Gerakan Konsumen Indonesia
The only thing necessary for the triumph of evil is for good men to do nothing. (Kejahatan hanya bisa terjadi ketika orang baik tidak berbuat apa-apa). ---Edmund Burke

Berdaulat dengan Ternak Lokal

Selasa, 29-09-09 | 23:35

Oleh: Sri Rachma AB (Dosen Peternakan Unhas)

Jumlah penduduk Indonesia pada tahun 2025 diperkirakan mencapai 273,7 juta jiwa. Dengan meningkatnya jumlah penduduk sebesar itu dan adanya perubahan pola konsumsi serta selera masyarakat, menyebabkan kebutuhan bahan pangan hewani sebagai kebutuhan primer yang harus dipenuhi untuk hidup cerdas, sehat, kreatif dan produktif, menjadikan Indonesia sebagai pangsa pasar yang luar biasa besar dalam konsumsi pangan hewani masa depan.

Beberapa penelitian melaporkan adanya kaitan positif antara tingkat konsumsi protein hewani dengan umur harapan hidup (UHH) dan pendapatan perkapita. Semakin tinggi konsumsi protein hewani penduduk, semakin tinggi umur harapan hidup dan pendapatan domestik bruto (PDB) suatu negara.

Negara-negara berkembang seperti Korea, Brasil, China, Filipina dan Afrika Selatan memiliki konsumsi protein hewani 20-40 gram/kapita/hari, UHH penduduknya berkisar 65-75 tahun. Negara-negara maju seperti AS, Prancis, Jepang, Kanada dan Inggris konsumsi protein hewani masyarakatnya 50-80 gram/kapita/hari, UHH penduduknya 75-85 tahun. Sementara itu, negara-negara yang konsumsi protein hewani di bawah 10 gram/kapita/hari seperti Banglades, India dan Indonesia, UHH penduduknya hanya berkisar 55-65 tahun (Rusfidra, 2005).

Selain memiliki jumlah penduduk yang besar, negeri ini memiliki anekaragam sumberdaya hayati (plasma nutfah) terkaya nomor dua di dunia setelah Brasil. Namun sayangnya, tanpa kita sadari bangsa kita telah tumbuh sebagai bangsa yang kurang percaya diri dan tidak mandiri di sektor pertanian dan peternakan karena sebagian besar produk pangan dan pakan ternak masih harus dipenuhi dari impor.

Setiap tahun Indonesia mengimpor sapi hidup sebanyak 450 ribu ekor dari Australia. Setiap tahun negara agraris ini mengimpor 1 juta ton bungkil kedele, 1,5 juta ton jagung, dan 140 ribu ton susu bubuk. Importasi bahan pangan tersebut tentunya menguras devisa negara cukup besar.

Padahal impor daging selain membutuhkan biaya besar, juga harus sangat mempertimbangkan standar kesehatan hewan dengan merujuk pada Badan Kesehatan Hewan Dunia (Organization International des Epizooties/OIE).

Produksi dalam negeri belum mampu memenuhi kebutuhan konsumsi produk peternakan. Hal ini merupakan tantangan besar dalam penyediaan bahan pangan hewani sebagai sumber protein yang dibutuhkan oleh masyarakat untuk pertumbuhan, kecerdasan dan kesehatan tubuh manusia.

Ternak lokal merupakan sumberdaya ternak yang sudah lama dipelihara peternak pedesaan dan berperan dalam mendukung ekonomi rumah tangga peternak. Oleh karena itu usaha peternakan rakyat seharusnya menjadi basis pengembangan peternakan nasional.

Berbagai langkah kebijakan perlu ditempuh oleh pemerintah, antara lain melalui fasilitasi dalam pengembangan potensi wilayah berdasarkan komoditas ternak unggulan, peningkatan populasi ternak unggulan dan peningkatan pemilikan pada skala usaha dengan pemeliharaan pola intensif, pemanfaatan teknologi yang mendukung peningkatan produktivitas, serta kebijakan lainnya yang menunjang. Integrasi langkah-langkah tersebut,diharapkan dapat mendorong perkembangan dan peningkatan populasi ternak lokal.

Potensi Agribisnis Peternakan

Sebagai negara dengan jumlah penduduk terbesar keempat di dunia, Indonesia termasuk pangsa pasar potensial bagi negara-negara lain. Dalam bidang peternakan, dengan diberlakukannya perdagangan bebas, di satu sisi merupakan peluang dan di sisi lain sekaligus juga merupakan sebuah tantangan bagi peternak-peternak Indonesia. Dari aspek produksi hal tersebut sangat tergantung kepada harga sarana produksi, seperti pakan dan harga komoditas peternakan dan efisiensi produksi.

Pengembangan sektor agribisnis peternakan merupakan sektor yang cukup potensial yang mencakup semua kegiatan yang dimulai dengan pengadaan dan pengaturan sarana produksi, produksi usaha dan pemasaran, serta produk usaha atau hasil olahannya. Pengembangan agribisnis memerlukan penanganan subsistem yang ada di dalamnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan dan pengawasan.

Agribisnis peternakan harus dipandang sebagai suatu sistem penyeluruh yang meliputi lahan, pembibitan, budidaya, industri pengolahan hasil peternakan dan berbagai usaha pendukung peternakan yang memang sudah saatnya tumbuh dan berkembang.

Sebenarnya dengan mengandalkan lahan yang cukup subur dan luas serta memiliki kekayaan ternak local, seharusnya bangsa ini dapat memenuhi kebutuhan pangan nabati dan hewani dari hasil kerja petani dan peternaknya. Negeri ini memiliki banyak spesies ternak lokal yang potensial dikembangkan sebagai sumber bahan pangan.

Ternak-ternak lokal tersebut telah beradaptasi dengan kehidupan masyarakat sejak lama dan terbukti berperan besar sebagai penyumbang bahan pangan hewani bagi masyarakat di pedesaan, sebagai sumber pendapatan, berperan dalam ritual keagamaan, sebagai sumber tenaga, penghasil pupuk organik dan biogas.

Agaknya, berbagai jenis ternak lokal seperti sapi pesisir, sapi Bali, kerbau, domba Garut, domba Kisar, ayam Pelung, ayam kokok Balenggek, kambing kacang, kerbau, lebah madu, ayam kampung, itik dan burung berkicau sudah waktunya dilirik untuk dikembangkan secara serius sehingga negeri yang besar ini tidak bergantung pada ternak impor.

Kedaulatan Pangan

Sebenarnya kedaulatan pangan dapat kita capai bila kita tidak lagi didikte oleh fluktuasi produksi dan harga pangan internasional selain tidak bergantung pada benih (transgenik, hibrida, dan benih/bibit unggul) yang sebagian besar dikuasai perusahaan multinasional. Dari bidang peternakan perlu ditetapkan beberapa areal tertentu sebagai pusat pembibitan seperti ternak sapi lokal (sapi Bali) yang menjadi bank ternak Indonesia, perbaikan sistem dan regulasi recording, pembibitan, pemeliharaan, pemotongan, sampai pemasaran ternak.

Pengoptimalan sapi Bali untuk memenuhi kebutuhan daging dalam negeri bukanlah mimpi yang tidak mungkin tercapai. Namun dibutuhkan kerja keras dan penyatuan ide serta semangat agar pemanfaatan sapi Bali sebagai ternak lokal dapat membawa Indonesia ke kondisi swasembada daging.

Pemerintah harus secepatnya menemukan solusi yang tepat baik untuk jangka pendek maupun jangka panjang sebagai langkah awal pemenuhan hak atas pangan di masa datang agar target pencapaian Tujuan Pembangunan Milenium atau Millenium Development Goals (MDGs) tahun 2015 di Indonesia bukanlah mimpi atau isapan jempol belaka.

Akhirnya, penting kita renungkan sebuah Surah dalam Alquran yang berbunyi "Dan sesungguhnya pada binatang ternak itu terdapat pelajaran yang penting bagi kamu. Kami memberi minum kamu dari air susu yang ada di dalam perutnya, dan (juga) pada binatang itu terdapat manfaat yang banyak untuk kamu, dan sebagian dari padanya kamu makan". (QS Al Mukminun <23>: 21) (**)

http://www.fajar.co.id/index.php?option=news&id=70077
0 comments:

Post a Comment

Selamat Datang

Blog ini diproyeksikan untuk menjadi media informasi dan database gerakan konsumen Indonesia. Feed-back dari para pengunjung blog sangat diharapkan. Terima kasih.

Followers


Labels

Visitors

You Say...

Recent Posts