[ Senin, 03 Agustus 2009 ]
Kemiskinan berada di mana-mana. Namun, tak banyak pemerintah daerah yang menangani itu secara serius? Berikut evaluasi Tim Peneliti The Jawa Pos Institute of Pro-Otonomi (JPIP)
Dadan S. Suharmawijaya.
---
HAMPIR semua perencanaan pemerintah daerah menempatkan pengentasan kemiskinan sebagai prioritas utama. Tapi, ironisnya, tak banyak pemerintah yang benar-benar serius menangani penyakit yang bernama kemiskinan itu. Padahal, kemiskinan menjadi hulu sekaligus pemicu problem sosial kemasyarakatan. Misalnya, kemiskinan menjadi salah satu tempat bersemainya kriminalitas.
Hanya beberapa pemerintah daerah yang mempunyai konsentrasi menangani kemiskinan. Dalam riset yang dilakukan JPIP, Kota Blitar termasuk salah satu pemerintah yang sangat antusias memberantas kemiskinan. Mereka menempati ranking teratas sehingga berhak mendapatkan Otonomi Award 2009 dengan kategori khusus pengentasan kemiskinan.
Gerakan Perang Melawan Kemiskinan (GPMK) merupakan aksi konkret Pemkot Blitar. GPMK bukanlah jenis program baru, tetapi lebih merupakan strategi baru yang menyinergikan program pengentasan kemiskinan yang tersebar di banyak satuan kerja pemerintah daerah (SKPD). GPMK hadir sebagai bentuk evaluasi dan pembenahan menyeluruh terhadap sistem dan mekanisme penanggulangan kemiskinan yang selama ini telah dilakukan agar menuju muara yang sama.
Strateginya adalah menyatukan semua program dan semua elemen pemerintah dan masyarakat ke dalam sebuah sinergi memerangi kemiskinan. Sebagai tonggak untuk memunculkan semangat baru dengan kekuatan baru yang terpadu, GPMK dideklarasikan pada 24 November 2006. Strategi penyatuan ini dikonkretkan dalam Rencana Aksi GPMK dengan target jangka pendek dan jangka panjang yang bersifat sementara, berlanjut, dan komprehensif.
Bersifat sementara karena, jika target sasarannya sudah terpenuhi, programnya akan berakhir. Berlanjut karena program ini dicanangkan hingga 2015. Komprehensif karena program tersebut mencakup semua aspek kehidupan serta dilakukan dalam bentuk gerakan bersama yang memadukan seluruh unsur dan potensi pembangunan daerah. Secara terpadu karena program GPMK Kota Blitar itu dilakukan melalui dua jalur. Yaitu, jalur formal melalui fungsi SKPD dan jalur nonformal lewat kelompok kerja masyarakat.
Sifat anggaran untuk jalur formal melekat kepada anggaran masing-masing SKPD, dengan prosedur dan mekanisme penggunaan, serta pertanggungjawaban sesuai ketentuan pengelolaan anggaran yang berlaku. Sedangkan untuk lingkungan masyarakat, bersifat block grant, dengan prosedur dan mekanisme penggunaan serta pertanggungjawaban sesuai dengan ketentuan pengelolaan anggaran block grant sebagaimana yang selama ini telah diberlakukan untuk program sejenis di kecamatan dan kelurahan dengan beberapa penyesuaian.
Aksi Konkret
Sebagai sebuah upaya sinergi, GPMK bersifat mengoordinasikan berbagai program pengentasan kemiskinan yang telah ada. Baik program dinas maupun prgram masyarakat yang didanai block grant. Di antara sejumlah program yang dikoordinasikan dan diperkuat GPMK adalah program bantuan langsung kebutuhan pokok (beras gratis, pakaian gratis, dan rehabilitasi rumah), pelaksanaan program percepatan pelaksanaan pembaruan pembangunan kota (P5K); dan pembaruan pengelolaan program block grant kecamatan, program pembangunan masyarakat kelurahan (P2MK), dan program bantuan rehabilitasi rumah kumuh (BR2K).
Melalui program-program tersebut diperoleh out put baik yang berorientasi proses maupun hasil. Yang berorientasi hasil jelas mengacu capaian penurunan angka kemiskinan dan peningkatan pendapatan. Sementara yang berorientasi proses, dalam hal ini pembelajaran pembangunan partisipatif, memunculkan kembali nilai gotong royong, keswadayaan, dan transparansi pembangunan.
Sebagai contoh, Program BR2K atau rehabilitasi rumah kumuh plus jamban. Menurut Wali Kota Blitar Djarot Syaiful Hidayat, sejak diinisiasi pada 2005 hingga 2009 ini, pihaknya telah merehabilitasi sedikitnya 1.300 rumah kumuh. Dari sisi prosesnya, program itu telah memunculkan kembali nilai gotong royong. Selain bantuan Pemkot Blitar, setiap rehabilitasi rumah kumuh warga miskin mendapatkan bantuan warga (tetangga), baik berupa tenaga maupun dana.
Penentuan warga miskin yang memperoleh bantuan juga dilakukan masyarakat. Melalui mekanisme rembuk warga, ditentukan prioritas program dan keluarga miskin yang memperoleh bantuan terlebih dahulu. Dengan model partisipatif semacam itu, akuntabilitas, akurasi tepat sasaran, dan sesuai kebutuhan masyarakat menjadi terpenuhi. (e-mail: dadan@jpip.or.id)
http://www.jawapos.com/
Post a Comment