Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Harga Rp 2.800, Dibayar Rp 7.200

Kamis, 6 Agustus 2009 | 14:58 WITA

SUDAH hampir dua tahun, Jamal (27), pemilik pangkalan minyak tanah di Jl Baji Pamai No 1, Kelurahan Tamparang Keke, Mariso, sering mendapat keluhan pelanggannya. Dia dinilai tak konsisten. Tulisan tak sama dengan realisasi.

Di tembok pangkalan minyak tanahnya dia memasang papan triplek bertuliskan harga minyak tanah Rp 2.800 per liternya. Harga di pangkalan itu adalah harga resmi dari Pertamina. Dia adalah sub distributor minyak dari Agen Haji Arifin dengan No NRAMT 71.4.024.
Namun, sudah hampir setahun ini, dia dan beberapa pangkalan di sekitar rumahnya menjual ke konsumen di atas hanga Rp 3.500 per liter.
Di wilayah Jembatan Merah, Mariso dan Jl Baji Pamai, hingga Jl Cenderewasih, bahan bakar kerosin ini dihargai Rp 5.000.
Bahkan di daerah Biringkanaya, Daya, dan sekitar kawasan pemondokan kampus Unhas Tamalanrena, tak sedikit konsumen yang membayar dari Rp 6.500 hingga Rp 7.200 per liter.
"Dulu pangkalan kami mendapat jatah dua mobil tangki sekarang tinggal dua drum dan memang harganya sudah naik Pak," kata Jamal.
Dia bahkan sudah mendapat informasi dari agen minyak tanah, mulai September minyak tanah tak lagi didapat dengan mudah di warung pengecer. "Kalaupun ada, harga sudah harga industri, Rp.8.000 per liter," katanya.
Jamal nampaknya tak perlu menunggu lama. Sejak awal pekan ini, Pertamina, sudah menjual bahan bakar ini laiknya minyak goreng. Di kemas dalam jeriken plastik kemasan lima liter dijual laiknya bensin di SPBU
Dituduh Curang
Antrean warga untuk mendapatkan "sisa" minyak tanah bersubsidi menjelang penarikan 100 persen September mendatang juga terlihat di pangkalan Toko Bully, Jl Pongtiku, Makassar.
Ribuab liter minyak tanah bersubsidi dalam delapan drum ludes hanya dalam tempo dua jam. Tetapi bukannya pulang dengan tersenyum karena sukses mendapatkan minyak tanah. Sejumlah warga yang mayoritas ibu-ibu justru mengomel.
"Masak kita beli Rp 30 ribu isi jerigennya hanya begini. Beli 10 liter tetapi kayaknya hanya diisi enam liter," kata Rahmatia warga Jl Pongtiku. Warga merogoh kocek Rp 3.000 untuk membeli seliter minyak tanah di Agen AMT dengan nomor izin pangkalan 71.104.17.
Sejumlah warga bahkan mengadukan "permainan" pengurangan literan minyak tanah tersebut melalui Pemerintah Kota (Pemkot) Makassar, kemarin siang.
Laporan itu ditindaklanjuti dengan inspeksi mendadak (sidak) Dinas Perindustrian dan Perdagangan (Disperindag) Kota Makassar ke Toko Bully.
Sejumlah warga pun mengerubuti Kepala Bagian Perdagangan Disperindag Daddy Hamady yang turun melakukan sidak dan mengadukan permainan curang pangkalan tersebut.
Daddy bahkan mengancam menutup toko yang juga berjualan bahan campuran tersebut. "Kita punya hak melindungi konsumen. Sesuai undang-undang perlindungan konsumen," katanya di depan pengelola toko bernama Hamzah.
Hamzah berdalih tidak melakukan pengurangan literan. Tetapi "penyesuaian". Setelah didesak, Hamzah beserta pemilik toko bersedia mengembalikan uang warga yang terlanjur diterima.
"Kalau memang warga berkeberatan kita akan kembalikan uangnya. Minyak tanah tetap sesuai harga. Ini juga terakhir kali kita menjual yang bersubsidi. Besok-besok tidak lagi," timpal Hamzah.
Daddy mengaku tetap akan mengawasi pendistribusian minyak tanah maupun sembilan bahan pokok (sembako) utamanya menjelang Ramadan.
Harus Beli
Informasi ini belum tersebar luas. Bahkan level mahasiswa pun, di mana akses informasi terbaru begitu rutin soal konversi minyak tanah ke gas, ternyata masih mengandalkan kompor sumbu untuk memasak kebutuhan pangan olahan mereka.
"Kita sudah setengan mati mencari minyak tanah, kalaupun ada harganya pun mahal. Namun meskipun mahal mau tidak mau kita harus beli karena kita pasti ingin memasak, hitung-hitung bisa kurangi biaya hidup. Bahkan sudah ada yang jual sampai harga Rp 6.000 per liternya," ujar Uci, mahasiswa FISIP Unhas yang tinggal di kawasan Pondokan Tamalanrea.
Mama Riyan, salah seorang penjual pisang ijo di Kampus Unhas Tamalanrea mengatakan, "Minyak tanah sudah mulai kurang, padahal setiap harinya kita memasak pakai minyak tanah. Serkarang saja sudah kita dapatkan pedagang eceran menjual Rp 5.000 per liter," ujar pedagang asal Baranti Sidrap ini.(cr2/mda/axa)

http://www.tribun-timur.com/read/artikel/42415
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts