Wawancara dengan Dr Harry Albert Poeze
Kematian Ibrahim Datuk Tan Malaka ibarat sejarah yang hilang. Bertahun-tahun tidak ada yang bisa memastikan perjalanan hidup hingga akhir hayat tokoh sosialis asal Suliki, Pandan Gadang, Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, itu.
Misteri kematian itu membuat Dr Harry Albert Poeze tergerak menelitinya. Lebih dari 36 tahun, Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk studi Karibia dan Asia Tenggara, Leiden, Belanda, ini menelusuri jejak langkah lelaki penulis buku Madilog itu.
Jerih payahnya membuahkan hasil. Hasil penelusurannya ia bukukan setahun lalu dengan judul Vurguisden Vergeten, Tan Malaka, De linkse Beweging en Indonesische Revolution 1945-1949 (Tan Malaka, Dihujat dan Dilupakan, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949).
Dalam buku setebal 2.200 halaman itu, Poeze memastikan Tan Malaka ditembak mati di Dusun Selopanggung, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, pada 21 Februari 1949.
Akhir Juli lalu, Poeze dan kerabat Tan Malaka datang ke Selopanggung untuk memastikan makam Tan Malaka. Wartawan Tempo, Dwidjo U. Maksum, yang turut dalam ekspedisi di lereng Gunung Wilis itu, mewawancarainya di sepanjang perjalanan. Petikannya:
Apa yang mendorong Anda datang kembali ke Selopanggung?
Saya ingin memastikan makam Tan Malaka benar-benar di sini. Saya datang bersama kerabat Tan Malaka: Zulfikar Kamarudin (keponakan Tan Malaka), Ibarsyah Ishak (kerabat Tan Malaka), dan Hutomo Amarun (sesepuh Partai Murba).
Anda yakin Tan Malaka dimakamkan di Selopanggung?
Saya melakukan penelitian sejak 1970-an. Data dan kesaksian yang saya peroleh selama 36 tahun sangat lengkap dan sangat mendukung keyakinan saya ini.
Keluarga juga yakin, makam Tan Malaka di Selopanggung?
Persis. Keyakinan mereka seperti keyakinan saya. Untuk pastinya, akan dilakukan penggalian secepatnya untuk dilakukan tes DNA.
Jika benar, apakah makam akan dipindah?
Keluarga lebih senang jika Tan Malaka tetap dikuburkan di sini, namun mereka meminta kepada pemerintah Indonesia agar makamnya dipugar dan dibikin lebih layak seperti makam pahlawan lainnya.
Warga sekitar makam juga berkeberatan jika kuburan (Tan Malaka) dipindah dari desa mereka. Pemerintah perlu melengkapinya dengan pusat studi dan dokumentasi. Sejarah perjuangan Tan Malaka sangat monumental dan perlu dipelajari lebih dalam. Banyak buku tulisan Tan Malaka, pustaka, dan peninggalan dia yang perlu diketahui.
Menurut keluarga Tan Malaka, Soekarno pernah mengeluarkan keputusan yang mengukuhkan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional.
Ya, saya kira itu benar. Tak ada salahnya pemerintah Indonesia memberi perhatian kepada Tan Malaka. Ia adalah sebuah sejarah yang dahsyat dan luar biasa. Sangat bijaksana jika pemerintah Indonesia membangun pusat studi dan dokumentasi tentang Tan Malaka di dekat makamnya di Selopanggung ini agar generasi bangsa Indonesia memahami sejarah pahlawannya.
(Sebelum bertolak ke Jakarta untuk meneruskan perjalanan pulang ke Belanda, Poeze dan rombongan menyempatkan diri mampir di sejumlah tempat yang diharapkan memiliki sangkut paut dengan keberadaan Tan Malaka di Kediri. Ia juga menemui sejumlah saksi hidup).
Kapan makam Tan Malaka akan dibongkar?
Jika tidak ada halangan, kemungkinan besar kami akan melakukan pembongkaran pada Oktober mendatang. Nanti saya akan kembali lagi ke Kediri.
Berapa kali Anda datang ke Selopanggung?
Ini adalah kedatangan saya yang ketiga. Pertama pada 1990, kedua sekitar 1992, dan Juli 2008 ini ketiga kalinya. Saya tetap akan datang lagi untuk melanjutkan dan mempersiapkan penerjemahan buku saya dalam dalam bahasa Indonesia.
Dari hasil penelitian Anda, kapan dan siapa sebenarnya pembunuh Tan Malaka?
Tan Malaka ditembak mati di Selopanggung pada 21 Februari 1949. Dia ditembak pasukan tentara. Tan Malaka bukan ditembak mati di tepi Sungai Brantas seperti cerita yang ada selama ini.
Apa dasar keyakinan Anda itu?
Saya meneliti secara tuntas delapan versi. Bertahun-tahun melacak Tan Malaka, seolah-olah saya seorang detektif. Sangat sulit dan penuh tantangan.
Menurut Anda, Tan Malaka itu sosok seperti apa?
Dia sosok yang dahsyat, luar biasa, tapi juga ironis. Pemerintah harus mendorong generasi sekarang untuk terus melakukan penelitian tentang dia. Tan Malaka seperti Che Guevara (pejuang revolusi Marxis Argentina dan seorang pemimpin gerilya Kuba).
BIODATA
Nama: Dr Harry Albert Poeze
Lahir: Loppersum, Groningen, Belanda, 20 Oktober 1947
Jabatan: Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk studi Karibia dan Asia Tenggara (KITLV Press), Leiden, Belanda.
Istri: Henny, warga Belanda
Anak: Eelco Poeze (meraih gelar master antropologi dari Universiteit Van Amsterdam) dan Wieger Poeze (pernah meneliti suporter Persebaya, Bonek)
Alamat: Reuvensplaats 2, Po Box 9515, 2300 RA Leiden, Belanda
Kematian Ibrahim Datuk Tan Malaka ibarat sejarah yang hilang. Bertahun-tahun tidak ada yang bisa memastikan perjalanan hidup hingga akhir hayat tokoh sosialis asal Suliki, Pandan Gadang, Gunung Omeh, Kabupaten Lima Puluh Kota, Sumatera Barat, itu.
Misteri kematian itu membuat Dr Harry Albert Poeze tergerak menelitinya. Lebih dari 36 tahun, Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk studi Karibia dan Asia Tenggara, Leiden, Belanda, ini menelusuri jejak langkah lelaki penulis buku Madilog itu.
Jerih payahnya membuahkan hasil. Hasil penelusurannya ia bukukan setahun lalu dengan judul Vurguisden Vergeten, Tan Malaka, De linkse Beweging en Indonesische Revolution 1945-1949 (Tan Malaka, Dihujat dan Dilupakan, Gerakan Kiri dan Revolusi Indonesia 1945-1949).
Dalam buku setebal 2.200 halaman itu, Poeze memastikan Tan Malaka ditembak mati di Dusun Selopanggung, Desa Selopanggung, Kecamatan Semen, Kabupaten Kediri, pada 21 Februari 1949.
Akhir Juli lalu, Poeze dan kerabat Tan Malaka datang ke Selopanggung untuk memastikan makam Tan Malaka. Wartawan Tempo, Dwidjo U. Maksum, yang turut dalam ekspedisi di lereng Gunung Wilis itu, mewawancarainya di sepanjang perjalanan. Petikannya:
Apa yang mendorong Anda datang kembali ke Selopanggung?
Saya ingin memastikan makam Tan Malaka benar-benar di sini. Saya datang bersama kerabat Tan Malaka: Zulfikar Kamarudin (keponakan Tan Malaka), Ibarsyah Ishak (kerabat Tan Malaka), dan Hutomo Amarun (sesepuh Partai Murba).
Anda yakin Tan Malaka dimakamkan di Selopanggung?
Saya melakukan penelitian sejak 1970-an. Data dan kesaksian yang saya peroleh selama 36 tahun sangat lengkap dan sangat mendukung keyakinan saya ini.
Keluarga juga yakin, makam Tan Malaka di Selopanggung?
Persis. Keyakinan mereka seperti keyakinan saya. Untuk pastinya, akan dilakukan penggalian secepatnya untuk dilakukan tes DNA.
Jika benar, apakah makam akan dipindah?
Keluarga lebih senang jika Tan Malaka tetap dikuburkan di sini, namun mereka meminta kepada pemerintah Indonesia agar makamnya dipugar dan dibikin lebih layak seperti makam pahlawan lainnya.
Warga sekitar makam juga berkeberatan jika kuburan (Tan Malaka) dipindah dari desa mereka. Pemerintah perlu melengkapinya dengan pusat studi dan dokumentasi. Sejarah perjuangan Tan Malaka sangat monumental dan perlu dipelajari lebih dalam. Banyak buku tulisan Tan Malaka, pustaka, dan peninggalan dia yang perlu diketahui.
Menurut keluarga Tan Malaka, Soekarno pernah mengeluarkan keputusan yang mengukuhkan Tan Malaka sebagai pahlawan nasional.
Ya, saya kira itu benar. Tak ada salahnya pemerintah Indonesia memberi perhatian kepada Tan Malaka. Ia adalah sebuah sejarah yang dahsyat dan luar biasa. Sangat bijaksana jika pemerintah Indonesia membangun pusat studi dan dokumentasi tentang Tan Malaka di dekat makamnya di Selopanggung ini agar generasi bangsa Indonesia memahami sejarah pahlawannya.
(Sebelum bertolak ke Jakarta untuk meneruskan perjalanan pulang ke Belanda, Poeze dan rombongan menyempatkan diri mampir di sejumlah tempat yang diharapkan memiliki sangkut paut dengan keberadaan Tan Malaka di Kediri. Ia juga menemui sejumlah saksi hidup).
Kapan makam Tan Malaka akan dibongkar?
Jika tidak ada halangan, kemungkinan besar kami akan melakukan pembongkaran pada Oktober mendatang. Nanti saya akan kembali lagi ke Kediri.
Berapa kali Anda datang ke Selopanggung?
Ini adalah kedatangan saya yang ketiga. Pertama pada 1990, kedua sekitar 1992, dan Juli 2008 ini ketiga kalinya. Saya tetap akan datang lagi untuk melanjutkan dan mempersiapkan penerjemahan buku saya dalam dalam bahasa Indonesia.
Dari hasil penelitian Anda, kapan dan siapa sebenarnya pembunuh Tan Malaka?
Tan Malaka ditembak mati di Selopanggung pada 21 Februari 1949. Dia ditembak pasukan tentara. Tan Malaka bukan ditembak mati di tepi Sungai Brantas seperti cerita yang ada selama ini.
Apa dasar keyakinan Anda itu?
Saya meneliti secara tuntas delapan versi. Bertahun-tahun melacak Tan Malaka, seolah-olah saya seorang detektif. Sangat sulit dan penuh tantangan.
Menurut Anda, Tan Malaka itu sosok seperti apa?
Dia sosok yang dahsyat, luar biasa, tapi juga ironis. Pemerintah harus mendorong generasi sekarang untuk terus melakukan penelitian tentang dia. Tan Malaka seperti Che Guevara (pejuang revolusi Marxis Argentina dan seorang pemimpin gerilya Kuba).
BIODATA
Nama: Dr Harry Albert Poeze
Lahir: Loppersum, Groningen, Belanda, 20 Oktober 1947
Jabatan: Direktur Penerbitan Institut Kerajaan Belanda untuk studi Karibia dan Asia Tenggara (KITLV Press), Leiden, Belanda.
Istri: Henny, warga Belanda
Anak: Eelco Poeze (meraih gelar master antropologi dari Universiteit Van Amsterdam) dan Wieger Poeze (pernah meneliti suporter Persebaya, Bonek)
Alamat: Reuvensplaats 2, Po Box 9515, 2300 RA Leiden, Belanda
September 17, 2008 at 9:20 AM
Buku Perang Tan Malaka dan Che Guevara
semoga bermanfaat..
Ketika memperingati sewindu hilangnya Tan Malaka pada 19 Februari 1957, Kepala Staf Angkatan Darat Mayor Jenderal Abdul Haris Nasution mengatakan pikiran Tan dalam Kongres Persatuan Perjuangan dan pada buku Gerpolek (Gerilya Politik Ekonomi) menyuburkan ide perang rakyat semesta. Perang rakyat semesta ini, menurut Nasution, sukses ketika rakyat melawan dua kali agresi Belanda. Terlepas dari pandangan politik, ia berkata, Tan harus dicatat sebagai tokoh ilmu militer Indonesia.
(sumber Tempo)
Dalam bentuk tanya jawab Tan Malaka di dalam bukunya Gerpolek menjelaskan itu secara gamblang. Menurut Malaka GERPOLEK adalah perpaduan (Persatuan) dari suku pertama dari tiga perkataan, ialah Gerilya, Politik, dan Ekonomi. Lebih lanjut dalam bentuk tanya jawab Malaka menjelaskan sbb :
Apakah gunanya GERPOLEK?
GERPOLEK adalah senjata seorang Sang Gerillya buat membela PROKLAMASI 17 Agustus dan melaksanakan Kemerdekaan 100 % yang sekarang sudah merosot ke bawah 10 % itu!
Siapakah konon SANG GERILYA itu?
SANG GERILYA, adalah seorang Putera/Puteri, seorang Pemuda/Pemudi, seorang Murba/Murbi Indonesia, yang taat-setia kepada PROKLAMASI dan KEMERDEKAAN 100 % dengan menghancurkan SIAPA SAJA yang memusuhi Proklamasi serta kemerdekaan 100 %.
SANG GERILYA, tiadalah pula menghiraukan lamanya tempoh buat berjuang! Walaupun perjuangan akan membutuhkan seumur hidupnya, Sang Gerilya dengan tabah-berani, serta dengan tekad bergembira, melakukan kewajibannya. Yang dapat mengakhiri perjuangannya hanyalah tercapainya kemerdekaan 100 %.
SANG GERILYA, tiadalah pula akan berkecil hati karena bersenjatakan sederhana menghadapi musuh bersenjatakan serba lengkap. Dengan mengemudikan TAKTIK GERILYA, Politik dan Ekonomi, tegasnya dengan mempergunakan GERPOLEK, maka SANG GERILYA merasa HIDUP BERBAHAGIA, bertempur-terus-menerus, dengan hati yang tak dapat dipatahkan oleh musim, musuh ataupun maut.
Seperti Sang Anoman percaya, bahwa kodrat dan akalnya akan sanggup membinasakan Dasamuka, demikianlah pula SANG GERILYA percaya, bahwa GERPOLEK akan sanggup memperoleh kemenangan terakhir atas kapitalisme-imperialisme.
-------------
Selain berhubungan cukup erat dengan Panglima Sudirman pimpinan gerilyawan yang tangguh (bahkan Adam Malik menyebutnya Dwitunggal), sebenarnya Tan Malaka pernah terlibat langsung dalam medan perang gerilya menjelang kematiannya. Silahkan baca liputan Tempo Persinggahan Terakhir Lelaki dan bukunya serta Misteri Mayor Psikopat. Sehingga sebenarnya lengkaplah Tan Malaka yang berperang dengan kata, organisasi, juga 'perang senjata'. Atau bisa dikatakan Gerpolek bukan hanya teori baginya, tetapi juga sebuah praktek perjuangan yang dilakukannya.
Dalam konteks ini saya setuju dengan ketika Harry Poeze mempersandingkan Tan Malaka dan Che Guevara. Walau saya agak terganggu ketika Poeze mengatakan Tan Malaka adalah Che Guevara Asia. Bagi saya Tan Malaka adalah Tan Malaka, Che Guevara adalah Che Guevara.
Sekedar memperbandingkan buku perang Gerpolek dan Esensi Perang Gerilya yang dituliskan oleh Che Guevara, saya kutipkan bagian tulisan Che Guevara tersebut
"Perang Gerilya, sebagai inti perjuangan pembebasan rakyat, mempunyai bermacam-macam karakteristik, segi yang berbeda-beda, meskipun hakekatnya adalah masalah pembebasan. Sudah menjadi kelaziman--dan berbagai penulis tentang hal ini menyatkannya berulang-ulang---bahwa perang memiliki hukum ilmiah soal tahap-tahapnya yang pasti; siapapun yang menafikannya akan mengalami kekalahan. Perang gerilya sebagai sebuah fase dari perang tunduk dibawah hukum-hukum ini; tapi disamping itu, karena aspek khususnya, sudah menjadi hukum yang tak hukum yang tak terbantahkan dan harus diakui kalau mau mnedorongnya lebih maju. Meskipun kondisi sosial dan geografis masing-masing daerah (country) menentukan corak atau bentuk-bentuk khusus suatu perang gerilya, tapi ada hukum umum yang harus dipatuhi jenis tersebut.
Tugas kita kali ini adalah menggali dasar-dasar perjuangan dari jenis (corak) ini, aturan-aturan yang harus di ikuti oleh rakyat yang berupaya membebaskan diri, mengembangkan teori atas dasar fakta-fakta, menggeneralisasikan dan memberikan struktur atas pengalaman tersebut agar bermanfaat bagi rakyat lainya.
Pertama kali adalah menetapkan : siapakah pejuang dalam perang gerilya ? Disatu sisi ada kelompok penindas dan agen-agennya, tentara profesional (yang terlatih dan berdisiplin baik), yang dalam beberapa kasus dapat diperhitungkan atas dukungan luas dari kelompok-kelompok kecil dari birokrat, para abdi kelompok penindas tersebut. Disisi lain ada populasi bangsa atau kawasan yang terlibat. Adalah penting menekankan merupakan sebuah perjuangan massa, perjuangan rakyat. Gerilya, sebagai sebuah nukleus bersenjata, merupakan pelopor perjuangan rakyat, dan kekuatan terbesar mereka berakar dalam massa rakyat. Gerilya hendaknya tidak dipandang sebagai inferior secara jumlah dibanding tentara yang ia perangi, meskipun kekuatan persenjataannya mungkin inferior. Itulah sebabnya mengapa perang gerilya mulai bekerja ketika kau memiliki dukungan mayoritas, sekalipun memiliki sejumlah kecil persenjataan yang dengan itu kau mempertahankan diri melawan penindas.
Oleh karena itu pejuang gerilya mendasarkan diri sepenuhnya pada dukungan rakyat di suatu area. Ini mutlak sangat diperlukan. Dan di sini dapat dilihat secara jelas dengan mengambil contoh kelompok-kelompok bandit yang bekerja di suatu daerah. Mereka memiliki semua karakteristik dari sebuah tentara gerilya : Homogenitas, patuh pada pemimpin, pemberani, pengetahuan tentang lapangan dan seringkali bahkan memiliki pemahaman lengkap tentang taktik yang harus digunakan. Satu-satunya kekurangan mereka adalah tidak adanya dukungan dari rakyat, dan tidak terhindari lagi kelompok-kelompok bandit itu ditangkap atau dihancurkan oleh kekuatan pemerintah."
---------
Akhir kata silahkan membaca lebih jauh Gerpolek, Massa Aksi dan buku-buku Tan Malaka lainnya untuk mengerti lebih jauh perkakas perjuangan rakyat yang digagas dan dipraktekannya, juga silah tengok lebih lanjut buku-buku Che Guevara yang sudah cukup banyak beredar di pasaran atau silah kunjung tulisan Che Guevara Online
Salam Pembebasan
Andreas Iswinarto
untuk link tentang tan malaka dan che Guevara silah akses Buku Perang Tan Malaka dan Che.
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/buku-perang-tan-malaka-dan-che-guevara.html
atau
Untuk 34 artikel-opini (edisi khusus Tempo) dan 13 buku online Tan Malaka silah kunjung Tan Malaka : Bapak Republik Revolusi Merdeka 100 Persen
http://lenteradiatasbukit.blogspot.com/2008/09/tan-malaka-bapak-republik-revolusi.html
Post a Comment