Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Mendag Wajib Perkuat Ekonomi Domestik

2009-08-29

[JAKARTA] Indonesia membutuhkan figur Mendag yang pro ekonomi domestik. Figur yang mampu menjaga keseimbangan antara kepentingan konsumen dan produsen dalam negeri, serta mampu merangsang kreativitas pengusaha nasional dan menciptakan kegairahan ekonomi dalam negeri.

Hal itu sejalan dengan pidato Presiden Susilo Bambang Yudhoyono di hadapan sidang paripurna DPD, pekan lalu, yang menyatakan bahwa kebijakan ekonomi pemerintahannya ke depan lebih bersandar pada kekuatan ekonomi domestik. Ekspor terus didorong, tapi tidak menjadi andalan utama. Seperti telah terbukti tahun 2008, ketika negara-negara maju dan tetangga terpukul resesi ekonomi, Indonesia tumbuh 6 persen karena kekuatan ekonomi domestik.

Dalam lima tahun terakhir, kebijakan Mendag dinilai kurang mendukung kegairahan ekonomi dalam negeri. Banyak kebijakan yang membuat Indonesia sekadar penghasil raw material (bahan mentah) dan konsumen produk impor. Banyak produk primer yang boleh langsung diekspor, antara lain ekspor rotan dan hasil laut. Selain itu banyak kebijakan impor yang mematikan produsen dalam negeri seperti impor beras dan gula.

Harapan tersebut disampaikan ekonom Ninasapti Triaswati, Research Director Prastiya Mulya Business School Djoko Wintoro, Ketua Umum Asosiasi Pengusaha Indonesia (Apindo) Sofjan Wanandi, Ketua Umum Himpunan Pengusaha Muda Indonesia (Hipmi) Erwin Aksa, Ketua Umum Asosiasi Franchise Indonesia (AFI) Anang Sukendar, Sekjen Asosiasi Pedagang Pasar Seluruh Indonesia (APPSI) Ngadiran, ekonom Institute for Development of Economic and Finance (Indef) Aviliani, dan ekonom Universitas Indonesia Bambang Brodjonegoro, secara terpisah.

Ninasapti melihat perlunya pemetaan keberpihakan. Ada kekhawatiran kebijakan yang diambil bisa merugikan atau hanya menguntungkan sebagian pihak.

"Perlu keberpihakan yang tepat. Kebijakan perdagangan dan produksi yang lebih kuat. Begitu juga dengan masalah produk ilegal yang masih marak, perlu koordinasi yang lebih baik karena ada berbagai institusi terlibat didalamnya," ujarnya, Sabtu (29/8) pagi.

Secara lebih luas dia melihat, kondisi di Indonesia memang berbeda. Di Jepang, misalnya, hanya satu menteri yang mengurusi perindustrian dan perdagangan. Sedangkan di Indonesia dipisah, sehingga kebijakan tidak ada di satu tangan saja.

Sementara itu, mengenai penerapan kebijakan di sektor perpasaran dalam negeri, Nina mengutarakan bahwa ide dari kebijakan yang ada sudah baik, tetapi perlu penyempurnaan dalam implementasinya.

"Contohnya untuk kebijakan yang terkait keberadaan pasar tradisional dan modern. Seharusnya dilakukan survei sebelum dan sesudah mengintegrasikan kedua jenis pasar itu. Ke depan, masih banyak yang harus disempurnakan. Hal yang harus diperhatikan agar tidak merugikan yang lemah dan harus prorakyat," tutur Nina.

Menurut Djoko Wintoro, calon Mendag harus mampu menjadikan perusahaan dan industri nasional menjadi tuan rumah di negeri sendiri, yang memiliki pangsa pasar yang besar. "Agar perusahaan nasional dapat bersaing dengan perusahaan multinasional, perusahaan nasional harus menjadi besar di pasar domestik dan di luar negeri. Industri nasional harus bisa jaya di rumah sendiri," ujar Djoko.

Menurutnya, Departemen Perdagangan jangan hanya bicara soal ekspor, tetapi juga bagaimana melindungi produk nasional dari impor. "Saat ini paradigma kebijakan Mendag adalah pertumbuhan ekonomi ekspor. Ke depan, harus memiliki paradigma baru yaitu melindungi pertumbuhan ekonomi domestik," katanya.

Mendag harus bisa membuat agenda yang memperkuat industri nasional, dengan memberikan dukungan informasi, teknologi, dan struktur pasar yang kondusif. "Setelah kuat di lokal dan ketika ekonomi membaik, saat itulah industri nasional menyerbu pasar global," tandasnya.

Terkait penguatan pasar domestik, Ngadiran menuturkan, kriteria penting yang dimiliki calon Mendag adalah harus figur berpihak pada kepentingan rakyat banyak. "Ada banyak PR yang harus diselesaikan terkait dengan keberadaan pasar, yakni mengenai keberpihakan terhadap pasar tradisional. Selain itu, mewujudkan revitalisasi pasar tradisional," tuturnya.

Calon Mendag

Dari berbagai kriteria tersebut, Mari Elka Pangestu, yang kini masih menjabat sebagai Menteri Perdagangan, dinilai masih layak melanjutkan tugasnya di pemerintahan baru mendatang.

Namun, Aviliani mengingatkan, Mari perlu daya dukung untuk lebih berpihak kepada perdagangan domestik. "Sejauh ini, masih cenderung ke global. Sudah ada kampanye, tinggal bagaimana pelaksanaannya," ungkap dia.

Sedangkan Sofjan menuturkan, Mari sudah dikenal di dunia internasional. "Jadi, saya pikir tidak banyak yang bisa menggantikan posisinya. Dia bisa menjelaskan kondisi perdagangan Indonesia dengan baik dan bisa memperjuangkan itu. Tidak mudah menemukan sosok yang menguasai situasi dunia, bisa bergaul dan berjuang dengan negara-negara itu," katanya.

Selain Mari Pangestu, ekonom Chatib Basri, juga berpeluang menduduki jabatan Mendag. Menurut Bambang Brodjonegoro, Chatib memiliki pengalaman dalam perumusan berbagai kebijakan yang menyangkut perdagangan.

Sumber SP menyebutkan, nama lain yang layak adalah Subagyo, yang saat ini menjabat Dirjen Pedagangan Dalam Negeri Departemen Perdagangan. Pengalamannya diperlukan untuk memperkuat potensi ekonomi domestik.


Kemampuan Diplomasi

Erwin Aksa menambahkan, hal terpenting yang harus dimiliki Mendag adalah kemampuan melobi, karena Indonesia memasuki era free trade (perdagangan bebas). "Untuk itu dibutuhkan banyak lobi atau pembicaraan di tingkat internasional. Tujuannya untuk bisa melindungi dan membawa visi dan misi dari kebijakan dagang kita," ujar Erwin.

Kemampuan lobi dan diplomasi tersebut, lanjutnya, sangat penting agar Indonesia tak selalu tunduk pada tekanan internasional untuk membuka pasar secara gegabah. "Arus pasar bebas membuat kita harus memproteksi komoditas perdagangan nasional. Di samping, kemampuan menjaga kepentingan dalam negeri agar jangan sampai dibanjiri oleh produk asing," ujarnya.

Senada dengan itu, Sofjan mengatakan, figur Mendag di kabinet pemerintahan mendatang harus cakap bernegosiasi di forum internasional, seperti Organisasi Perdagangan Dunia (World Trade Organization/WTO). "Tidak mudah untuk mengerti apa yang terjadi di perdagangan dunia, apalagi harus tetap melindungi kepentingan dalam negeri," ujar Sofjan.

Sementara itu, Aviliani berpendapat, figur Mendag mendatang juga bertugas menjadi agen pemasaran produk dalam negeri ke pasar internasional. Selain itu, juga harus memahami produk-produk impor yang boleh beredar, agar pasar dalam negeri dan industri nasional tidak dikorbankan.

"Mendag juga harus mampu bersinergi dengan Menteri Perindustrian. Kriteria lain, harus memiliki wawasan global, tapi tetap berpegang pada kepentingan domestik," ujarnya.

Menurut Aviliani, selama ini Departemen Perdagangan cenderung membiarkan transaksi berjalan tanpa fokus. "Tidak ada fokus departemen mau berbuat apa. Departemen harus memiliki kemampuan mempromosikan produk dalam negeri dan bukannya impor," katanya.

Bambang Brodjonegoro menambahkan, calon Mendag harus menguasai masalah tata niaga, distribusi, perdagangan luar negeri, dunia usaha, serta memahami juga ekonomi makro. "Tantangan terbesar adalah menghadapi kekuatan usaha besar yang cenderung memonopoli, aturan WTO, masih maraknya penyelundupan, dan permainan harga," papar Bambang.

Sedangkan Anang berharap agar nantinya Mendag juga mengerti masalah bisnis, pemasaran, distribusi, termasuk franchise. "Di sisi distribusi di dalamnya juga termasuk masalah transportasi," kata Anang. [D-12/D-11]

http://www.suarapembaruan.com/index.php?modul=news&detail=true&id=10105
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts