilayah politik dan ekonomi.

By: Indah Suksmaningsih (Ketua Pengurus Harian YLKI)
Source: www.kompas.com, 28 Mei 2003

0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts