Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Ketika Kebijakan Energi Dibajak Bank Dunia

Kekecewaan sebagian masyarakat Indonesia terkait dengan kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) pada akhir Mei lalu belum sepenuhnya mereda, namun hal itu tak menyurutkan langkah Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) untuk tetap mengusulkan disesuaikannya harga BBM di Indonesia dengan harga di pasar internasional. Sebuah running text yang ditayangkan sebuah televisi swasta nasional (8 Juni) menyebutkan bahwa Bappenas mengusulkan agar pada 2009 pemerintah dapat menaikkan harga BBM secara bertahap setiap bulannya hingga sesuai dengan harga BBM di pasar dunia.
Bila dikaji lebih jauh, usulan Bappenas itu sejatinya tidak terkait langsung dengan upaya penghematan energi fosil, karena cadangan minyak di negeri ini sudah semakin tipis. Ini terkait erat dengan komitmen kebijakan yang harus dibuat pemerintah setelah menerima pinjaman dari Bank Dunia. Pada 2003, pemerintah menerima pinjaman Bank Dunia untuk membiayai proyek Java-Bali Power Sector Restructuring and Strengthening. Menurut dokumen Bank Dunia, proyek tersebut bertujuan mendukung pemerintah Indonesia dalam usahanya menghilangkan subsidi BBM secara bertahap (KAU, 2008).
Campur tangan Bank Dunia tersebut semakin tampak dari pernyataan Joachim von Amsberg, Kepala Perwakilan Bank Dunia untuk Indonesia, dua hari setelah kenaikan harga BBM. Menurut dia, kenaikan harga BBM sebesar 28,7 persen cukup kompatibel dengan anggaran pemerintah. Padahal upaya penyesuaian harga BBM dengan harga pasar dunia dipastikan akan semakin memukul kehidupan rakyat. Betapa tidak, di saat pendapatan sebagian masyarakat kita masih tergolong rendah, mereka dipaksa membeli harga BBM sesuai dengan harga pasar. Untuk mengikuti kemauan Bank Dunia itulah, selama berkuasa, pemerintah Susilo Bambang Yudhoyono-Jusuf Kalla sudah tiga kali menaikkan harga BBM.
Akibatnya, angka kemiskinan di negeri ini pun bertambah. Sebuah penelitian yang digelar Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia secara jelas menyatakan jumlah penduduk miskin pada 2008 ini akan bertambah 4,5 juta orang akibat kenaikan harga BBM. Total orang miskin diperkirakan akan mencapai 41,7 juta jiwa atau 21,92 persen dari total penduduk, jauh lebih tinggi daripada perkiraan pemerintah sebesar 14,8-15 persen.
Hal itu diperkuat dengan kenyataan empiris di lapangan; tak lama berselang setelah kenaikan harga BBM, harga sayuran di pasar-pasar tradisional di Jakarta pun mulai naik. Tomat, yang sebelumnya dijual Rp 4.000 per kilogram, menjadi Rp 5.000 per kilogram. Sedangkan cabai merah, yang semula Rp 15 ribu per kilogram, menjadi Rp 18 ribu per kilogram. Bukan hanya di Jakarta, di Semarang sebagian nelayan Kampung Tambaklorok, Kota Semarang, Jawa Tengah, mulai berhenti mencari ikan sejak Sabtu (24 Mei) setelah pemerintah menaikkan harga BBM. Mereka tidak mampu menutup biaya operasional melaut yang naik hingga 50 persen.
Untuk meredam keresahan masyarakat akibat semakin lemahnya daya beli mereka terhadap kebutuhan sehari-hari tersebut, pemerintah menyalurkan bantuan langsung tunai (BLT) sebesar Rp 100 ribu per bulan. Uang sebesar itu pun dipastikan tidak akan memadai di tengah naiknya kebutuhan harga barang-barang akibat kenaikan harga BBM. Terlepas dari mencukupi atau tidaknya BLT yang disalurkan pemerintah, jika dicermati secara lebih jauh, program BLT sejatinya juga mengadopsi paradigma sistem ekonomi-politik neoliberal yang gencar dipromosikan oleh Bank Dunia di negeri ini.
Para penganjur sistem neoliberal sadar bahwa penerapan sistem ini akan memukul kelompok miskin. Namun, mereka yakin bahwa dampak buruk penerapan sistem ini akan bersifat sementara. Lama-kelamaan masyarakat miskin akan mampu beradaptasi dengan sistem ini. Untuk mengatasi dampak buruk yang menurut mereka bersifat sementara itu, negara harus memberikan bantuan bagi kelompok miskin agar dalam waktu singkat dapat beradaptasi dengan sistem neoliberal itu (Reclaiming Development: An Alternative Economic Policy Manual, 2004).
Sistem neoliberal sendiri diciptakan untuk melucuti peran negara dalam mengatur ekonomi. Menurut sistem ini, pengaturan ekonomi seharusnya diserahkan kepada korporasi melalui mekanisme pasar. Sektor energi adalah salah satu pintu masuk bagi upaya meliberalkan sistem ekonomi dan politik di negeri ini. Jika sektor ini sudah diserahkan secara bulat-bulat kepada mekanisme pasar, sektor lainnya, seperti pangan dan pendidikan, akan lebih mudah diserahkan kepada mekanisme pasar.
Untuk itulah, pemerintah harus lebih berhati-hati terhadap usulan Bank Dunia melalui Bappenas yang ingin agar harga energi disesuaikan dengan harga pasar. Dampak sosial di masyarakat harus diperhitungkan oleh pemerintah sebelum menerima secara bulat-bulat usul tersebut. Memang tidak dapat dimungkiri pula bahwa konsumsi BBM di negeri ini sangat tinggi, sehingga mengharuskan pemerintah merogoh koceknya guna membiayai impor BBM. Namun, kondisi itu tidak bisa membenarkan munculnya kebijakan menaikkan harga BBM hingga sesuai dengan harga pasar. Pemerintah masih mampu mengupayakan kebijakan untuk mengerem laju konsumsi BBM di dalam negeri, semisal pembatasan penggunaan kendaraan bermotor pribadi yang diimbangi dengan pembangunan infrastruktur transportasi publik.
Namun, tampaknya kebijakan seperti itu justru tidak pernah muncul. Pemerintah lebih suka menuruti keinginan Bank Dunia seperti yang telah disampaikan oleh Bappenas. Rupanya, pujian dari Bank Dunia lebih memikat hati para pengambil kebijakan di negeri ini daripada melihat rakyatnya mampu terlepas dari belenggu kemiskinan.
By: Firdaus Cahyadi (Knowledge Sharing Officer for Sustainable Development, OneWorld-Indonesia)
Source: Koran Tempo, 6 Juni 2008
1 comments:

Nice blog.
Thanks for visiting.
Keep struggle, lah!


Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts