2009-06-29

[JAKARTA] Harga gula di Indonesia cenderung turun saat dimulainya musim giling tebu. Petani pun mulai melepas gula bersama pabrik gula (PG) untuk ditenderkan. Turunnya harga juga sebagai imbas penurunan harga dunia dan penguatan rupiah dalam dua pekan terakhir.

"Mulai mengendurnya harga gula dunia dicermati para pedagang sebagai sinyal bakal masuknya kembali gula impor, yakni raw sugar untuk bahan baku industri gula rafinasi, serta gula rafinasi oleh industri makanan dan minuman," ujar Sekretaris Perusahaan PTPN XI, Adig Suwandi, melalui surat elektroniknya dari Surabaya kepada SP, Senin (29/6).

Sebaliknya, kata Adig, saat harga dunia membubung tinggi, sebagian industri makanan dan minuman melakukan substitusi bahan baku dari gula rafinasi ke gula lokal. Bisa terjadi, ungkapnya, ketika gula lokal tidak hanya diperuntukkan konsumsi langsung, tapi juga bahan baku industri, saat itulah stok yang berkurang menstimulasi terdongkraknya harga.

Karena itu, dia menyarankan kepada pemerintah agar tetap mengendalikan impor sebatas kebutuhan, bukan berdasarkan kapasitas pabrik pada industri gula rafinasi dan makanan ataupun minuman, sebagai antisipasi mencegah merosotnya harga gula petani yang terlalu jauh.

Menurutnya, menyerahkan harga secara total kepada liberalisasi perdagangan tanpa pemahaman komprehensif terhadap kondisi petani, sama artinya dengan bunuh diri.

Masalahnya, papar Adig, harga gula dunia sarat distorsi dan terdapat perlindungan secara berlebihan yang dilakukan negara-negara produsen gula dunia.

Adig mengemukakan, dalam tender 6.410 ton gula milik petani di PTPN XI yang diikuti 25 perusahaan, pekan lalu, terbentuk harga sebesar Rp 6.910/kg untuk 4.905 ton produksi sejumlah PG di Pasuruan, dan Rp 6.925/kg untuk 1.505 ton gula produk PG wilayah Madiun. [S-26]

http://www.suarapembaruan.com/index.php?detail=News&id=8872